Dies Iræ [DWC NPC 2024]

By Nilakandiez

241 53 47

Seth pikir, dunia mungkin akan mengalami kiamat berkali-kali. More

0. Night Has Come
1. In the misty morning, on the edge of time
2. I'm a leaf-shaped shadow
3. Life is like a runway, and you're the designer
4.
5. The blood is on my hands
6. If i killed someone for you
8. Feeling like there's nothing I can do
9. Mango its mango day
10. Fly high dead body!
11. Gurita Kota
12. Kita rehat sejenak
13. Dino help me!
14. Romansa di liang lahat
15. Keluarga Halligan
16. Masa kecil Reginald
17. Seth dan senapan pertamanya
18. Mau mandi dengan gajah
19. Si Pemilik warung madura
20. Teman bagi Jese
21. Apakah kehidupan itu semacam nama kue?
22. Uang untuk beli mayat
23. Apa yang dirasakan Seth
24. Orter bertanya pada Seth
25. Percival ke ladang koko crunch
26. Kamar dan kawan-kawan
27. Pelangi
28. Seth sendirian di asrama

7. Quando judex est venturus

8 1 0
By Nilakandiez

Percival bukannya terobsesi dengan belajar, ia hanya ingin mewujudkan cita-citanya untuk mati dalam keadaan belajar, seperti moto keluarganya; belajarlah sampai mati. Tetapi hari ini ia tak dapat memastikan bisa mati sambil menulis esai hegemoni maskulinitas yang masih ia kerjakan, sebab perjalanan menemani Seth pulang ke Irlandia tak memberi waktu membuka drafnya sedetik saja. Rumah Seth bukan di pusat kota atau tempat ramai, letaknya sangat jauh di sebuah kota mati yang menghadap ke pantai setelah ribuan pohon raksasa memisahkannya dari peradaban modern.

"Apa keluargamu masih berburu dan meramu?"

Seth menyibak dahan pohon yang tumbuh ke bawah, mengahalangi jalan mereka. Ia mempersilakan Percival untuk melewatinya lebih dulu. "Ya, kadang-kadang." Ia menjawab dengan lempeng seolah itu seperti sesuatu yang sudah biasa mereka lakukan.

Padahal Percival hanya berniat sarkas, ia tak menyangka keluarga Seth masih benar-benar primitif. "Kau serius?"

Seth mengangguk. "Maksudku, berburu manusia dan meramu tanaman beracun," lanjutnya dengan nada tajam yang membuat Percival terbingung sesaat sebelum memahami ada peringatan dalam kata-katanya agar ia lebih berhati-hati ketika tiba di rumah Seth nanti.

"Kenapa kita tidak langsung teleportasi ke rumahmu saja?" Percival bertanya-tanya mengenai keputusan Seth yang mendaratkan mereka di tengah hutan, menyebakan mereka harus tahan dengan nyamuk yang merambati badan di sepanjang jalan.

"Halligan Manor sangat berbahaya dan mereka akan curiga jika aku muncul tiba-tiba."

"Memangnya kenapa kalau kau muncul tiba-tiba?"

Seth menepuk bahunya sendiri yang terasa dihinggapi nyamuk. "Mereka akan tahu aku kenal sang Ruang."

Percival mengerutkan kening bingung. "Apakah keluargamu berebut entitas astral atau kau memang lebih suka tidak kelihatan mencolok?" Ia mengikuti langkah Seth yang menyusuri jalan setapak baru, sepertinya mereka sudah dekat.

"Keluargaku saling berebut entitas astral, tetapi ada beberapa entitas yang cukup pilih-pilih dan tidak mudah dipanggil," jelas Seth sembari menyentuh ukiran lumut di pepohonan. "Misalnya sang Ruang, dia tak suka bau adik-adiknya ayahku."

Percival nyaris terpeleset kalau saja Seth tak segera memegang pinggangnya, seperti sedang melakukan waltz atau balet berpasangan. Keduanya bertukar tatapan canggung sebelum akhirnya saling berjauhan. Itu adegan yang sangat aneh!

Percival berdeham untuk memecah suasana. "Kenapa tidak suka baunya? Memangnya bau apa yang ia maksud?"

"Bau jiwa," kata Seth. "Bau jiwa mereka kurang terkutuk."

Percival tersedak ludahnya sendiri dan nyaris terpeleset lagi kalau saja pemandangan di depannya tak tiba-tiba membuat kedua netra madunya melotot terkejut. Pikirannya mulai kalut, apa pun yang disaksikannya saat ini bukan sesuatu yang wajar. Ia beringsut menjauh dari Seth setelah sadar dengan apa yang dikatakan anak itu beberapa saat lalu. Jika bau jiwa keluarga Seth kurang terkutuk, bagaimana dengan bau jiwa Seth?

Seth membiarkan Percival bereaksi demikian, ia hanya melambaikan tangan agar Percival tetap mengikutinya. "Jiwaku terkutuk bukan berarti aku bernafsu membunuhmu," katanya lugas. Kali ini ia tak akan membiarkan prasangka orang lain terhadapnya, terlebih lagi ini Percival, orang pertama yang mengajukan diri menemaninya kembali ke Halligan manor. Tempat yang sangat ia hindari, dan membuat sekutunya ketakutan tak akan menguntungkannya di sini.

