FIELD OF DAISIES

By geminigirlll13

89K 6.8K 396

"Kehadirannya membawa antara dua kemungkinan, jika bukan sebagai pertanda diberkatinya kerajaan maka itu meru... More

PROLOG
Bab 1. Peri Hutan Kecil
Bab 2. Rupa Pembawa Bencana
Bab 3. Dua Sisi
Bab 4. Tersesat
Bab 5. Penyihir Wanita
Bab 6. Tuan Muda
Bab 7. Pertemuan Pertama
Bab 8. Kedekatan
Bab 9. Berbahaya?
Bab 10. Kecanggungan
Bab 11. Keluhan
Bab 12. Masa Lalu
Bab 13. Ancaman Datang
Bab 14. Penyusup
Bab 15. Awal Mula
Bab 16. Perasaan Dilindungi
Bab 17. Pertarungan
Bab 18. Kegilaan
Bab 19. Pengorbanan Greta
Bab 20. Wujud Sebenarnya
Bab 21. Janji & Wasiat
Bab 22. Ancaman Asher
Bab 23. Tawaran
Bab 24. Perpisahan
Bab 25. Perjalanan
Bab 26. Konflik Internal
Bab 27. Sosok Dalam Kegelapan
Bab 29. Musuh Kental Kyle
Bab 30. Padang Rumput
Bab 31. Desa Pertama
Bab 33. Kekerasan Di Gang
Bab 34. Surat Harapan
Bab 35. Sadar Diri
Bab 36. Dante Kecil
Bab 37. Rencana Penyergapan
Bab 38. Rekan-Rekan
Bab 39. Penyerangan
Bab 40. Kekacauan Menara Sihir
Bab 41. Asing Namun Familiar
Bab 42. Upaya Yang Berhasil
Bab 43. Hutang Budi
Bab 44. Perbandingan
Bab 45. Bianca
Bab 46. Kecurigaan
Bab 47. Penjelasan Rinci
Bab 48. Ikatan Yang Dipaksakan
Bab 49. Dua Suasana
Bab 50. Bantuan Pertama
Bab 51. Keributan Di Dua Tempat
Bab 52. Waktu Berdua
Bab 53. Sasaran

Bab 32. Berpapasan

1K 89 7
By geminigirlll13

Tubuh Liliana tersentak sekaligus diatas ranjang, wajahnya yang cantik tampak memiliki sentuhan keterkejutan serta kebingungan khas seseorang yang baru saja terbangun dari mimpi.

Dengan cepat, kedua matanya mengedar. Menyisir seluruh isi ruangan dengan tatapan menyelidik.

Hingga kemudian ia menghela nafas lega, bergerak perlahan lalu duduk diata ranjang.

Benar, dirinya berada di penginapan saat ini.

Beberapa saat setelah dirinya memasuki ruangan, Liliana memutuskan untuk membersihkan tubuhnya mengingat keringat akibat perjalanan jauh yang telah ia tempuh.

Melegakan begitu menyadari jika penginapan yang digunakannya saat ini, memiliki kamar mandi sendiri didalam ruangan. Yang membuat Liliana merasa sedikit lega dan bebas.

Dan begitu selesai membersihkan tubuh, seolah seluruh beban yang telah ia tanggung selama perjalanan jatuh. Liliana merasakan kelelahan yang begitu besar pada tubuhnya.

Membuatnya berbaring diatas ranjang, dan terlelap hanya dalam hitungan detik.

Melihat langit jingga diluar jendela, Liliana bisa menebak jika ia tertidur cukup lama dan nyenyak. Hingga terbangun kembali akibat sebuah mimpi buruk yang menyerangnya beberapa saat yang lalu.

Liliana menggosok kedua matanya dengan wajah yang tampak masih cukup mengantuk, ia memutuskan untuk kembali tidur hingga disaat berikutnya suara kicauan kecil burung membuatnya mengurungkan niat.

Tubuh Liliana yang telah setengahnya terbaring diatas ranjang kembali terduduk, berbalik dan melihat sebuah burung kuning kecil bertengger di kusen jendela kamarnya.

"Titi."

Liliana bangkit dengan terkejut lalu berjalan menuju jendela.

"Darimana saja kau, aku mencarimu sedari tadi." Ucap Liliana dengan cemas.

Mengingat burung kenari kecil dihadapannya mendadak menghilang begitu saja, disaat dirinya dan juga para pria lainnya memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan.

Melihat Titi berada dihadapannya, mendadak muncul entah dari mana. Tentu membuat Liliana penasaran, darimana sebenarnya teman kecil nya itu.

Titi hanya berkicau pelan seolah menanggapi, sebelum tak lama kemudian terbang keluar jendela. Meninggalkan Liliana dalam keadaan terkejut sekaligus bingung.

"Apa yang.."

Ucapan Liliana terhenti, ketika melihat Titi kembali hinggap disalah satu gerobak kayu di gang didekat penginapan. Terus berkicau seolah memberi isyarat padanya untuk mendekat.

