GEOGRA

By iceynda

2.9M 123K 4.3K

Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat... More

PROLOG
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 47
CHAPTER 48
CHAPTER 49
CHAPTER 50
CHAPTER 51
CHAPTER 52
CHAPTER 53
CHAPTER 54
EPILOG
EXTRA CHAPTER
EXTRA CHAPTER

CHAPTER 46

39.9K 2K 262
By iceynda

"Bagaimana, Sayang? Apa kau senang sekarang?" Viesa duduk di samping ranjang Camela. Dia tersenyum kecil melihat anggukkan antusias dari putrinya.

"Sangaaaaat senang, Mom. Akhirnya Camela akan segera bertunangan dengan Kak Geo," jawab Camela, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat. "Terima kasih, Mom. Ini semua berkatmu."

Viesa terkejut saat Camela tiba-tiba memeluknya dengan sangat erat. Dia menggelengkan kepala sembari mengusap puncak kepala putrinya. Viesa sangat menyayangi Camela, putri satu-satunya. Apapun akan ia lakukan agar putrinya bahagia.

"Sama-sama, Nak."

Camela memejamkan mata dengan senyuman yang masih tercetak jelas di wajahnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa dia amat sangat senang. Keputusan Geogra benar-benar membuatnya sebahagia ini. Jantung Camela berdebar-debar. Tidak sabar menunggu hari pertunangannya.

Gadis itu menguraikan pelukan. "Mom, apa Tante Rashel akan percaya padaku?" tanyanya.

"Tentu saja. Kau tidak perlu khawatir. Rashelyna pasti akan percaya padamu. Lagipula Rashelyna sudah lama mengenalmu dibanding gadis yang entah dari mana asalnya itu. Mom yakin, Rashelyna akan berada dipihakmu," jelas Viesa.

"Tapi bagaimana jika dia mengatakan kebenarannya pada Tante Rashel, Mom? Bagaimana jika Tante Rashel lebih mempercayainya?"

Viesa terkekeh melihat raut cemas putrinya. "Tidak akan. Percaya padaku." Kemudian wanita itu meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ia mengotak-atik benda tersebut sebelum menunjukkan sesuatu pada Camela. "Sekarang bukankah seharusnya kau tidak perlu cemas lagi?"

Kening Camela mengernyit, ia menyipitkan mata. Menatap rekaman video di layar ponsel milik sang ibu. "Apakah itu Zeyra, Mom?" Camela seketika berbinar mendapat anggukan dari Viesa.

Di dalam rekaman tersebut menampilkan sosok Zeyra yang tengah berdiri di atas pagar pembatas jembatan disertai orang-orang yang berkerumun. Penampilan Zeyra yang terlihat lusuh dan berantakan itu seketika membuat keduanya tertawa.

"Astaga, Mom. Bagaimana bisa?"

"Ya, pada dasarnya memang gadis bodoh," balas Viesa. Dia segera memasukkan kembali ponselnya saat mendengar pintu dibuka, Erdan memasuki ruangan.

"Apa yang kalian bicarakan hingga terlihat serius begitu?" tanyanya.

"Tidak, Sayang. Hanya saja putri kecil kita sepertinya sudah tidak sabar bertunangan dengan lelaki pujaan hatinya." Viesa berdiri, menghampiri Erdan. Dia tersenyum kecil dibalas senyum manis pria itu.

"Benarkah?" Erdan memasang ekspresi cemberut, seolah tidak suka. "Jadi putriku sudah berpaling pada laki-laki lain selain ayah, hm?"

"Ya ampun. Apa Ayah cemburu?" ujar Camela tertawa geli. Gadis itu merentangkan tangan yang langsung disambut oleh sang ayah. "Walaupun begitu, Ayah adalah orang yang paling aku sayangi. Camela tidak akan pernah melupakan Ayah. Ayah tenang saja."

Viesa menggelengkan kepala melihat tingkah anak dan suaminya itu. Hatinya seketika menghangat mendapati wajah ceria putrinya. Bibirnya melengkung, tersenyum tipis. Semoga putrinya selalu bahagia.