Setelah berdebat dengan pikirannya, Percival mulai mengikuti langkah kaki Seth yang berjalan dengan hati-hati melewati tulang-belulang yang berserakan di ujung hutan. "Kau bisa membuktikan ucapanmu?" Bohong kalau ia bilang tak takut dengan Seth, pikirannya mulai membuat skenario-skenario gila untuk kabur dari Seth jika anak itu mengkhianatinya.

"Kalau aku berniat membunuhmu, aku pasti sudah melakukannya sejak tahun pertama," jawab Seth tanpa ragu.

"Hah? Kenapa?" Percival baru tahu ada orang yang bisa memiliki niat semacam itu padanya di awal pertemuan. Ia menahan napas beberapa kali saat melewati tengkorak manusia.

"Karena perkataanmu kadang-kadang agak kasar padaku."

Percival tak menyadari kalau selama ini perkataannya benar-benar disimpan Seth dalam hatinya dengan baik dan diingat sebagai motivasi membunuh kalau-kalau ia sudah punya hasrat membunuh. "Aku minta maaf," katanya penuh penyesalan.

Seth berhenti dan menatapnya sebentar sebelum kembali berjalan, menghindari jalan yang terang dan memilih berada di bawah lampu jalanan yang menyala kemerahan. Kota yang mereka lewati sudah mati, bangunan-bangunan roboh, tulang berserakan, dan listrik yang kadang-kadang masih menyala menambah suram suasana di sekitar mereka. "Manusia biasanya bertobat saat mereka mulai merasa takut," kata Seth tiba-tiba. "Apa kau takut padaku?"

Percival tetap diam dan berjalan di belakang Seth. Tak adanya jawaban membuat Seth yakin dengan dugaannya. "Bukan aku yang seharusnya kau takutkan, tetapi keluargaku."

Perjalanan melewati kota mati yang tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan kecuali kadal dan burung gagak yang beberapa kali lewat itu cukup lama sampai-sampai kaki mereka terasa pegal, sesaat lagi mungkin bakal patah kalau tak melihat gerbang besar di ujung kota. "Kita sudah hampir sampai," kata Seth dengan berat hati. Jalannya mulai melambat dan Percival menyadari perubahan ekspresinya yang semula datar mulai menegang. Sepertinya ia mulai yakin Seth tak bohong untuk menyuruh Percival turut takut dengan keluarganya sebab ketika Seth tiba-tiba melempar batu ke gerbang, benda kecil itu hangus dan jadi abu.

"Sudah kuduga," gumam Seth kesal.

"Apa itu? Kenapa bisa terbakar?"

"Jebakan keamanan. Mereka masih sangat berhati-hati. Pasti kakek tidak di rumah," jawabnya serius. Ia kemudian mengeluarkan serbuk putih dari bingkisan di sakunya dan memberikan setengahnya ke dalam genggaman tangan Percival.

"Memangnya kemana kakekmu?"

Seth mengangkat bahu. "Aku tak tahu, dia biasanya liburan bersama sang Kematian di Amerika Latin, barangkali mereka sedang menari tango sekarang."

Percival mencoba untuk memahami situasi yang dijelaskan Seth meski sebenarnya semua ini masih tak masuk akal baginya. Mereka berhasil melewati gerbang dengan menggenggam serbuk putih yang dimasukkan lagi oleh Seth ke dalam wadahnya. "Sang Juru Selamat memberi ini untuk berjaga-jaga kalau ada yang menggangguku lagi setelah rentenir waktu itu," jelasnya tanpa diminta seolah tahu Percival gatal ingin bertanya.

Ada jalan setapak yang sangat panjang dari gerbang yang melintang sepanjang rumput hijau, menuju sebuah rumah besar dengan gaya victoria yang menghadap ke pantai. Cahaya matahari bersinar lebih baik di sini daripada ke kota mati di belakang mereka, seolah mataharinya dimonopoli Halligan Manor.

Sudah ada seorang wanita muda dengan pria paruh baya saat mereka memasuki manor. Wanita dengan hak sepatu tajam dan sanggung tinggi melempar senyum ganjil sebelum menyapa Seth. "Si anak terkutuk sudah pulang rupanya, baru ingat rumah, huh?"

Pria di sampingnya mengibaskan tangan menyuruh wanita itu pergi yang hanya dibalas decakan tak terima. "Selamat datang, Seth. Terakhir kali kau pulang dua tahun yang lalu saat liburan musim dingin pertamamu," sambutnya dengan senyum hangat yang kelihatan sekali dipaksakan. "Tetapi ini belum musim dingin. Apa tujuanmu kemari?" Pertanyaannya mengandung nada curiga.

Seth tak menjawab, matanya berkeliling ruang tamu yang sudah banyak berubah. Interiornya sama sekali tak dapat ia kenali lagi, terlalu banyak barang-barang dengan warna gelap. "Apa kalian yang mengambil buku itu, Declan, Orla?"

