REVERIE

Od andywylan

718 160 143

[ DWC NPC 2024 - Kumpulan prosa ] *** Beberapa cerpen, awal mula kisah-kisah yang lebih panjang, dan sampin... Více

Ayo menulis, kan belum gila.
⁕ Penyihir Jompo dan Duke yang Dikandang ⁕
⁕ Nyonya Sinting dan Belasan Anak Pembunuh ⁕
⁕ Nila dan Anak Lelaki Tak Kasat Mata ⁕
⁕ Ribuan Korban dan Pria yang Menangis ⁕
⁕ Sebuah Kencan dan Sekelebat Kejahatan ⁕
⁕ Kutukan Siren dan Merman yang Bodoh ⁕
⁕ Topeng Menangis dan Pohon Mati ⁕
⁕ Singapura dan Solo ⁕
⁕ Sang Dewa dan Gadis yang Terseret Badai ⁕
⁕ Hikayat Jahanam dan Seruan Mati ⁕
⁕ Bunga-bunga dan Ternyata Alien ⁕
⁕ Pengamen Magis dan Uang Petaka ⁕
⁕ Putri Penjahit Terjelek dan Kebahagiaannya ⁕
⁕ Penutupan dan Pengumuman ⁕

⁕ Caramel Macchiato dan Matcha Tea Cake ⁕

32 8 23
Od andywylan


Semua itu bermula dari ketidaksengajaan, dan ketika kita memilih untuk sengaja menyelam lebih jauh, semestinya kita harus ingat bahwa ada risiko kegagalan.

Namun, oh, kita sedang membicarakan cinta.

Sayang sekali Mina tidak ingat dengan peringatan apapun, termasuk jejak trauma dari berbagai pengalaman lalu-lalu. Itu karena serbuan oksitosin yang membuatnya kewalahan. Ia jarang disapa oleh hormon satu ini—wajar dia agak depresi soal percintaan—sehingga saat pintu hatinya diketuk, Mina berbunga-bunga betul.

Setiap kali ada yang mengingatkan, pembelaannya mantap: ayolah, aku ingin jatuh cinta dengan normal.

Dengan begitu kawan-kawannya menjadi bungkam. Mereka pikir Mina ada benarnya. Gadis itu tak pernah berhasil mengencani siapa-siapa. Kalaupun ada kencan yang berhasil, itu karena lelakinya brengsek dan pandai menyenangkan hati, sebelum beranjak untuk gadis yang lebih menarik daripada Mina.

Yah, semoga Mina berhasil kali ini. Toh yang memulai duluan adalah si pemuda.

Si pemuda yang dimaksud, Farrell, adalah barista di kafe langganan Mina. Gadis itu sedang berjalan ke sana sekarang. Kafe yang dekat dari rumah, high-end, dan membuatnya betah duduk selama enam hingga tujuh jam. Segalanya sempurna bagi Mina, dan menjadi berkali-kali lipat lebih hebat saat barista yang diam-diam dikagumi kini mengenalinya.

Kejadiannya bermula dari minggu lalu, saat Rachel tidak bisa menemani Mina ke kafe karena urusan lain. Tak masalah, Mina juga kadang-kadang ke kafe sendirian. Kemudian, pada saat itulah, Farrell menyapa Mina dari balik kasir. Tatapan matanya berbeda—begitu menurut Mina—kemudian disusul oleh kejutan menyenangkan.

"Pesanan atas nama siapa?" itu adalah pertanyaan wajib, tetapi Farrell tidak menunggu. Sebelum Mina menjawab, Farrell mengacungkan tangannya, tersenyum culas, dan berkata, "Mina, kan?"

Mina rasanya ingin melambung saat itu juga. Farrell ingat namanya, padahal ia melayani ratusan pelanggan tiap hari! Ini seperti keajaiban. Otaknya pun berputar cepat saat mengendus kesempatan untuk mengobrol ini. Dia bisa berbasa-basi dengan "Oh, kau ingat? Pasti karena aku sering datang kemari, ya?" tetapi tampaknya Mina terlalu lama menimbang-nimbang, sebab sekarang Farrell sudah mengganti topik.

"Ada lagi yang mau dipesan?"

Hilang sudah kesempatannya. Kalau dia mencoba mengajak mengobrol dengan kata-kata tadi, maka momennya tidak cocok. Dan Mina akan terlihat terlalu salah tingkah. Ia tidak mau begitu.

"Oh, um ... caramel macchiato dan satu matcha tea cake." Pada akhirnya Mina gagal mengajak mengobrol, tetapi ia sangat senang dengan kenyataan bahwa Farrell mengingatnya.

Beberapa jam kemudian ia menceritakan pengalaman itu kepada kawannya.

"Sungguh, Mina? Aku yakin dia mengingatmu karena kau datang ke sana setiap minggu."

Mina ingin sekali mencubit bibir kawannya itu karena telah memadamkan kesenangannya. Tapi, ha! Ia sedang berbunga-bunga, dan ia tak pernah merasa seperti ini. Ucapan pemadam kesenangan itu takkan menggoyahkannya.

