FIELD OF DAISIES

By geminigirlll13

89.2K 6.8K 396

"Kehadirannya membawa antara dua kemungkinan, jika bukan sebagai pertanda diberkatinya kerajaan maka itu meru... More

PROLOG
Bab 1. Peri Hutan Kecil
Bab 2. Rupa Pembawa Bencana
Bab 3. Dua Sisi
Bab 4. Tersesat
Bab 5. Penyihir Wanita
Bab 6. Tuan Muda
Bab 7. Pertemuan Pertama
Bab 8. Kedekatan
Bab 9. Berbahaya?
Bab 10. Kecanggungan
Bab 11. Keluhan
Bab 12. Masa Lalu
Bab 13. Ancaman Datang
Bab 14. Penyusup
Bab 15. Awal Mula
Bab 16. Perasaan Dilindungi
Bab 17. Pertarungan
Bab 18. Kegilaan
Bab 19. Pengorbanan Greta
Bab 20. Wujud Sebenarnya
Bab 21. Janji & Wasiat
Bab 22. Ancaman Asher
Bab 23. Tawaran
Bab 24. Perpisahan
Bab 25. Perjalanan
Bab 26. Konflik Internal
Bab 27. Sosok Dalam Kegelapan
Bab 29. Musuh Kental Kyle
Bab 30. Padang Rumput
Bab 31. Desa Pertama
Bab 32. Berpapasan
Bab 33. Kekerasan Di Gang
Bab 34. Surat Harapan
Bab 35. Sadar Diri
Bab 36. Dante Kecil
Bab 38. Rekan-Rekan
Bab 39. Penyerangan
Bab 40. Kekacauan Menara Sihir
Bab 41. Asing Namun Familiar
Bab 42. Upaya Yang Berhasil
Bab 43. Hutang Budi
Bab 44. Perbandingan
Bab 45. Bianca
Bab 46. Kecurigaan
Bab 47. Penjelasan Rinci
Bab 48. Ikatan Yang Dipaksakan
Bab 49. Dua Suasana
Bab 50. Bantuan Pertama
Bab 51. Keributan Di Dua Tempat
Bab 52. Waktu Berdua
Bab 53. Sasaran

Bab 37. Rencana Penyergapan

1K 91 5
By geminigirlll13

Berjalan menyusuri hutan yang begitu gelap, keduanya berjalan dengan begitu tenang dan tertata. Seolah kendala akan lingkungan sekitar yang gelap gulita, sama sekali tidak menjadi hambatan bagi mereka.

Meski begitu, mata salah satu diantara mereka. Yang berjalan dibelakang satu sosok berjubah lain, tampak menatap dengan penuh perhitungan kearah sekitar.

Penuh waspada ketika merasakan seseorang tengah mengintai mereka dalam kegelapan.

Mata tajamnya mengedar, mengincar beberapa titik yang ia rasa mencurigakan. Terasa seperti pergerakan mereka tengah dipantau oleh seseorang.

Tidak.

Lebih tepatnya oleh satu kelompok.

Karena ia bisa merasakan beberapa tatapan terarah pada mereka dari beberapa titik didalam kegelapan hitam.

Walaupun dirinya sendiri merupakan kepala prajurit, yang membuatnya tentu saja memiliki kemampuan melihat dalam gelap lebih baik dari orang biasa. Namun itu tetap membuat dirinya tidak bisa tidak bersikap siaga.

Sampai didetik ia mendengar suara gemerisik dedaunan, dengan sigap ia berbalik kearah dimana suara itu berasal seraya menghunus pisau miliknya kedalam kegelapan.

"Tidak perlu bersikap sekaku itu Simon, apa yang kau waspadai adalah seseorang yang datang bersamaku." Sosok dihadapan Simon berucap pelan, menyadari posisi siaga yang dipasang olehnya.

Simon menoleh untuk melihat kearah sosok berjubah dihadapannya, bersamaan dengan itu satu persatu suara gemerisik yang beberapa saat lalu menarik perhatian Simon secara berharap mulai terdengar dari titik yang sebelumnya Simon perhatikan.

"Kami disini tuan." Suara pelan penuh nada hormat terdengar mengalun, berasal dari salah satu sosok yang kini tampak muncul disekitar Simon dan juga pria berjubah yang bersamanya.

Sosok yang bersama Simon mengangguk ringan sebagai tanggapan.

Berbalik untuk menatap Simon dengan seulas senyum diwajahnya, mata merah darah itu tampak bersinar ditengah kegelapan.

"Aku datang membawa beberapa bantuan, karena aku telah menduga jika kau akan kehilangan para pasukanmu dalam tugas kali ini." Sosok itu berucap.

Menyentil satu topik yang masih begitu sensitif bagi Simon, yang belum genap dua puluh empat jam kehilangan keseluruhan dari pasukannya.

Namun meski begitu, Simon hanya terdiam. Seolah sama sekali tidak mampu untuk menimpali ucapan sosok berjubah itu.

Matanya secara aktif menganalisis sekumpulan orang orang disekitarnya.