***

"Apa yang tengah gadis itu lakukan?"

"Cepat beritahu dia agar segera turun!"

"Wah, anak muda zaman sekarang begini ya. Serumit apa masalah hidupnya hingga ingin bunuh diri?"

"Tidak salah lagi. Pasti masalah percintaan. Ck!"

"Benar-benar ya!"

Aura menyeramkan menguar dari sosok laki-laki yang berlari cepat membelah kerumunan. Dia menggeram kesal, amarahnya sudah tidak bisa dibendung lagi, dia menepis kasar orang-orang yang menghalangi jalannya.

"Minggir!"

Sentakan seseorang membuat mereka terkejut sekaligus mencibir, akan tetapi mereka segera menyingkir memberikan jalan untuk laki-laki itu. Namun saking banyaknya yang berkerumun, Geogra sedikit kesulitan. Mereka bahkan hanya diam saja, tidak ada niatan untuk mencegah gadis itu agar tidak loncat dari atas sana.

Urat-urat yang menonjol di sekitar leher beserta wajahnya yang memerah menandakan bahwa Geogra sangat marah. Netra gelapnya menghunuskan tatapan tajam. Walaupun begitu kepalan tangan laki-laki itu gemetaran. Jantungnya semakin berdetak kencang. Dadanya terasa sesak melihat Zeyra merentangkan tangan, bersiap untuk melompat.

Tidak, Zeyra!

Sedikit lagi.

Geogra mendorong kasar seseorang bertubuh besar di depannya. Begitu dirinya telah sampai tepat di pembatas jembatan, tubuh Geogra membeku. Napas laki-laki itu tak beraturan. Tatapannya meredup. Saat ini ia merasa jiwanya seperti ditarik. Dengan gontai, Geogra mendekat. Ia mengulurkan tangan dengan gemetaran.

Terlambat. Dia sudah terlambat.

"Tidak... Kau pasti tidak melakukannya, kan?" ujar Geogra lirih. Ya, sosok gadis yang tadi berdiri di tempat ini sudah menghilang. Geogra mencoba naik untuk memastikan keberadaan Zeyra di bawah sana tetapi seseorang menghentikannya.

"Kau gila, Gra! Kau mau mati?!" Naden menarik lengan Geogra. Suara pekikan terdengar saat Geogra melayangkan pukulan tepat di wajah Naden.

"Ke mana dia?!" sentak Geogra. Laki-laki itu menghunuskan tatapan tajam pada semua orang yang masih berkerumun di sana.

Dia meraih kerah seorang laki-laki yang berada tak jauh darinya. "Ke mana gadis itu sialan!"

"Saya melihatnya melompat dari sana, Tu—" Lelaki itu langsung jatuh tersungkur ketika Geogra meninju kepalanya. "Apa yang—Ukhhh."

Seolah tak puas, Geogra kembali memukul lelaki itu dengan membabi buta, melampiaskan amarahnya. "Kenapa tidak kau hentikan bajingan!" Berbagai macam umpatan keluar dari mulut laki-laki itu.

Orang-orang yang berkerumun mulai mundur melihat adegan mengerikan di depan mata. Namun sebelum mereka bubar, Geogra sudah lebih dulu memberikan sebuah ancaman. Apalagi laki-laki itu menatap mereka dengan tatapan bengis.

"Akan kubunuh kalian semua!"

Dia menginjak perut lelaki di bawahnya tanpa perasaan hingga sang empu menjerit kesakitan. Geogra kemudian melepaskan lelaki itu tergeletak begitu saja. Dada Geogra naik turun, dia mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat terkena pukulan dari lelaki itu.

Geogra melangkah menuju tempat di mana Zeyra melompat. Dia memukul tembok pembatas itu dengan cukup kuat.

"Zeyra," panggil Geogra. Suaranya yang berat terdengar gemetar. Laki-laki itu terkekeh dengan sorot mata sendu. "Beraninya kau meninggalkanku."