"Aku ingin jatuh cinta dengan normal. Apa tidak boleh?" Mina membalas dengan jengkel. Hatinya mulai berdenyut-denyut samar, reaksi yang biasa didapat saat menyaksikan orang lain sukses jatuh cinta sementara dirinya tidak. "Selama ini aku selalu pergi bersama Rachel, dan semua orang memerhatikannya. Baru ini ada orang asing yang memerhatikanku. Apa tidak boleh?"

Saat Mina mengulangi ucapan terakhir itu, matanya sudah berkaca-kaca tanpa aba-aba. Ada rasa sesak yang menyusul saat ia menyadari sesuatu juga: ia baru diperhatikan saat tidak bersama Rachel, yang notabene selalu mencuri perhatian orang-orang dengan kecantikan dan keceriaannya. Kau mungkin berpikir ini klise, tetapi itu benar adanya.

Kawannya yang sekarang tidak berani berkomentar. Mina ada benarnya, walau sang kawan tetap merasa bahwa Mina tidak bisa serta-merta jatuh cinta hanya karena barista favorit telah mengingat namanya.

Sekarang, seminggu kemudian, Mina datang ke kafe itu lagi sendirian. Kali ini Rachel sibuk untuk wawancara kerja di ibukota. Tak masalah, toh ada Farrell ada di sana, walau bukan di belakang konter kasir. Kali ini Farrell yang meracikkan minuman. Caramel macchiato kesukaan Mina. Farrell pula yang memanggilnya untuk mengambil pesanan di konter. Saat tatapan mereka bertemu, Farrell tersenyum dan menyapa.

"Hei, Mina. Sendirian?"

Mina bersumpah ini akan menjadi awalan yang baik. Farrell mengajaknya mengobrol.

Mina mengangguk. Sekarang ia akan menggunakan kesempatan untuk menanyakan hal yang belum sempat terucap minggu lalu. "Kamu mengingat namaku. Apa karena aku terlalu sering datang?"

Farrell tertawa. Senyumnya begitu manis. "Bukankah itu hal yang bagus?" katanya. Sayangnya setelah itu tak ada obrolan lagi karena Farrell harus membuatkan minuman milik pelanggan lain. Namun itu sudah cukup bagi Mina. Ia kembali ke mejanya dengan hati berbunga-bunga dan langkah ringan.

Farrell bilang kedatangannya adalah hal yang bagus. Apakah itu berarti Farrell senang dengan kehadiran Mina? Dan senyum itu—tawa itu! Oh, Mina benar-benar tak bisa mengungkapkan isi hati.

Sorenya, saat Mina menyampaikan itu ke kawan curhatnya, sang kawan kembali refleks menjawab, "Tentu saja dia senang kamu datang, kan uangmu bakal menjadi gajinya."

"Diamlah." Ketik Mina sambil mengirim stiker menampar ke ruang obrolan. Sang kawan tertawa dan meminta maaf.

"Sepertinya memang tanda-tanda bagus. Semoga beruntung, oke?" balas si kawan. "Semoga kamu benar-benar bisa jatuh cinta dengan normal. Maksudku, cintamu bisa terbalas."

Mina mengamini.


⁕⁕⁕


Mina datang lagi di minggu selanjutnya. Itu berarti sudah dua minggu sejak Mina datang sendirian ke kafe ini. Rachel pun berkabar bahwa dirinya diterima kerja di tempat idaman, sehingga tak bisa menemani Mina untuk bekerja secara WFH di kafe lagi. Mina tak keberatan.

Hari Rabu, pukul sepuluh pagi. Itulah jadwal rutin kunjungan Mina ke kafe. Kadang-kadang bisa telat juga, mungkin jam sebelas kurang sedikit. Namun itu tak masalah. Tempat duduk favoritnya akan selalu kosong seolah-olah hanya berhak diduduki Mina pada hari Rabu.

Mina melangkah ringan ke arah kasir. Farrell sudah berada di sana, sedang menata croissant, saat melihat gadis tersebut mendekat. Sang barista pun menegakkan punggung dengan senyum cerah.

"Haloo." Nadanya lebih bersahabat daripada sebelumnya. "Mau pesan apa, Kak Mina? Seperti biasa?"

Pipi Mina bersemu merah. Gawat, ia tak bisa menyembunyikan senyumnya lagi sekarang. Farrell sudah menghapal pesanannya juga!

"Ya ... seperti biasa."

"Mhm." Farrell menulis nama Mina di gelas. "Omong-omong, sendirian lagi?"

"Oh, bena—"

"Rachel nggak datang, ya?"

Reaksi hati gadis itu begitu spontan. Rasanya ada yang berhenti berdetak, dan ada sesuatu yang patah di dalam dirinya saat Mina menatap Farrell. Pemuda itu mengangkat pandangan dari gelas dan tersenyum tipis. "Biasanya Mina datang bersama Rachel, kan?"

"Oh ... oh, ya."

"Sayang sekali, apa dia sibuk?" lanjut Farrell sembari mengambilkan sepotong matcha tea cake.