Berjumlah sekitar lima belas orang, berpakaian hitam dari ujung kaki sampai ujung kepala, serta membawa masing masing senjata ditangan mereka.

Meski dalam kegelapan Simon bisa langsung menduga siapa yang pria berjubah itu bawa.

Sekumpulan orang berbadan besar dan membawa berbagai macam senjata selain pedang, yang dianggap cukup ilegal dikawasan kerajaan.

Pasukan tentara bayaran.

Menyadari jika sesuatu mulai terasa cukup salah, Simon mendongak untuk melihat kearah sosok berjubah yang kini tampak tengah berbicara dengan satu lagi sosok berjubah gelap lain. Yang berasal dari kelompok tentara bayaran itu.

"Tuan, mengapa.. Anda membawa mereka?" Tanya Simon lancang.

Karena ia merasa ada yang tidak beres ketika melihat keberadaan para tentara bayaran dalam setelan lengkap dengan senjata.

Seolah mereka..

Bersiap untuk menyerang.

Sosok berjubah itu berbalik, setelah menyelesaikan pembicaraan nya. Menatap Simon dengan kedua bola mata semerah darah.

"Oh, aku lupa mengatakannya padamu." Sosok itu berucap santai.

"Aku mencium bau menyengat bajingan itu padamu ketika pertama kali bertemu denganmu ditempat ini, dan aku juga mencium bau yang sama. Disekitar desa kecil ini ketika berjalan mencari keberadaanmu, itu artinya secara kebetulan.."

Simon bisa melihat sosok itu tersenyum dalam kegelapan, yang seketika itu pula membuat otak Simon tersadar. Mengantarkan kejutan pada semua syarafnya ketika mengerti arti dari ucapan sosok berjubah itu.

"Itu.. Artinya-"

"Benar, kita tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Kita akan menyerang begitu melihat mereka memasuki hutan, aku telah.." sosok berjubah itu mengendus dengan keras keudara untuk beberapa saat dengan mata tertutup, sebelum kemudian tersenyum seraya kembali membuka matanya.

".. Mencium baunya datang mendekat, bersama dengan satu aroma lain. Yang secara samar bisa kurasakan, sangat harum." Sambungnya.

Ujung jemari Simon berkedut ketika mendengar suara dalam itu berujar penuh makna.

Pasalnya Simon jelas mengetahui dan mengerti, aroma harum yang disebutkan sosok itu.

Dan darimana aroma itu berasal.

Ia menggertakkan rahangnya.

"Tuan Noah-"

"Kerja bagus Simon." Sosok berjubah itu menyambar ucapan Simon dengan cepat, seraya meraih bahu pria itu dan menepuknya penuh apresiasi.

"Meskipun kau gagal membunuhnya dalam tugas ini, tapi kau berhasil membawanya mendekat padaku. Kali ini, serahkan padaku." Sosok yang Simon panggil Noah itu berujar dengan senyum lebar.

Kedua mata merahnya bersinar dalam kegelapan.

Melihatnya saja telah membuat Simon seketika mengetahui, hal apa yang akan dilakukan oleh sosok itu. Ketika telah menampilkan ekspresi penuh kesenangan seperti itu.


****


"

Kakak, kau lebih menyukai buah strawberry atau beri?"

"Aku menyukai keduanya."

"Benarkah? Aku juga! Kita memiliki banyak kesamaan."

"Itu melegakan."

"Apakah kau tidak takut berjalan dalam hutan dimalam hari seperti ini?"

"Bagaimana denganmu Dante? Apa kau takut?"

"Tidak, aku baik baik saja. Ini tidak ada apa apanya."

"Hebat."

"Tapi kakak, kenapa kau memakai kain diwajahmu? Benda itu menyembunyikan hampir seluruh wajahmu."

"Hey kecil."

Suara kekanakan itu diinterupsi oleh suara tegas Kyle, yang berujar tepat dibelakang Dante.

Wajah pria itu berkerut dengan sangat buruk, seolah benar benar terganggu oleh semua ucapan acak yang diucapkan anak itu sepanjang perjalanan mereka.

Kyle yang menyangka jika anak itu akan tetap diam sampai mereka tiba ditujuan, nyatanya melakukan hal sebaliknya.

Pria kecil itu benar benar sangat cerewet, bertanya banyak hal dan mengatakan banyak hal acak yang sangat mengganggu telinganya. Yang tidak terbiasa dengan ocehan anak kecil.

"Apa kau tidak lelah terus mengoceh sepanjang perjalanan? Diamlah." Tegur Kyle.

"Aku tidak berbicara denganmu paman." Timpal Dante berani.

"Jika kau masih terus memanggilku paman, aku akan mengikatmu di dahan pohon dan meninggalkanmu ditempat ini saat ini juga." Ancam Kyle, yang mulai kewalahan dengan sikap anak kecil itu.

"Lakukanlah, aku tidak pernah takut pada kegelapan atau apapun. Bukankah itu paman yang lebih takut pada kegelapan daripada aku?" Sambar Dante seraya mengangkat dagunya pongah, berusaha mengintimidasi Kyle.