***

"Nyonya, silakan."

Rashelyna mengangguk singkat. Dia meraih cangkir berisi air putih lantas meminumnya. Arkielga menghela napas pelan, ia mengusap perut sang istri yang membuncit itu.

"Baby."

"Di mana Zeyra?" tanya Rashelyna, mengabaikan suaminya yang kini tengah cemberut kesal. Wanita hamil itu menyorot Bu Inah selaku pelayan di mansion putranya.

Bu Inah menunduk sembari memainkan kedua tangannya, cemas. "Tadi siang Zeyra izin pergi mengunjungi makam neneknya, Nyonya."

"Apa?" Rashelyna yang mendengar itu melotot lantas menegakkan tubuh membuat Arkielga tersentak. "Zeyra pergi dengan siapa? Apa dia pergi sendiri?"

"Iya, Nyonya. Awalnya saya yang akan menemaninya, tetapi Zeyra menolak."

"Sampai sekarang Kak Zey belum pulang?" tanya Giselle.

Bu Inah mendongak menatap Giselle. "Benar, Nona. Sejak tadi saya menunggunya. Tetapi Zeyra tak kunjung pulang."

"Astaga, Mom, Dad. Bagaimana ini? Giselle takut terjadi sesuatu pada Kak Zey, Mom." Mengingat terakhir kali Zeyra menangis histeris dan tak mau pulang saat di pemakaman, Giselle menjadi khawatir dan juga cemas.

"Siapa yang mengantarnya pergi?" tanya Arkielga.

Bu Inah ragu-ragu menjawab, "S-supir, Tuan."

"Panggil dia ke sini."

"Baik."

Bu Inah segera beranjak pergi dari sana. Tak lama kemudian ia kembali bersama seorang pria paruh baya yang tak lain adalah sang supir yang mengantar Zeyra menuju pemakaman.

"Duduklah," titah Arkielga. Supir itu pun menurut. Dengan ragu-ragu ia duduk tepat di hadapan Arkielga.

"Apa kau yang mengantar Zeyra?" tanya Rashelyna.

"Benar, Nyonya. Saya yang mengantar Nona Zeyra. Saya hendak menunggu nona, tetapi Nona Zeyra bersikeras menolaknya. Nona Zeyra menyuruh saya untuk kembali."

"Lalu kau langsung pulang begitu saja?" ujar Arkielga. Alisnya menukik tajam. Sedikit tidak suka dengan kinerja sang supir tersebut.

"Saya minta maaf, Tuan. Tapi setelah itu saya kembali untuk menjemput nona di pemakaman. Namun saat saya sampai, nona tidak ada di sana."

"Ya ampun, lantas di mana Kak Zey? Mom, sebenarnya Kak Zey sedang sakit."

"Zeyra sakit?" Rashelyna menggigit bibir. Dia beralih menatap Arkielga, suaminya. "Kiel," panggilnya. Seolah mengerti, Arkielga mengangguk pelan. Pria itu berdiri, merogoh ponsel di saku jasnya kemudian mulai mengetik sesuatu di sana.

"Mereka sedang mencarinya. Kau tenang saja," ujar Arkielga, mencium pipi istrinya.

"Tapi tetap saja, aku khawat—"

Brak!

Suara dobrakan pintu disertai langkah lebar seseorang membuat mereka yang berada di ruangan itu terlonjak kaget. Arkielga memejamkan mata sembari menggeram. Dia mengusap punggung istrinya, menenangkan.

"Di mana bajingan sialan itu!"

"Geogra!"

Rashelyna terkejut melihat kedatangan Geogra dengan penampilan acak-acakan. Tak lupa beberapa luka di sudut bibir beserta pelipisnya. Saat wanita itu hendak berdiri, ia dikejutkan oleh Geogra yang langsung menerjang sosok pria paruh baya di samping Bu Inah. Naden yang baru saja tiba, terbelalak. Dengan segera ia berlari, berusaha menghentikan aksi Geogra.

