GEOGRA

By iceynda

2.9M 123K 4.3K

Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat... More

PROLOG
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 48
CHAPTER 49
CHAPTER 50
CHAPTER 51
CHAPTER 52
CHAPTER 53
CHAPTER 54
EPILOG
EXTRA CHAPTER
EXTRA CHAPTER

CHAPTER 47

41.4K 1.7K 151
By iceynda

Suara lenguhan terdengar disertai kelopak mata yang mengerjap. Kening gadis itu mengernyit ketika sebuah cahaya menyilaukan menerpa wajahnya. Dia perlahan bangun dari tidurnya menjadi duduk.

"Di mana ini?" monolognya. Zeyra memandang ke sekelilingnya bingung. Zeyra menduga bahwa dirinya kini sedang berada di sebuah taman. Melihat banyaknya bunga-bunga beserta tanaman indah bermekaran di sana.

Zeyra.

Tubuh gadis itu menegang, dia melirik ke sana kemari. Zeyra tidak salah dengar, kan? Barusan seperti ada seseorang yang memanggil namanya.

Zeyra bangkit dari duduknya. Tidak ada siapapun di tempat itu. Hanya ada Zeyra seorang diri. Sebenarnya tempat apa ini? Zeyra mencoba mengingat-ingat. Gadis itu memijit pelipisnya. Seingatnya ia sedang berdiri di atas jembatan dan hendak melompat.

Apa mungkin Zeyra memang sudah melompat dan berakhir mati? Jika iya, apakah sekarang dirinya tengah berada di surga? Mendadak sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman lebar. Raut wajahnya berbinar cerah.

Bukankah itu bagus? Zeyra bisa bertemu ibu, ayah dan neneknya. Gadis itu berlari tak tentu arah, menelusuri taman yang begitu indah sembari merentangkan tangan. Akhirnya, Zeyra bebas. Dia tidak akan merasakan penderitaan lagi. Dia sudah bebas sekarang.

Zeyra.

Suara itu terdengar kembali. Zeyra menghentikan langkahnya. Dia berbalik tetapi tidak menemukan siapapun di sana.

"Siapa?"

Putriku.

"Putriku?" batin Zeyra. Seolah tersadar, matanya membulat. Perlahan air matanya menetes. Dia mengedarkan pandangan ke segala arah. Mencari pemilik suara tersebut.

Zeyra, putriku.

Gemetaran, Zeyra bersuara lirih, "I-ibu?" Ya, suara lembut itu terdengar seperti suara seorang wanita. "Ibu, ayah, nenek! Kalian di mana?" teriak Zeyra. "Zey sangat merindukan kalian."

Tiba-tiba sebuah cahaya muncul, entah dari mana asalnya. Zeyra menutup wajah menggunakan kedua tangan, menghalau cahaya yang sangat terang itu.

Kami di sini.

Manik mata gadis itu bergetar. Menatap ketiga orang yang berdiri di hadapannya. Seorang pria berwajah tampan, wanita dengan wajah cantik nan anggun dan juga sosok wanita paruh baya yang tak lain adalah Sura, neneknya. Mereka bertiga memandang Zeyra sembari tersenyum.

"K-kalian..."

Kemarilah. Ini Ibu, ayah dan nenekmu.

Wanita itu tersenyum kecil, merentangkan tangan bersiap menyambut putri kecilnya. Tangis Zeyra pecah seketika, bulir-bulir cairan bening berlomba-lomba keluar dari kelopak mata. Dia jatuh terduduk, masih tidak percaya bahwa ia akan bertemu mereka. Sosok yang selama ini sangat ia rindukan.

Sentuhan lembut di bahunya membuat Zeyra membeku. Dia merasakan jemari besar menyentuh dagunya. Pria yang ia yakini adalah sosok ayahnya, menatap Zeyra dengan tatapan teduh. Pria itu mengusap air mata di kedua pipi putrinya.

Jangan menangis, putriku.

"A-ayah?" lirihnya.

