Haduh, Alhamdulillah, atas bawah, semua ruangan selesai juga semuanya.
Aida memijat lehernya. Pegal sekali. Dia juga memijat lengannya karena pekerjaan hari ini cukup melelahkan saat dirinya keluar dari ruang kerja dan mengutarakan kalimat itu
"Tapi sepertinya aku belum bisa bersenang-senang."
Hanya ada satu hal yang ketika ditatapnya membuat dirinya mengerucutkan bibir.
"Ntar dulu lah, aku mo solat dulu."
Itu yang terucap dari bibir Aida saat dirinya melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Dan inilah yang dilihat oleh Reiko yang membuat dirinya sangat kesal
"Ah, jadi dia membersihkannya setelah dia masuk ke kamarnya dulu? Apa yang dilakukan di kamar itu dulu? Apa dia buang air kecil? Atau dia istirahat dulu?"
Reiko tak tahu. Dia juga tidak memperhatikan jamnya. Dia yang tadinya ingin marah pada Aida karena menelantarkan satu bagian yang terpenting.
Tapi kali ini dia bisa tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya namun matanya masih tetap memandang laptop itu.
"Serius sekali dia. Sebenarnya apa yang dia pikirkan sambil membersihkannya?" tanya pikiran Reiko yang tak tahu sebetulnya apa yang ada dalam benak Aida yang kini hanya bisa dilihat videonya saja oleh Reiko.
'ature space ini memang sangat bagus. Pantas ia sangat menjaganya. Tapi tempat ini juga yang paling banyak membuat aku bekerja keras harus mengambil daun-daun kering, memperhatikan nutrisi mereka termasuk juga memberikan pupuk dan yang lainnya. Cape.
Yang satu ini bahkan dibersihkan lebih lama daripada ruangan utama di lantai atas. Aida berbisik begitu di dalam hatinya ketika dia baru saja selesai mengurus bagian yang banyak daun-daunnya itu.
Bahkan Aida harus membereskannya setelah solat Ashar. Apartemen Reiko ini sangat besar sekali. Makanya lebih dari lima jam waktu yang digunakan Aida untuk membereskan semuanya. Sungguh membuat tubuhnya merentek.
"Aku yakin sekali kalau dia ada di rumah ini dan harus menyiapkan makan siang, maka aku tidak akan ada waktu untuk beristirahat. Habis bikin makan siang, aku harus bikin makan malam juga. Barulah selepas Isya aku mungkin baru bisa beristirahat."
Benar apa yang dikatakan Aida. Saat ini selepas solat Maghrib dia benar-benar merasa patah semua tulangnya. Aida pun memijat sendiri bahunya. Pegal sangat di bagian itu.
Tak pernah seumur hidup Aida merasa pegal begini karena beres-beres rumah.
Apartemen itu juga memiliki balkon di luar dan itu pun harus dibersihkan olehnya. Jadi hari pertama membersihkan rumah itu pun sudah membuat Aida tepar.
Selesai mengerjakan itu semua kenapa dia tidak keluar lagi?
Tanya yang membuat Reiko kebingungan. Karena memang dia masih memperhatikan layar monitor tepat sekali di saat ini Aida sudah tak menunjukkan batang hidungnya.
Bahkan tadi aku melihat dari dapur dia cuma membawa satu buah apel dan air minum. Apa dia berencana untuk makan itu sebagai makan malamnya? tanya Reiko yang tidak tahu lagi apa kelanjutan dari CCTV itu karena jam yang sekarang itu sama seperti jam di apartemennya. CCTV sudah tidak bisa dicepatkan lagi karena belum ada kejadian apapun.
Dan saat ini
dreet dreet dreet
Telepon yang bergetar itu membuat Reiko segera mungkin mengambil handphonenya
Reiko: Selamat malam Pak Sandi.
Dia melupakan sejenak tentang Aida. Kini matanya sudah tidak lagi menatap layar laptop-nya. Dia memilih menutup komputernya dan menunggu jawaban Sandi
Sandi: Selamat malam Pak Reiko. Saya mau menginformasikan bahwa saya sudah mengirimkan draft perjanjian yang sudah dibaca oleh tuan Raditya Prayoga.
Reiko: Ah, jadi aku diizinkan untuk membaca draft perjanjian itu sekarang?
Sandi: Untuk mempersingkat waktu Anda bisa membacanya dan Anda bisa menambahkan koreksi apa saja yang Anda ingin tambah di draft perjanjian tersebut. Dan besok pagi saya akan memberikan itu kepada tuan Raditya sebagai bahan pertimbangan sebelum kita memulai rapat selanjutnya
Ini bener-bener efisien bukan? Reiko tidak harus datang ke hadapan Radit besok tanpa tahu apa perjanjian yang akan ditawarkan. Dan dia harus menghabiskan waktunya untuk membaca itu semua dalam kondisi di dalam rapat yang tentu saja tidak bisa berpikir jernih.
Dengan begini akan memudahkan kerjanya
Reiko: Baiklah kalau begitu. Aku akan mengeceknya sekarang
Sandi: Baik kalau begitu saya tutup dulu teleponnya
Reiko: Tunggu dulu Pak Sandi.
Namun sayangnya Reiko tidak mengizinkan pria itu menutupnya buru-buru
Sandi: Ada yang ingin Anda sampaikan pada saya Pak Reiko?