"Geogra, apa yang kau lakukan?! Hentikan!" jerit Rashelyna. Perintah dari sang ibu dihiraukan oleh putranya. Laki-laki itu menulikan pendengaran, ia menepis tangan Naden dan menyikut perut lelaki itu membuatnya mundur.

"Tidak becus, sialan!" umpat Geogra. Melayangkan tinjuannya ke wajah pria paruh baya itu. Sang supir hanya bisa pasrahbsambil sesekali meringis kesakitan.

Saat hendak memukul kembali, Geogra tiba-tiba tersungkur. Laki-laki itu menggeram kesal. Dia melirik Arkielga, sang pelaku yang telah mendorongnya menggunakan kaki.

"Cukup." Arkielga menatap Geogra datar.

Geogra menghela napas kasar. Dia memandang supir yang sudah tergeletak tak berdaya di lantai. Para bodyguard mulai berdatangan, mengangkat tubuh pria paruh baya itu untuk segera dibawa ke rumah sakit.

Ayah dan anak itu saling melempar tatapan tajam. Geogra mengumpat seraya menendang sofa dengan kasar. Dia mengepalkan tangan berusaha mengatur emosinya.

Plak!

Rashelyna, wanita itu yang menampar pipi putranya. Kedua matanya berkaca-kaca. Dia tidak menyangka, putranya telah berbuat kasar pada orang yang lebih tua darinya.

"M-mom?" Geogra memegang pipinya. Dia menatap sang ibu tak percaya.

"Apa yang kau lakukan hah? Aku tidak suka kau berbuat kasar seperti itu," ucap Rashelyna marah. Geogra memejamkan mata, amarahnya masih belum reda. Kecewa, marah, sedih, semuanya menjadi satu. Geogra tidak tahu harus bagaimana. Pikirannya sedang kalut kali ini. Ia kelepasan melakukannya di depan Rashelyna, ibunya.

"Mom kecewa padamu Geo. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?! Aku tidak pernah mengajarimu seperti itu!"

Arkielga berdehem, dia yang mendengar itu seketika mengalihkan pandangan.

"Jawab aku Geogra! Apa selama ini kau suka berbuat kasar pada orang-orang di mansion?!"

Detik itu juga pertahanan Geogra runtuh. Tubuh laki-laki itu merosot ke bawah, tepat di kaki Rashelyna.

"Geo? Apa yang—"

Rashelyna tertegun melihat pundak putranya yang bergetar.

"Mom, Zeyra..." lirihnya.

"Kak Zey? Di mana Kak Zey?" sahut Giselle heboh.

Geogra terdiam, laki-laki yang matanya sudah memerah itu menggertakkan gigi.

"Sebenarnya saat kami pulang dari rumah sakit. Kami melihat Zeyra."

"Apa? Kalian bertemu dengannya? Sekarang di mana Zeyra? Apa kalian bersama Zeyra?" Rashelyna yang awalnya marah kini terlihat cemas.

Naden menahan napas. Dia terlihat ragu untuk mengatakannya. "Zeyra... D-dia melompat dari jembatan," cicitnya. Ucapan Naden berhasil membuat Rashelyna ambruk tak sadarkan diri di pelukan Arkielga.

***

To be continue

Continue Reading

You'll Also Like

11.1K 2K 88
Ketika gadis yang sering dibully menjadi rebutan tiga pria tampan. "Gue sebagai sahabatnya Sita, gak ngijinin lo secuilpun buat sentuh dia!" -Bagus. ...
LEVANADA By lyraa

Teen Fiction

2.1M 166K 52
Nada rela datang ke kota untuk bekerja dan rela meninggalkan sekolah nya. Situasi yang memaksa nya melakukan ini, hidup selama bertahun tahun di pant...
49.4K 1.9K 41
Cowok kalem a.k.a good boy โˆš Di paksa jadi ketua Gang โˆš Sekalinya marah bikin ketua Gang sebelah tepar โˆš *** Namanya, Sagama Neo Nugraha. Anak Bund...
1.3M 73.8K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...