Sekujur tubuh Mina meremang sampai-sampai ia butuh waktu untuk menjawab. "Ya, um ... wawancara kerja."

"Ah, begitu. Semoga yang terbaik baginya." Farrell tersenyum. "Omong-omong semuanya sebelas dolar dan sepuluh sen."

Mina mengangkat ponsel untuk membayar, dan untuk pertama kalinya ia ingin membatalkan semua pesanan ini dan pulang saja. Berbagai pendapat dan asumsi memenuhi benaknya secepat kilat.

Hebat. Bahkan tanpa kehadiran Rachel di sisinya, gadis itu ternyata masih menarik perhatian. Sekarang sisi logis Mina hadir ke permukaan, mengalahkan bunga-bunga yang disiram subur selama dua minggu belakangan. Apa kau sadar bahwa Farrell membicarakan Rachel lebih banyak daripada saat mengobrol denganmu selama dua minggu terakhir ini, Mina? Farrell hanya menyebut namamu dan bertanya tentang kabarmu. Namun tentang Rachel—oh, Farrell berbicara lebih banyak! Dia bertanya mengapa Rachel tidak hadir, apa yang dilakukannya, dan mengucapkan harapan.

Mina begitu patah hati sampai-sampai langkahnya diseret saat menghampiri meja kesayangan ... oh, ia takkan duduk di sana lagi. Ia senang duduk di situ karena bisa diam-diam mengawasi Farrell dalam diam, karena mejanya menghadap konter barista. Sekarang Mina beralih ke meja yang membelakangi semua itu.

Kali ini ia tidak akan bercerita ke kawan curhatnya. Pasti dia akan menjadi bulan-bulanan. Sudah patah hati, diejek pula. "Tuh kan, kubilang apa," telah memenuhi benak Mina bagai hujan panah tanpa ampun.

Bodoh. Memangnya aku berharap apa? Kesadaran itu lantas menyusulnya dengan cepat. Sejak awal aku memang tidak beruntung dalam percintaan. Berbagai kata menyalahkan pun mulai berdatangan. Ia mengajakku mengobrol karena Rachel. Andai ada Rachel, dia takkan pernah berbicara kepadaku.

Semenjak saat itu Mina mulai jarang datang ke kafe tersebut. Sebenarnya, ini tidak seperti dirinya sendiri. Ia bisa saja bodoh amat dan tetap datang ke sana, karena itu adalah tempat kesayangannya. Namun siapa yang bisa memastikan hatinya akan tetap baik-baik saja? Toh kafe itu bukan satu-satunya. Ia masih bisa mengunjungi yang lain.

Rachel telah berpindah ke ibukota. Saatnya mengunjungi kafe di mana Mina tidak akan dikenal sebagai kawan Rachel, atau tempat untuk bertanya akan kabar sang gadis cemerlang yang selalu menarik perhatian.

Ya, lupakan saja semua itu. Sudah takdir Mina karena tidak bisa jatuh cinta dengan normal.


⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕

Prompt #10 : Ambil buku fiksi terdekat dari kalian, buka HALAMAN 6, lalu buat CERITA yang terinspirasi dari DUA KATA PERTAMA pada halaman tersebut.

Versiku: Buku "Nyaliku Kecil Seperti Tikus". Halaman 6 diawali dengan kata "Aku memang"

Bonus : aku putar gacha dan trope-nya "she fell first but he never fell" YAHAHAHA

Note:

Sesekali aku mau curhat ( ̄︶ ̄)memang benar, ya, jangan buat impresi pada seorang penulis karena pasti kau akan diabadikan dalam tulisannya hahaha.

Jadi dinamika hubungan Mina dan Rachel ini sungguhan, hanya saja didramatisasi demi kepentingan cerita ( ̄︶ ̄)aku dan kawanku (sebut saja Rachel) pernah berkunjung ke restoran pizza dekat rumahku. Waktu itu kami mengobrol dengan abang petugas kasirnya. Sebenarnya aku yang punya keperluan mengobrol, karena aku bertanya apa biaya ongkir ke rumahku bakal murah atau sama rata, sebab restorannya dengan rumahku adalah tetangga.

Tapi apa yang terjadi~? ( ̄︶ ̄)yup abangnya lebih suka ngobrol sama Rachel. Dia menjawabnya kepada Rachel, padahal yang tanya aku ( ̄︶ ̄)he literally ignored me. Aku jengkel sekali karena servicenya jelek lol tapi aku juga bakal jujur, aku mengakui aku memang tidak menarik dan Rachel sedang pakai riasan, jadi wajar saja kalau abang-abangnya malas melihatku dan lebih suka mengobrol dengan Rachel. Tapi tetap saja huh ( ̄︶ ̄)

⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕


Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.5M 31.9K 23
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
859K 24.3K 63
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
1M 112K 51
Virtexxion Valec FR tiba-tiba terbangun disebuah kamar rumah sakit, dirinya yakin bahwa ia bertransmigrasi ke Novel yang ia baca sebelum kecelakaan. ...