"Hmm, karena kamu, aku jadi tertarik dengan desain interior dan property?" seru Reyhan, yang memang selalu memuji lawan bicaranya apalagi rekan bisnisnya.
Dia ini adalah orang yang sangat humble dan kadang orang tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hatinya melihat bagaimana wajah dan ketulusannya saat bicara itu benar-benar seperti menyihir mereka untuk percaya begitu saja padanya.
"Oh, sebetulnya aku ada satu project baru yang aku tidak tahu apa kamu tertarik atau tidak. Tapi project ini memang sudah kami persiapkan sejak setahun yang lalu bahkan jauh sebelum kerjasama aku dengan Raditya Prayoga tapi kami memang masih memikirkan Bagaimana mencari dananya."
Sebuah ucapan yang membuat Reyhan mengerutkan dahinya.
"Bisa kamu jelaskan maksudnya? Apa itu project yang menguntungkan?"
"Sangat." Reiko makin bersemangat.
"Tapi memang ini masih tender, Rey. Dan kami seharusnya berusaha untuk memenangkan tender ini."
"Kalau begitu ajukanlah tendernya lebih dulu, Reiko."
Namun saran Reyhan ini dijawab Reiko dengan gelengan kepalanya
"Kami butuh modal, Rey, Karena sistem pembayarannya sama seperti cara Raditya Prayoga membayarku dan ini yang membuat kami belum yakin untuk maju. Lagi pula ini adalah program kerjaku dengan perusahaan yang kini dipegang oleh Brigita Michelle."
"Byakta Interior Advisor? Dan tadinya kamu ikutan tender Raditya untuk membiayai project ini?"
"Ya." Reiko mengakuinya di depan Reyhan sambil menunjukkan sesuatu di tabletnya.
"Aku pikir itu bisa jadi modal kami keuntungannya. Tapi Raditya memiliki pikiran yang berbeda."
"Hmm, aku paham, bisa aku lihat rencana designnya untuk project itu?" Reyhan tak mau buang waktu. Dia langsung ke intinya, menunjukkan kalau dia tak bodoh juga.
"Ini program yang aku buat dengan kekasihku dulu. Dan aku yakin sekali ini sangat menjanjikan. Apalagi jika project kami ini menang. Tapi kondisinya kamu tahu sendiri, kan? Kami sekarang hanya berteman secara profesional saja dan kami rasa kami harus menghilangkan keinginan kami untuk ikut tender ini."
Reyhan mendengarkan dulu apa yang dikatakan oleh Reiko sebelum dia mengamati tablet itu dan mempelajarinya. Sungguh membuat Reiko merasa gusar.
Kira-kira apa yang dia pikirkan tentang project itu ya? Kenapa dia tak komentar? Padahal sudah seperempat jam dia melihat tabletku.
Sejujurnya Reiko makin penasaran dan tak tahan untuk menunggu lebih lama. Tapi bisa apa dia selain bersabar?
"Boleh aku tahu sebenarnya kamu ingin membantu perusahaanmu atau membuktikan kemampuanmu sebagai desain interior atau kamu ingin membantu mantan kekasihmu?"
Dan itu adalah pertanyaan pertama dari Reyhan Dharma Aji setelah dia mengangkat kepalanya dan tak lagi memandangi layar monitor tablet.
Benda itu pun sudah diletakkan di meja kerjanya dengan wajahnya kini menatap serius pada Reiko.
"Aku berpisah dengannya bukan karena dia melakukan sesuatu yang buruk sehingga kami memang harus berpisah. Jadi kami hanya menjaga hubungan saja saat ini." Reiko mulai menjawab.
"Jadi kau masih menyimpan rasa untuknya? Itu alasanmu ingin membantu project ini?"
"Perusahaan itu adalah perusahaan atas namaku dan aku memiliki keinginan dalam hatiku untuk membuat perusahaan itu menjadi perusahaan yang maju. Walaupun sekarang perusahaan itu sudah aku berikan padanya tapi ada rasa ingin sekali menembus kancah dunia. Dan satu-satunya yang memungkinkan adalah mengikuti tender dari Gerald Peterson. Dan kalau kamu bertanya tentang tender apalagi yang ingin aku lakukan ya yang ini yang ingin aku perjuangkan."
