KOSAN CERIA

By PaiBian

177K 17.5K 3K

Asti tidak menyangka Kosan Ceria yang kadang membosankan di setiap harinya karena hanya diisi oleh si Hana, s... More

1 - Kos Ceria
2 - Penghuni Baru
3 - Peluk Cium Peluk Cium
4 - Malam Pertama
5 - Keseruan Malam Pertama
6 - Telanjang Dada
7 - Link Haram
8 - Bewok Banyak Bulunya
9 - Gigit Bibir
10 - Tegang
11 - Simulasi Punya Anak
12 - Adam Sialan
13 - Keluar di Toilet
14 - Mesum
15 - Sesama Perempuan
16 - Burung Keras dan Nasib Menyedihkan
17 - Kado Misterius untuk Bang Adam
18 - Bu Kos Balik!
19 - Menusuk Sampai Jantung
20 - Bubur Penghibur
21 - Hot Sexy
22 - Tetangga Baru
23 - Es Dung-Dung yang Bikin Bingung
24 - Perhatian Prihatin
25 - Kaos Kutang Bikin Melayang
26 - Kepulangan Si Hana
27 - GUE CAPEK!
28 - BEKAS MASA LALU
29 - MASALAH SI HANA, MASALAH WARGA KOSAN JUGA
30 - Dibuat Lemas Akbar
31 - Rian Asti Emosi
32 - PASAR SIAL
33 - AKBAR BAIK TAPI KENAPA?
34 - AKBAR RIAN BIKIN PENASARAN
35 - OM DIYAT DAN PERDEBATAN YANG TIADA USAINYA
36 - AKU CEMBURU
37 - TIAP MASALAH PUNYA JALAN KELUAR
38 - Aku Pacarnya Akbar
39 - DIBANGGAKAN
40 - DIA KABUR!
41 - Bu Kos & Ustaz Jamili
42 - Salah Semua
44 - Ide Liar dan Membahayakan
45 - Perjanjian Permainan
46 - Gibah
47 - Permainan Itu Ada Lagi
48 - Pengakuan Si Hana
49 - Bukan Kabar Burung
50 - Benang Kusut

43 - Rian dan Perhatian

1.2K 166 24
By PaiBian

SEBELUMNYA, aku mau ngasih tahu kalau Kosan Ceria ada versi chat keseharian mereka. diupload di instagram @ haii.pai, di sana banyak keseruan warga kosan. mampir yaa!!

•••

43 - Rian dan Perhatian

•••

POV 3

Nasib buruk sudah seperti sahabat karib Asti sejak lama, tapi meski begitu ia tidak pernah merasa terbiasa. Segala hal buruk yang menimpanya masih selalu membuat sedih, kesal, dan menyakitkan. Mungkin, saat sebelum dilahirkan ke dunia ia melewatkan episode pembagian nasib baik, mungkin juga kehabisan, tapi Tuhan tidak mungkin habis memberikan kasih-NYA. Jadi, mungkin Asti memang ditakdirkan begitu.

Sudah memiliki keluarga berantakan. Diusir dari rumah, Bapak jatuh sakit, terpaksa menafkahi diri sendiri, dan kini satu-satunya alat ia menyimpan kenangan bersama Mama telah hilang. Salahnya teledor, salahnya juga tidak cepat-cepat ingat, salahnya, selalu salahnya.

Mulanya Asti memiliki sedikit harapan karena seingatnya di kosan ceria ini sempat ada CCTV yang dipasang Bang Adam. Namun, hari itu tidak ada. Hebat sekali pencuri bisa tahu letak CCTV, berarti tandanya orang dekat. Akan tetapi bukan, Bang Adam sengaja mencopotnya karena sebenarnya sudah rusak selama satu minggu dan niat dibetulkan, kebetulan hari cctv itu diangkat adalah hari di mana Asti kehilangan ponselnya.

Raib. Sudah tidak ada harapan.

CCTV depan rumah Bu Kos adalah opsi terakhir, tapi tidak ada orang lain yang terekam di sana. Hanya Bang Adam yang masuk untuk ambil CCTV setelah beberapa jam para penghuni pergi ke kampung sebelah, dan ternyata dia lupa menutup pintu lagi, tapi sampai para penghuni kembali pun tidak ada orang lain yang masuk.

Namun, malamnya Asti menemukan kalau jendela ruang mereka biasa menjemur pakaian juga terbuka, yang mana letaknya persis di sebelah pohon mangga, ditambah ada potongan ranting, tidak kesorot kamera CCTV.

Setelah itu Asti hanya bisa menangis semalaman meski besoknya harus bekerja. Meratapi nasib malangnya yang keseringan. Para penghuni tidak dapat berbuat banyak, di kamar masing-masing mereka berdoa supaya Asti dapat menemukan ponselnya lagi atau mendapatkan penggantinya.

"Gue bawa kacamata item kalau lo mau pake, ada di ruang penyimpanan barang," tawar si Rian setelah melihat mata rekan kerjanya bengkak. "Mau gue bawain?"

"Gue aja," jawab Asti sembari berdiri dan pergi dengan lemas.