Percival mulai merasakan ketegangan ketika wanita yang disanggul cucuk itu berdiri dengan kesal. "Apa-apaan kau baru datang langsung menuduh?!" Orla berniat menjambak rambut Seth kalau saja badannya tiba-tiba tak bisa bergerak lebih jauh dua meter dari Seth.

"Aku masih pemilik sah rumah ini," kata Seth mengingatkan.

Lagi-lagi Percival merasa kebingungan dan sepertinya Seth sudah siap memberi penjelasan panjang lebar untuk setiap pertanyaan yang mungkin bakal keluar dari kepala cerdasnya. "Pemilik sah rumah ini tak bisa disakiti di rumahnya sendiri," katanya serius.

Percival hanya bisa mengangguk mengiyakan, lagi pula sejak awal tak ada yang normal. "Kalau begitu kita cari bukumu saja sekarang."

Seth mengangguk, kemudian ia memimpin Percival untuk tur singkat keliling manor sekaligus mencari barang yang mereka cari. Dinding-dinding sudah dipenuhi lukisan keluarga besar tanpa Seth dan kedua orangtunya, ia tahu mereka benar-benar ingin menghapu keberadaan Seth yang terus menghantui pikiran mereka. Kamar Seth ada di serambi kanan dari pintu utama dan seperti dugaannya, tempat itu dibiarkan kotor dan tak terkunci.

"Kita mulai dari kamarku dulu. Aku berharap ada sisa-sisa halaman yang berserakan di sini," Seth mengibaskan tangannya ketika debu mulai memasuku lubang hidungnya.

Tak ketinggalan Percival yang mulai terbatuk-batuk. Pencarian di kamar Seth tak membuahkan hasil, barang di sana lumayan sedikit dan mudah untuk segera beralih mencari ke tempat lain.

Mereka berkeliling Halligan Manor selama seharian sampai matahari nyaris terbenam dan senja kemerahan sudah memuncak, terlihat begitu jelas dari rumah yang menghadap ke pantai. Seharusnya sinar senja itu terasa hangan, tetapi entah mengapa Percival merasa rumah Seth yang sepi dan gelap itu justru membuatnya merasa dingin.

"Ke mana keluargamu yang lainnya? Aku hanya melihat dua."

Seth mengangkat bahu. "Mungkin berburu manusia."

Percival mencoba tak terkejut kali ini meski agak sulit, tetapi mencoba menerima keanehan di depannya saat ini tidak terlalu buruk, setidaknya untuk memastikan ia akan aman sampai beberapa wajtu ke depan.

"Jangan makan apa pun, bisa saja sudah dicampur racun." Percival mengurungkan niatnya mengambil roti selai di atas meja. Tempat terakhir yang belum mereka periksa adalah dapur dan ada beberapa sisa masakan di sana, masakan yang aneh. Begitu pikir Percival setelah melihat jari manusia di dalam kuali yang berisi kuah kehijauan.

Terdengar keributan dari luar dapur, Seth dan Percival dapat mendengar keluh kesah Orla pada beberapa orang yang sepertinya baru tiba. Seth menutup laci terakhir yang bisa ia periksa sebelum menyeret Percival segera keluar dari pintu belakang.

"Ada apa, sih? Kita akan kembali ke asrama sekarang? Masih belum jam makan malam dan bukunya belum kita temukan!" Omel Percival yang bingung dengan perubahan sikap Seth.

"Kau bukan pewaris rumah ini, mereka bisa menyentuhmu kapan saja," jelas Seth dengan suara mulai sedikit bergetar. "Dan ada Cathal di sana. Dia pemburu manusia terbaik milik Halligan, kita sebaiknya segera pergi sebelum dia menyadari keberadaanmu."

Percival bergidik ngeri, ia tak paham bagaimana keluarga Seth bisa bertahan dengan cara seperti ini. Ia mulai memikirkan apa ada sesuatu yang bisa menyeret mereka ke pengadilan, atau apakah ada pengadilan astral khusus mengadili orang-orang seperti mereka? Percival mulai yakin kehancuran kota pasti disebabkan keluarga Seth sendiri. Sementara itu Seth mengutak-atik kartu pemberian sang Ruang hingga kabut merah muda muncul, itu jalan mereka untuk kabur. Tetapi langkah kaki secepat kilat mendekati pintu belakang manor.

"Oh, kau bawa manusia ya, Seth. Omong-omong, apa kabar pecundang?


Tema day 7: bikin songfic dari lagu yg terakir didengerin.

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 235K 63
⚠️ Ini cerita BL Askar Riendra. Seorang pemuda workaholic, yang mati karena terlalu lelah bekerja. Bukannya ke alam baka, dia malah terbangun ditubuh...
1.2M 90.4K 60
BOOK 1 > Remake. 𝘐𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘱𝘢𝘬⚠️ ⚠️𝘥𝘪𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘰𝘮𝘰𝘱𝘩𝘰𝘣𝘪𝘤 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵...
529K 40.4K 46
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
1.7M 238K 38
Tidak ada yang bisa menebak sifat Drystan sebenarnya. Cowok itu ... terlalu hebat berkamuflase. Drystan bisa bijaksana, galak, manja dalam satu waktu...