Namun hal itu malah semakin membuat Kyle geram dengan tingkahnya.

"Hey kau-"

"Dante, kau tidak bisa mengatakan kata kata seperti itu. Itu tidak sopan." Tegur Liliana setelah cukup lama terdiam mendengar adu mulut keduanya.

"Paman itu yang memulai lebih dulu kakak." Adu Dante tak terima, menunjuk kearah Kyle dengan tatapan penuh keluhan.

Kyle dibuat tak bisa berkata kata dengan tindakannya. "Kau.." ia mendengus dengan keras, menyorot kearah Liliana dengan pasrah.

"Kau lihat Lily? Ini keputusan yang sangat buruk untuk membawa iblis kecil ini bersama kita."

Dante berbalik seraya mencengkeram tali tas punggungnya dengan erat, mendongak kearah Kyle dengan kedua alis bertaut.

"Siapa yang paman panggil iblis kecil?"

"Apakah kau melihat sosok yang lebih kerdil dari dirimu sendiri ditempat ini? Jika tidak maka jelas pada siapa kata kataku tertuju." Seolah puas dengan wajah berkerut anak kecil dihadapannya, Kyle berdiri angkuh seraya melipat kedua tangannya didepan dada.

Nafas Dante memburu, bersamaan dengan kedua tangannya yang mengepal dengan erat. Seakan bersiap melawan dengan tubuh kecilnya.

"Hentikan, kalian berdua." Liliana menghela nafas berat melihat tingkah kekanakan keduanya.

Terlebih Kyle yang dengan sengaja memprovokasi Dante yang hanya merupakan seorang anak berusia enam tahun.

Melihat dari ekspresi wajah pria itu, terlihat sangat jelas jika Kyle menikmati dirinya mempermainkan Dante.

Itu pada akhirnya hanya bisa berakhir ketika Liliana meraih tangan Dante dan kembali menuntunnya berjalan, memisahkan keduanya untuk meminimalisir pertengkaran selanjutnya.

Senyata itu satu sosok lain yang berjalan dibarisan paling depan hanya terdiam, mengabaikan keributan yang terjadi dibelakangnya.

Keempatnya berjalan beriringan menyusuri hutan gelap itu dengan langkah tertata.

Itu membuat Liliana juga sedikit bersyukur karena medan dan juga kerimbunan hutan ini terasa lebih baik dari hutan yang mengelilingi tempat tinggalnya.

Ini hanya terbilang sebagai hutan biasa, yang seringkali terjamah oleh para penduduk desa.

Keempatnya berjalan untuk beberapa saat, sebelum kemudian Asher. Yang berjalan dibarisan paling depan berhenti, membuat Liliana dan juga yang lainnya dengan spontan berhenti.

"Apakah itu disini kapten?" Kyle berujar kearah Asher, yang terdiam menatap satu titik dihadapan mereka.

Sementara itu Liliana tampak terdiam, melirik kearah sekitar hutan seolah tengah mencari sekumpulan orang yang Kyle katakan akan menjemput mereka.

Namun yang dilihat oleh Liliana hanya kegelapan malam yang begitu pekat, tanpa ada satu hal apapun yang terlihat selain pepohonan.

Hingga kemudian ia melihat sebersit cahaya menghantam bola matanya.

Dengan segera ia menoleh, ketika merasakan cahaya itu semakin menyilaukan. Bersinar ditengah tengah hutan yang gelap.

"Woah.." Dante berseru dengan nada terpukau.

Untuk Liliana sendiri yang telah begitu sering melihat berbagai macam jenis sihir yang ditampilkan oleh Greta, pemandangan didepan matanya saat ini masih bisa membuatnya terkesima, apalagi ketika melihat pemandangan dimana sebuah portal secara perlahan terbentuk ditengah tengah hutan.

Keempatnya berdiri diam, menyaksikan portal itu terbentuk secara bertahap untuk beberapa saat.

Untuk beberapa waktu mereka hanya terdiam dan sama sekali tidak melihat perubahan apapun setelah portal terbuka, itu membuat Liliana merasa kebingungan.

Baru didetik sebelum Liliana hendak bertanya dimana keberadaan rekan rekan Kyle yang hendak menjemput mereka.

Sebuah pisau kecil telah lebih dulu melesat keluar dari dalam portal, membidik langsung kearah Kyle dengan tepat.

Kyle dengan sigap menghindar, membuat pisau itu melesat dan menancap dengan keras pada batang pohon.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 107K 63
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟒) ⚠ (PART KE ACAK!) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀ...
539K 50.1K 20
[BUKAN TERJEMAHAN!] Deenevan Von Estera adalah Grand duke wilayah utara yang terkenal tertutup. Dia adalah pemeran antagonis dari cerita berjudul "Be...
221K 16.8K 55
Semenjak Eirlys Demetria bekerja di Istana sebagai seorang pelayan, ia selalu dibuat penasaran dengan wajah sang pangeran yang seringkali diperbinca...
Won't Get Divorce! By Berry.

Historical Fiction

85.7K 7.6K 30
Ketika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian. Ia berjanji tidak aka...