Putriku kini telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Kemarilah, Ayah ingin memelukmu.

Pria itu merentangkan tangan dengan senyum yang tak pudar. Tanpa ragu, Zeyra segera menubrukkan dirinya. Dia menangis kencang, tak kuasa menahan tangis bahagia dan sedih di saat yang bersamaan.

Wanita muda itu memandang Sura. Mereka berdua kemudian ikut bergabung bersama ayah dan anak itu. Mereka saling berpelukan. Menyalurkan rasa rindu yang teramat dalam. Sudah sangat lama Zeyra menantikan momen ini. Di mana ia akhirnya bisa merasakan pelukan hangat kedua orangtuanya. Zeyra sangat bahagia. Rasanya dia ingin serakah dan tidak mau melepaskan mereka.

Namun, tak lama kemudian mereka menguraikan pelukan. Zeyra menatap sedih dengan bibir cemberut, ia merasa seperti kehilangan sesuatu. Wanita muda itu terkekeh geli, dia mencium kedua pipi putrinya.

Kami sangat menyayangimu.

"Zey juga! Zey sangat menyayangi kalian!" pekik Zeyra. Dia merentangkan tangan, ingin kembali memeluk mereka tetapi usapan lembut di puncak kepalanya membuat Zeyra mengerjap.

Putriku, kau anak yang hebat, kuat dan pintar. Kami bangga padamu bisa bertahan selama ini.

Jangan menangis, Sayang. Kami selalu ada di sisimu.

Kali ini pandangan Zeyra tertuju pada Sura, neneknya. Dia mengerucutkan bibir hendak menangis lagi. Sura menghela napas, dia menoyor pelan kening cucunya sembari tertawa.

Astaga, aku baru tahu cucuku sangat cengeng.

"Nenek," ujar Zeyra, manyun. Sontak membuat mereka tertawa geli.

Kami tidak punya banyak waktu sekarang. Selamanya, kau adalah putri kebanggaan kami. Berbahagialah, Nak. Kau harus ingat bahwa kami selalu ada di sisimu.

Mereka bertiga saling pandang kemudian tersenyum kecil. Entah mengapa, Zeyra merasa seperti ada sesuatu yang tidak mengenakkan dari ucapan ayahnya.

Dia segera meraih tangan kedua orangtuanya. "Zey akan tinggal bersama kalian, kan?" tanya Zeyra, menatap penuh harap.

Belum waktunya, Nak. Sekarang bangun dan hadapi. Percayalah kebahagiaanmu akan segera datang.

Telapak tangan sang ibu menyentuh dada Zeyra.

Seseorang sedang menunggumu.

"Ibu?" Sebelah tangan ibunya yang tengah ia genggam perlahan terlepas. "Ayah? Nenek?" Zeyra panik bukan main.  Dia mengulurkan tangan, berusaha meraih mereka yang berjalan menjauh darinya.

"Kalian mau pergi ke mana? Zey ikut! Bawa Zey pergi bersama kalian!" jerit Zeyra histeris. Dia berdiri dengan susah payah. Sekuat tenaga berlari, tetapi sedikit kesusahan karena tiba-tiba saja tubuhnya memberat. Seolah-olah ada sesuatu yang menahan pergerakannya.

"Ayah! Ibu! Nenek!"

Suara tangisan kembali terdengar lebih kuat. Air mata berjatuhan melihat mereka yang terus berjalan menjauh, menghiraukan teriakan Zeyra. Sebuah cahaya putih muncul menelan kedua orang tua beserta neneknya.

"Jangan tinggalkan Zey! Ayah, ibu!"

"Zey tidak mau tinggal sendirian! Nenek! Tolong kembali! Bawa Zey bersama kalian!" jerit Zeyra putus asa.

"Tidak!"

***

Di dalam ruang kamar yang cukup luas. Alesa terduduk di samping ranjang besar miliknya. Dia meraih sebelah tangan seorang gadis yang terbaring lemah di sana. Ekspresi Alesa terlihat sendu.