Reiko: Seharusnya saya menyampaikan ini tadi di ruangan rapat. Tapi saya tidak mau membuat suasana menjadi tidak enak lagi dan saya juga sedang mempertimbangkan ini.
Sandi: Apa itu?
Reiko: Apa bisa saya minta tolong pada Anda untuk memerintahkan pada anak buah Anda yang selama beberapa bulan terakhir ini mengikuti saya dan Brigita untuk berhenti melakukan tindakan itu? Karena kami merasa dikuntit dan terganggu.
Sandi: Ah, saya mohon maaf untuk kehati-hatian kami sehingga melakukan tindakan yang membuat Anda merasa tidak nyaman
Reiko: Saya bisa melaporkan ini pada pihak berwajib karena ini membuat saya kehilangan privasi.
Sandi: Baik saya mohon maaf untuk itu Pak Reiko. Saya tidak akan memperpanjang ini semua. Saya akan melakukan apa yang Anda minta.
Reiko: Hmm. Terima kasih Pak Sandi. Saya sangat mengapresiasi apa yang Anda lakukan ini. Semoga kedepannya tidak akan ada lagi hal yang mengganggu seperti ini.
Sandi: Baik Pak Reiko. Saya tutup dulu teleponnya. Selamat malam.
"Jadi dia curiga?"
"Sepertinya dia mengecek dari mana kita bisa tahu segala informasi tentang dirinya. Dia menemukan orang kita."
Radit memang dari tadi menguping apa yang Sandi katakan. Dia juga masih di ruang kerjanya di kantornya itu.
Radit baru selesai mengecek semua perjanjian dan berdiskusi dengan Sandi sebelum Sandi menelepon Reiko
"Kalau begitu suruh mereka semua mundur. Lagi pula aku sudah tidak tertarik lagi dengan drama percintaan mereka."
"Baik saya mengerti tuan Raditya."
Sandi pun tidak memperpanjang. Dia menghubungi anak buahnya dan mengatakan apa yang tadi diminta oleh Reiko.
Tidak ada gunanya lagi. Perjanjian sudah dibuat. Dan risiko juga sangat kecil sekali untuk Aurora Corporation.
Jadi apa lagi yang harus dicurigai dari Reiko?
Tidak ada. Apalagi pembayaran bisa belakangan. Bukankah ini adalah suatu cara kerjasama yang paling menguntungkan untuk Aurora Corporation?
"Kau sudah selesai?" tanya Radit ketika Sandi menutup teleponnya dan menetapnya sambil menganggukpelan
"Sudah selesai tuan Raditya."
"Kalau begitu katakan padaku apa kau sudah menemukan Dewa?"
"Ehm--" tanya yang membuat Sandi menelan salivanya sejenak
"Ini persoalan yang sulit tuan Raditya. Saya bahkan tidak tahu di mana keberadaannya sampai sekarang."
"Aku kan sudah bilang padamu coba kau cek tanggal keberangkatan pesawatnya. Ke mana dia pergi. Naik bis kah? Atau naik apalah. Kita bisa membayar orang untuk mengecek ini semua kan? Ini harusnya jadi sesuatu yang mudah karena semua sudah dipantau CCTV."
Radit bicara agak keras di sini karena dia benar-benar frustasi
"Hampir dua tahun. Kalau aku tidak menemukan keberadaannya juga kau tahu bagaimana istriku akan terus saja menerorku?"
Sandi paham itu. Tapi memang dia tidak bisa menemukannya. Dia juga tidak tahu bagaimana Dewa pergi kemana Dewa pergi dan apa yang dilakukan oleh pria itu untuk memanipulasi semua kejadiannya.
"Kami juga sudah mengecek di imigrasi paspornya. Tapi sepertinya dia tidak keluar negeri Tuan. Mungkin saja dia masih ada di Indonesia hanya saja bersembunyi tidak ingin menunjukkan dirinya ada di mana karena dia membawa anaknya Tuan. Dia sengaja menyembunyikan jati dirinya karena tidak mau dicari oleh istrinya."
"Sebenarnya aku juga tidak peduli padanya. Kalau bukan Denada Aprilia yang memintanya aku juga tidak akan pernah mau mencarinya." Mata Radit pun menatap tak suka pada Sandi karena emosinya yang mencuat setiap kali dia memikirkan tentang Dewa.
"Aku tidak bisa berhenti cemburu padanya. Aku tidak menyukainya, aku selalu khawatir dia akan mengambil Denada Aprilia dariku."
Curhat seperti ini hanya bisa dilakukan oleh Radit di hadapan Sandi saja.
Dan Sandi pun paham bagaimana perasaan Radit sehingga dia tersenyum simpul
"Lalu kenapa Anda bersikeras untuk mencarinya Tuan? Bukankah Anda bisa mengatakan pada nyonya Denada Aprilia kalau Anda tidak menemukannya?"
"Hmm." Radit pun mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya
"Karena aku tidak mau membuatnya kecewa." Ini kejujuran Radit sebelum dia mengubah posisinya duduk agak condong dengan kedua tangannya di meja menetap Sandi lekat-lekat
"Mungkin kau bisa bilang aku jahat. Tapi aku tetap kompetitornya soal memperebutkan hati Denada Aprilia."
"Jadi apa yang Anda inginkan saat Anda bertemu dengannya Tuan?" tanya Sandi bingung di saat Radit menggelengkan kepalanya dan melanjutkan bicara
"Aku tak akan melakukan apapun, tapi aku berharap suatu saat jika kau menemukannya dia sudah mati."