Tak salah bukan kalau Reiko menjawab seperti itu? Karena tadi kan Reyhan sendiri yang bertanya apa dia punya project lain atau tidak.
"Baiklah kalau begitu aku akan berinvestasi mendukungmu untuk project ini. Katakan saja dananya berapa dan saat kamu sudah dapatkan project ini kita akan rapat lagi."
"Kamu serius?"
Rasa-rasa Reiko tidak percaya mendengar yang baru saja diutarakan Reyhan. Serius kah dia memang mau bekerja sama dalam project itu?
"Apa di wajahku terlihat aku berpura-pura?"
"Tidak. Tapi bisa kamu memberikan alasan kenapa setuju dengan mudah bekerja sama denganku padahal kamu tahu kalau perusahaan ini aku tidak berkecimpung lagi di dalamnya dan hanya ada desainku saja lalu project perusahaan ini pun dipegang oleh wanita yang tidak jadi aku nikahi."
Siapa yang tidak penasaran? Bahkan Raditya Prayoga pun tidak mau berinvestasi dengan perusahaan seperti itu karena khawatir akan rugi besar. Lalu bagaimana orang secerdas Reyhan mengambil keputusan seperti ini?
Inilah yang membuat Reiko bertanya seperti tadi.
"Apa desain itu milikmu?"
"Ya. Brigita hanya menambahkan sedikit saja dan aku masih bisa mengklaim itu adalah milikku sebab itu hanya sesuatu yang minor."
"Bisa kamu patenkan itu untukku?"
"Kamu ingin aku menjadikan desain ini hak atas diriku sendiri begitu?"
Ada anggukan kepala dari Reyhan sebagai jawaban.
"Patenkan desainmu. Jadikan itu adalah milikmu dan pastikan kamu mendapat agreement dari perusahaan yang saat ini CEO-nya adalah mantan kekasihmu itu bahwa kamu akan mendapatkan beberapa persen dari bagi hasil itu. Perjanjian yang memang benar-benar profesional. Maka aku akan berinvestasi di sana dan mendukung kalian berapapun biayanya."
Benar sudah, dia memang orang yang profesional.
Reiko mengangguk paham. Di sini Reyhan hanya ingin berinvestasi pada desainnya. Dia ingin mendapat bagi hasil dari desain itu sendiri. Hak paten itu sendirilah yang nanti menjadi pegangan untuknya. Dan agreement yang dibuat antara Reiko dengan BIA adalah jaminan untuknya.
Reyhan bukan sembarangan berinvestasi.
"Dan kamu harus katakan pada mereka juga kalau desainnya diubah dan andaikan mereka menang tapi tidak menggunakan desainmu maka aku tidak akan berinvestasi pada BIA."
"Baiklah aku setuju. Kami akan maju dengan desain ini. Aku juga akan mengirimkan padamu hak patennya, surat dari pengadilan bahwa ini memang milikku yang sah."
"Baiklah. Selama kamu mengurusi itu dan mempersiapkan tendernya, aku berharap kamu tidak membuat project Aurora Corporation terbengkalai."
"Baiklah aku mengerti apa yang harus aku lakukan.."
"Oke, ada lagi yang ingin kamu sampaikan?"
Reyhan tahu ini adalah hari Senin dan biasanya orang itu sangat sibuk sekali. Dia tidak mau memakai waktu milik Reiko terlalu lama dan mungkin saja Reiko masih punya kegiatan lain di luar sana. Inilah yang membuat dirinya mempersilahkan jika Reiko memang ingin pergi dengan kalimat sederhananya itu
"Kalau begitu aku permisi dulu. Salam untuk istrimu semoga kalian selamat sampai di LA."
"Terima kasih ya." Dan uluran tangan Reyhan menjabat tangan Reiko adalah akhir dari pertemuan mereka siang itu.