"Zeyra, sebenarnya apa yang telah kau lalui hingga menjadi seperti ini?" tanyanya. Sudah empat hari Zeyra tidak sadarkan diri. Selama itu pula, Alesa senantiasa menemani dan menunggu sahabatnya.

Malam itu Alesa tengah melakukan perjalanan menuju mansion Geogra untuk menemui Zeyra. Dia ingin segera bertemu Zeyra setelah mendengar berita tentang kematian neneknya. Saat itu ia sedang ada urusan di luar negeri dan tidak bisa menemani sahabatnya.

Begitu tak sengaja ia melihat Zeyra di pinggir jembatan hendak melompat, Alesa segera memerintahkan orang suruhannya untuk menyelamatkan Zeyra. Begitu pula dengan dirinya yang terburu-buru menghampiri sahabatnya. Nyaris saja Zeyra melompat jika dirinya tidak segera menarik lengan gadis itu tepat waktu.

Zeyra dalam keadaan tidak baik-baik saja. Pakaian gadis itu lusuh beserta wajahnya yang sembab. Tubuh Zeyra sangat dingin, gadis itu pingsan di pelukannya. Awalnya Alesa hendak membawa Zeyra ke rumah sakit tetapi niatnya ia urungkan. Lebih baik membawa gadis itu ke kediamannya dan diperiksa oleh dokter pribadi keluarganya.

Saat perjalanan pulang, ia sempat melihat keributan dari kerumunan di pinggir jembatan. Di sana ada Geogra yang Alesa ketahui adalah kekasih Zeyra. Laki-laki itu tengah terlibat dalam perkelahian dengan Naden yang tengah berusaha melerai.

Alesa meraih ponsel berniat menghubungi kekasihnya itu. Tetapi suara lirih yang berasal dari Zeyra menghentikannya.

"Dia jahat..."

"Geogra jahat."

Alesa menghela napas, tangannya beralih mengusap kening Zeyra yang berkeringat. Dalam benaknya bertanya-tanya. Apa hubungan Zeyra dengan laki-laki itu sedang bermasalah? Atau malah laki-laki itu yang telah menyakiti Zeyra hingga sahabatnya berniat bunuh diri?

Untuk itu, Alesa memilih untuk tidak memberitahu keberadaan Zeyra pada siapapun.

Ketukan pada pintu mengalihkan pandangan Alesa. "Masuk."

Seorang pria memasuki ruangan itu, lantas menunduk saat berhadapan dengan Alesa.

"Saya mendapatkan informasi tentang Nona Zeyra, Nona."

"Baiklah, katakan." Alesa berujar, memutar duduknya menghadap pria itu.

"Geogra, pewaris Zergant akan melaksanakan pertunangan dalam waktu dekat dengan putri dari rekan kerja keluarga Zergant. Camela Meysara."

"Apa?" Alesa berdiri dari duduknya secara tiba-tiba membuat pria itu terkejut. "Bagaimana bisa?! Lalu bagaimana dengan Zeyra?!"

"Benar, Nona. Berita tersebut sudah tersebar di berbagai media publik."

"Sialan!" desis Alesa tak terima.

"Selain itu, berita tentang hilangnya putri keluarga Zergant yang tak lain adalah Nona Zeyra. Tampaknya mereka sedang melakukan pencarian Nona Zeyra hingga saat ini."

Alesa mengatur deru napasnya yang tak beraturan. Dia mengangkat tangan. "Baiklah, kau bisa pergi."

"Tunggu! Perketat penjagaan di kediamanku. Pastikan keberadaan Zeyra tidak ada yang mengetahuinya termasuk Naden, kekasihku."

"Baik, Nona."

"Kau boleh pergi."