Si Rian tidak tahu alasan kenapa rekan kerjanya jadi tampak tidak bersemangat dan bermata bengkak begitu, tapi ia tahu kalau Asti habis menangis, hanya saja tidak biasanya sebengkak itu. Tidak tahu kenapa juga dia jadi sangat gelisah karenanya, melakukan pekerjaan pun tidak sepenuhnya pikiran ada di sana, ia penasaran.

"Kasihan si Asti, Yan," ucap Om Diyat setelah karyawan perempuannya tidak ada di sana. Ia menghampiri si karyawan laki-laki sembari menggantikan tugas Asti sebentar karena kini ada pembeli yang ingin kopi dalam cup. Setelah pelanggan pergi, baru ia melanjutkan. "Semalam Bu Kos cerita kalau hpnya si Asti hilang. Awalnya si Asti teledor naro hpnya begitu aja di kosan, terus kelupaan ditinggal pergi nonton ke kampung sebelah nonton lenong sama kita-kita. Kamu sih gak ikut jadi gak tahu. Terus pas balik lagi, hpnya udah gak ada."

Si Rian mengeryitkan kening. "Jadi ada yang maling, Om?"

"Kayaknya sih. Kasihan bener, mau saya kasih bekas saya, tapi sudah diambil sama Ibu-Bapak kemarin, katanya buat saudara di kampung."

Si Rian menoleh ke arah di mana rekan kerjanya tadi pergi. Pantesan, pikirnya. Ia dapat merasakan kesedihan Asti. Ia tahu ponsel rekan kerjanya tidak bagus-bagus amat, bahkan dapat dibilang agak ketinggalan zaman karena sudah lama. Masih bagus ponsel anak-anak di Mandalasari daripada punya Asti. Hanya saja ia tahu kalau ponsel Asti yang itu sangat berarti.

Si Rian jadi ingat hari di mana Asti diusir dari rumah dan ia yang membantunya untuk pindah ke Kosan Ceria, mungkin karena itu ia juga merasa bersalah karena atas bantuannya Asti berada di sana, dan di sana juga ia kehilangan ponselnya. Jauh di dalam benaknya ia merasa harus bertanggung jawab.

"Mau kopi apa Pak RT?" tanya si Rian tiba-tiba, padahal Pak RT selalu datang setiap hari, memesan kopi yang sama. Hal itu membuat orang-orang di sana melongo. "Eh, maksudnya, kayak biasa?"

"Iye. Lu bikin gue bingung aje, tiap hari pesen kopi di mari masih aje ditanya mau kopi apa. Berasa gak berarti gue, berasa bukan langganan di mari," oceh Pak RT sedikit cemberut tapi mereka tahu kalau itu keluhan candaan saja. "Lagi banyak pikiran lu, Yan?"

"Iya kayaknya. Hehe. Kalau lagi banyak duit kan saya pasti lagi liburan Pak RT," jawab si Rian sembari langsung membuatkan pesanan.

"Ceilah, bisa aje lu anak ustad." Mereka semua tertawa. Kemudian Pak RT yang perutnya tengah mengandung lemak itu mengobrol dengan Om Diyat, membicarakan soal pertandingan bola beberapa waktu terakhir. Biasanya si Rian juga ikut antusias soal ini, tapi kali ini suara di kepalanya lebih terdengar daripada suara obrolan mereka.

"Mandalasari gelap, nih," celetuk Pak RT tiba-tiba. Padahal tengah panas, begitu menoleh ternyata si Asti sudah datang lagi, memakai kacamata si Rian. "Kayak orang buta aja, Sti, siang-siang pake kacamata item."

Asti yang baru datang menghentikan langkahnya, menunduk, tapi ia lanjut kembali ke posisi bekerjanya. Gadis itu tidak ada tenaga untuk marah, tapi matanya tidak bisa berbohong, meski sudah menangis semalaman kini berair lagi ketika dikatai begitu. Tadinya ia mau memakai kacamata ini supaya percaya diri menutupi bengkaknya, tapi malah dibunuh kepercayaan dirinya dengan kata-kata yang tak dipikirkan dampaknya, siapa yang tidak sakit hati?

Selain gadis itu, ada orang lain yang juga marah. Jauh dari pandangan Pak RT, di belakang meja yang berisikan alat kopi, tangan si Rian terkepal. Ia marah, tapi bukan ia yang dikatai. Ia marah karena seharusnya Pak RT tidak berkata begitu, dia tidak tahu apa-apa.

Si Rian menaruh kopi pesanan Pak RT dengan yakin, tapi malah tumpah. "Yaah maaf, Pak. Saya bikinin lagi ya," ucapnya. Ia tahu ini tidak profesional sampai Om Diyat memperingatkan untuk hati-hati. Tetapi setidaknya ia lega karena melakukan hal itu dengan sengaja.

"Lu lagi beneran banyak pikiran kayaknya, Yan," celetuk Pak RT.