Sepupu istrinya itu pun sudah menuju ke arah pintu di saat yang bersamaan
"Eh pak lek?"
Reiko kaget ketika melihat seseorang yang baru saja mau mengetuk ruangan Reyhan.
"Loh, kamu ada di sini?" Dan kini Hartono mengalihkan pandangan matanya pada menantunya
"Di mana papimu?"
"Papi sama mami nggak mau ninggalin rumah karena ingin menghabiskan waktu bersama dengan Dharma, Papa."
"Ah, hahaha." Paham sudah Hartono sekarang kenapa Reyhan yang menggantikan sahabatnya di ruang kerja itu.
"Dan apa kalian sedang membicarakan bisnis?"
Nah kini anggukan kepala dari Reiko pun terlihat.
"Iya Pak lek. Tapi sekarang sudah selesai kok dan aku mau pamitan."
Reiko lupa dan tak kepikiran untuk menanyakan kabar Hartono karena saat ini di kepalanya sudah tertuju pada seseorang yang ingin ditemuinya.
Dia ingin memberikan kabar gembira secepatnya.
"Kalau begitu pergilah. Selamat bekerja untukmu."
"Permisi Pak lek. Selamat siang."
Sudah hampir jam sebelas siang, makanya Reiko mengucapkan itu sebagai salam perpisahan, di saat Hartono masuk ke dalam dan wajahnya terlihat menyimpan sesuatu yang ingin ditanyakan pada menantunya itu
"Semua berjalan baik-baik saja Papa. Bahkan Reiko mendapatkan hasil yang luar biasa. Kepercayaan Raditya Prayoga."
Di sini Reyhan pun menceritakan yang sebenarnya tidak direncanakan untuk memberitahukan pada Hartono sekarang. Dia juga tidak janjian dengan papa mertuanya itu
"Baguslah. Jadi sampai saat ini kamu tidak menemukan sesuatu yang aneh padanya kan?" tanya Hartono agak sedikit cemas yang dijawab Reyhan dengan senyumnya lebih dulu
"Aku ini bukan cenayang yang bisa tahu apa arti senyummu itu Rey." lagi-lagi, Hartono menanggapi jawaban dari menantunya ini dengan candaan
"Hahaha." Dan jelas ini membuat Reyhan terkekeh lebih dulu.
"Papa, aku rasa dia masih punya hubungan terselubung dengan kekasihnya."
"Astagfirullah. Apa perlu aku membicarakan ini pada Romo?"
"Tak perlu." Reyhan menolak dengan gelengan kepalanya
"Aku mencoba mengikuti Brigita lebih dari seminggu. Tapi dia tidak sama sekali menunjukkan kedekatan hubungannya Reiko. Makanya aku bekerja sama dengannya dalam satu bisnis yang melibatkan wanita itu juga."
"Ah, jadi kamu akan masuk dari dalam?" Hartono bertanya sambil matanya mengarah pada Roy yang memang berdiri tepat di belakang Reyhan tak akan bisa menebak apa yang ada dalam benak menantunya.
"Ya, Papa. Hubungan mereka dari luar tidak kentara. Jadi akan lebih mudah untukku jika mencarinya dari dalam."
Dan kini Hartono pun tersenyum lega ketika mendengar apa yang direncanakan menantunya
"Romo bilang gadis itu adalah gadis yang baik. Dan dia menitipkannya padaku untuk menjaganya. Makanya aku agak terbebani dengan tanggung jawab ini sedangkan aku tidak bisa masuk dan mengganggu rumah tangga mereka karena kakakku Endra Adiwijaya sepertinya tidak terlalu dipercaya oleh Romo."
Reyhan tahu, Hartono bukanlah orang yang ceriwis dan selalu ingin tahu urusan orang lain.
Makanya dia mengangguk untuk meringankan beban papanya yang pasti sangat stres kalau harus menguntit orang lain.
Hartono adalah orang yang damai.
"Sudah Papa. Tenang saja, Roy akan mencari tahu soal ini."