Pria itu mengangguk lantas pamit meninggalkan ruangan itu. Alesa memejamkan mata berusaha mengatur emosinya yang akan meledak. Tatapannya beralih pada Zeyra yang masih belum sadarkan diri. Dia terduduk lemas. Bagaimana bisa itu terjadi Zeyra? Alesa yakin, mungkin itu sebabnya Zeyra ingin mengakhiri hidupnya. Setelah ditinggalkan oleh neneknya, gadis itu pasti putus asa ketika kekasihnya malah mengkhianati dirinya.

Alesa memukul meja di samping ranjang dengan keras. Ia mengepalkan tangan. Selain marah pada Naden karena kekasihnya itu tidak mengatakan apa-apa padanya, ia juga amat sangat membenci Geogra kali ini. Jika ia tahu akhirnya akan begini, harusnya saat itu ia mencegah Zeyra berhubungan dengan laki-laki bajingan itu.

"Lihat saja, Geogra. Aku takkan membiarkanmu menemukan Zeyra. Aku akan membuatmu menyesal sialan!"

"Kau menyakiti sahabatku, maka kau berurusan denganku."

***

Para pelayan menundukkan pandangan begitu melihat kedatangan Camela ke mansion bersama kedua orangtuanya. Gadis dengan tatapan angkuh itu menyerahkan barang bawaan pada Bu Inah.

"Tolong bawakan dan siapkan untuk Tante Rashelyna. Aku ingin kau cepat melakukannya."

"Baik, Nona." Bu Inah beranjak dari sana, melaksanakan perintah Camela. Di sisi lain, Fani memandang tak suka. Lihat, gadis pemarah yang akan bertunangan dengan tuannya itu bersikap sangat sombong dan angkuh.

"Hei, kau."

Fani terkejut mendapati Camela yang memanggilnya. Dengar ragu ia mendekat. "Ya, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa kau akan menemui Geogra?" tanya Viesa.

Camela mengangguk. "Ya, Mom."

"Baiklah, kalau begitu Mom akan pergi melihat kondisi Rashelyna." Viesa tersenyum mengusap puncak kepala putrinya sebelum melangkah lebih dulu menemui Rashelyna bersama Erdan, suaminya. Ya, alasan mereka datang kemari karena ingin menjenguk Rashelyna yang sedang sakit. Katanya wanita itu syok dan berakhir jatuh sakit setelah mendengar kabar bahwa Zeyra hilang.

Camela melirik Fani dari atas sampai bawah kemudian berdecih. "Antarkan aku ke kamar Kak Geo!" Jelas dia tahu siapa pelayan ini. Pelayan yang selalu menatapnya sinis ketika dirinya datang ke mansion. "Ingat kau hanya pelayan. Perhatikan tingkah lakumu dan bersikap sopan pada majikanmu. Sebentar lagi aku akan menjadi nyonya di mansion ini."

Fani memejamkan mata menahan rasa kesal. Dia hanya bisa menunduk sembari mengangguk. Seharunya kau yang perhatikan sikapmu! Lancang sekali datang langsung pergi menemui tuannya bukannya menemui Nyonya Besar terlebih dahulu, batin Fani geram.

"Percepat langkahmu, lelet sekali," ujar Camela berdecak.

"Baik, Nona."

Mereka berdua berjalan menuju kamar Geogra. Saat telah sampai di depan pintu, Camela menunjuk menggunakan dagu menyuruh Fani membukakan pintu tersebut. Namun, Camela tidak menemukan keberadaan Geogra di sana. Tempat itu kosong dan rapi tanpa pemiliknya.

"Di mana Kak Geo?"

"Ehm, sepertinya Tuan Muda s-sedang berada di ruang kerja, Nona."

"Ck, mengapa kau tidak bilang daritadi!" Camela memukul bahu Fani dengan keras membuat pelayan itu mengaduh kesakitan.

"Pelayan tidak berguna!" Camela pergi begitu saja meninggalkan Fani.

"Sial, sakit sekali," ucap Fani meringis, mengusap bahunya. Fani tidak bisa membayangkan jika Camela benar-benar menjadi majikannya. Mungkinkan gadis itu akan melakukan kekerasan pada para pelayan jika melakukan kesalahan walau sedikitpun?