Si Rian hanya mengangguk-angguk saja dan membuatkan yang baru. Asti berusaha mengangkat wajahnya meski sebelum itu berbalik untuk mengusap air di pipinya. Om Diyat duduk di kursi kebanggaannya berusaha mengalihkan pembicaraan dengan Pak RT, pria itu sangat mengerti karyawannya, dan ia juga tahu kalau si Rian sengaja melakukannya. Mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama ketika mendengar perkataan asal itu, mungkin juga melakukan lebih dari itu. hanya saja Om Diyat masih ingat bahwa Pak RT adalah bapak dari wanita yang dicintainya.

***

"Baru balik, Sti?" tanya si Malik ketika teman kosannya baru masuk ke ruangan. Tidak mendapat jawaban yang diinginkan tapi mendapat anggukan. "Gue udah buatin roti bakar kalau lo mau."

Asti benar-benar tidak ada tenaga untuk mengobrol. Melayani pembeli di Yang Kusayang seharian sudah terlalu melelahkan, kini saja kacamata si Rian masih terpajang di wajahnya karena mata masih bengkak. "Makasih," ucapnya lemas lalu masuk ke dalam kamar.

Merebahkan diri di kasur, melepas kacamata, Asti akhirnya bisa merasa lega karena tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Kemudian, perkataan Pak RT tadi terdengar lagi di kupingnya, disusul betapa pahitnya kenyataan kalau dia sudah tidak memiliki ponsel dan juga tidak dapat melihat kenangannya bersama mama. Biasanya di saat begini foto itu bisa sedikit mengobati, tapi sekarang tidak ada lagi.

Asti menangis lagi, sampai malam, sampai ia lelah, sampai ia tertidur dan bangun lagi untuk berangkat bekerja ke Yang Kusayang. Menjalani hari rasanya berat kalau apa-apa yang bikin kita senang sudah tidak ada lagi, yang paling baru saja seperti ponselnya dan Akbar.

Asti seperti zombie, tidak punya semangat hidup berjalan ke kamar mandi. Si Wahyu yang tadinya mau mandi pertama mendadak mempersilakan Asti untuk mandi duluan. Semua warga Kosan Ceria tidak ada yang berani mengajak ngobrol panjang selain sapaan-sapaan kecil.

Tiba di Yang Kusayang Asti hanya duduk memandang, melepas kacamata hitam selagi tidak ada pembeli karena masih pagi, dan memakainya lagi ketika ada, terus seperti itu sampai tiba di mana si Rian mengasongkan sesuatu padanya.

"Kita sebagai makhluk sosial itu butuh komunikasi, apalagi kita pekerja. Gue harap lo gak nolak hp ini, gue enggak ngasih lo karena gue tahu lo bakal gak setuju. Gue pinjemin. Tenang ini bukan hp siapa-siapa, lo bisa balikin ke gue kalau lo udah punya penggantinya. Kalau belum, lo bebas pake," ucap si Rian menjelaskan panjang lebar sebelum mendapatkan penolakan.

Kali ini gadis itu tidak marah, ia tertunduk, air matanya jatuh lagi. kemudian menerima pemberian si Rian, menyimpannya di meja. Setelah itu ia memberinya pelukan sebagai tanda terima kasih. Entahlah, Asti merasa di saat banyak hal meninggalkannya, tapi si Rian tetap di sini bersamanya, membantunya, selalu begitu.

"Makasih, Yan. Gue gak tahu harus apa," ucap Asti dengan nada sedikit bergetar.

Om Diyat yang ada di belakang mulanya mau memasuki ruang jual beli, tetapi melihat dua anak buahnya sedang akur, dia memilih tetap di dapur dalam. Di balik pintu, mengabadikan momen dua pekerjanya dengan senyuman di ujung bibir.

"Jangan seneng dulu, gantinya lo bantuin nyokap gue packing setiap ada orderan katering," celetuk si Rian setelah pelukan itu terlepas. Ia senang karena memang respons seperti ini yang diharapkan. Ia mengucapkan syarat agar supaya dapat mengembalikan suasana seperti biasanya. Bagaimana pun menjahili rekan kerjanya mengasyikan.

"Oke. Gue juga gak mau gratisan," jawab Asti mulai dengan sedikit tersenyum.

Asti tahu, sejak dulu kalau mendapatkan sesuatu harus ada imbalannya. Tidak ada yang gratis. Setidaknya, itu yang ia pelajari dari semasa kecil.

°•°•°•°•°

Next>>>

Continue Reading

You'll Also Like

14.9K 3.3K 16
Cerita ini berisi tentang Humor, perjalanan dua Pria Dewasa yang menjabat sebagai CEO di Perusahaan masing-masing. Meski mereka memiliki Keberuntunga...
25.2K 1.7K 36
Harusnya aku tahu dari awal Perasaan ini salah Ku kira aku yang terluka Ku kira aku pemeran utamanya Tapi ternyata aku salah Aku tak lebih dari...
61.7K 3.6K 53
NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE FIRAZ MEDIA PUBLISHER PART LENGKAP Diandra Olivia, Seorang mahasiswi semester 3 jurusan Administrasi Pendidikan di sebuah Un...
3.2K 1.1K 36
Saat hujan datang dan kamu terjebak di antara derasnya, hujan memberimu dua pilihan. Berteduh atau tetap Bersamanya. ----- Jatuh Cinta milik gadis b...