Fani menghela napas. Kini ia menjadi teringat Zeyra. Jika saja gadis itu masih ada di sini. Jika saja Fani mencegah kepergian Zeyra dan mengatakan kebenarannya.

***

Sosok laki-laki yang sudah beberapa hari berdiam diri di kamar sempit tempat Zeyra. Dia terduduk di samping ranjang sembari memejamkan mata. Wajahnya yang tampan tampak lelah disertai bagian bawah matanya yang menghitam.

"Zeyra, berani sekali kau pergi tanpa izin dariku," gumamnya lirih.

Dia yang terlihat tidak peduli tentang Zeyra. Padahal dalam hatinya, ia tengah merasakan penyesalan. Menyesal karena tidak bisa mencegah gadis itu. Menyesal karena tidak bisa menemukan keberadaan Zeyra. Dia membantah ucapan para bawahannya yang mengatakan bahwa gadis itu mungkin sudah tiada.

Bahkan tak segan-segan ia membunuh para bajingan yang tidak bisa diandalkan itu. Sang ibu beserta adiknya kini bersikap dingin padanya. Arkielga bahkan tidak mengizinkan Geogra untuk menemui ibunya yang sedang sakit.

Sial!

Dia mati-matian menahan suatu emosi yang bergejolak dan akan meledak kapan saja. Entah itu amarahnya yang ingin menghancurkan seseorang penyebab kepergian gadisnya atau sesuatu yang sudah sedari tadi mendesak keluar dari kelopak matanya.

Geogra seperti kehilangan sesuatu dalam dirinya. Dia menekan dadanya yang berdenyut menggunakan tangan. Semua orang tidak tahu, bahwa dirinya kesakitan. Hatinya, sakit.

Laki-laki itu membuka matanya yang sudah memerah. Dia meraih ponsel milik Zeyra yang tertinggal di kamarnya. Membuka aplikasi foto di sana. Sudut bibir laki-laki itu sedikit tertarik melihat sebuah gambar yang menampilkan sosok gadis yang tengah tersenyum kaku di depan kamera.

Jemarinya mengelus layar tersebut. "Percayalah, aku melakukan ini hanya untukmu." Geogra kembali memejamkan mata sembari memeluk benda persegi panjang itu. Katakanlah ia gila. Ya, dia memang sudah gila. Kepergian Zeyra membuatnya menjadi gila.

Tok! Tok!

Laki-laki itu menggeram. "Sudah kukatakan, jangan menggangguku! Kalian ingin mati?!"

"Kak Geo ini aku."

Dalam keadaan gelap, Geogra mengerutkan kening. Dia melihat sosok gadis melangkah memasuki ruangan, mendekat ke arahnya. Namun, entah mengapa di matanya saat ini sosok itu malah terlihat seperti Zeyra.

"Zeyra?" gumam Geogra, lirih.

Gadis itu duduk di sampingnya, wajahnya tidak terlihat jelas. Tangannya terulur mengusap rahang Geogra dengan lembut membuat laki-laki itu memejamkan mata.

"Aku di sini, Kak Geo."

Laki-laki itu menarik pinggang Camela dan memeluknya erat. "Jangan pergi. Aku merindukanmu."

Camela tersenyum lebar. Tidak disangka Geogra yang lebih dulu memeluknya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, ia dengan senang hati melingkarkan tangannya di leher Geogra membuat posisinya amat sangat dekat sampai bisa merasakan napas hangat lelaki itu.

Kali ini aku akan membuatmu tunduk padaku, batin Camela, menyeringai.

***

To be continue

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

4.3M 252K 54
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
45.4K 2.1K 55
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA AGAR BISA ENJOY READ DALAM VERSI LENGKAP] Terjebak cinta masa lalu, terjebak dengan orang yang telah pergi. Tidak bisa hidup...
242K 23K 60
DILARANG PLAGIARISME. "Adek Mingyu punya nya siapa?" "Punya Daddy!!!"
521K 39.3K 45
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...