Liliana terdiam beberapa saat, tampak bergelut dengan isi pikirannya sendiri.

Apakah tidak apa apa untuk keluar?

Melihat tidak ada satupun orang yang membangunkannya setelah tertidur cukup lama, tampaknya Asher maupun Kyle juga belum kembali dari luar.

Melihat Liliana yang tampak terdiam lama, Titi yang sebelumnya telah terbang keluar. Kembali terbang mendekat kearah Liliana.

"Apa yang kau inginkan Titi?" Tanya gadis itu bingung.

Titi hanya terbang diluar jendela seraya terus bercicit kearah Liliana.

"Kau ingin aku mengikutimu? Kemana?" Tanya gadis itu semakin kebingungan.

Namun Titi tidak bersuara, berbalik dan kembali turun bertengger diatas gerobak kayu sebelumnya.

Hal itu membuat Liliana frustasi.

Matanya bergulir, menatap penutup wajah yang sebelumnya diberikan oleh Asher tergeletak begitu saja diatas meja disamping tempat tidur.

Ia menatapnya lama, sebelum kemudian meraih penutup wajah itu dan memakainya.

Liliana berdiri, berjalan mengambil jubah miliknya dan membungkus tubuhnya erat.

Keluar untuk beberapa saat tampaknya tidak akan bermasalah.

Itulah pikiran yang terbersit di kepala Liliana ketika ia mengikat simpul jubah miliknya, dan berjalan keluar dari dalam kamar.

Menyempatkan diri untuk mengetuk pintu kamar Asher dan Kyle beberapa kali, namun tidak ada tanggapan sama sekali. Yang menandakan jika kedua pria itu tampaknya benar benar tengah berada diluar.

Liliana berjalan turun, bergerak menuju pintu keluar penginapan seraya menoleh ke kanan dan kekiri. Mencari dimana Titi berada.

Ia bergerak menuju kearah dimana ia melihat Titi sebelumnya, berbelok menuju gang bagian dimana kamar nya berada dengan langkah yang cukup tergesa.

Hingga tak sengaja bersenggolan dengan sosok yang muncul dari arah berlawanan.

"Maafkan aku tuan." Ucap Liliana cepat, seraya berbalik menatap korban yang telah ia tabrak.

Sesosok tubuh yang sama sama berbalut jubah itu berdiri diam, memunggungi Liliana.

Namun dilihat dari postur tubuh tegap dan kekar, tentu Liliana langsung mengetahui jika sosok dihadapannya merupakan seorang laki laki.

Jubah yang dikenakannya tampak sangat lusuh dan penuh tambalan, namun hal itu malah membuat Liliana mengernyit.

Pasalnya, meski jubah pihak lain tampak sangat sederhana dan compang camping, namun ujung sepatu pihak lain tampak sangat bersih. Bahkan hingga mengkilat tanpa satupun debu yang menempel.

Sementara logika yang bisa Liliana ambil.

Lingkungan desa dimana gang serta jalan utama yang sebelumnya ia lewati tampak lumayan kotor dan berdebu, melihat sepatu pihak lain sangat mengkilat tanpa sedikitpun debu yang menempel. Tentu cukup mengherankan.

"Tidak masalah."

Liliana bisa mendengar suara rendah pihak lain menimpali ucapannya.

Tubuhnya seketika tertegun, mematung tak bergerak hingga pria asing itu kembali melangkah dan berjalan pergi.

Namun meski begitu, Liliana tampak tetap mematung ditempatnya hingga beberapa saat kemudian.

Punggungnya terasa sangat dingin.

Sepersekian detik, sebelum pria itu berbalik. Mata berwarna merah darah itu mengintip dibalik helain rambut hitam serta tudung jubahnya.

Menatap kearah Liliana dengan lurus dan intens.



****




Simon mengangkat gelas berisi minuman berwarna kuning transparan itu kembali kebibirnya.

Meneguk beberapa tegukan besar sebelum kemudian kembali menaruhnya dengan bantingan marah keatas meja.

Jika saja kedai tempat dimana dirinya saat ini tidak penuh dengan para pria yang tengah melakukan hal yang sama, tampaknya tindakan emosional Simon akan terlihat dengan jelas oleh seluruh pengunjung kedai.

Berbeda dengan sekumpulan pria kasar lain yang tampaknya telah kehilangan kesadaran nya akibat meminum minuman yang sama persis dengan yang dimiliki Simon, pria itu tampak masih sangat tegar. Duduk dengan santai diatas kursinya tanpa ada tanda tanda mabuk sama sekali.

Tatapan matanya hanya sesekali menunduk, menatap botol kecil digenggamannya lamat.

Kepalanya seolah terbayang kembali sosok jelita yang tampak tersenyum kearahnya dengan indah.

Pertemuan singkat itu benar benar membayangi Simon setiap detik.

Meski perpisahannya dengan gadis itu baru saja berselang sekitar beberapa jam yang lalu, namun Simon merasa jika itu sudah berlangsung sekitar berhari hari.

Ia mencengkeram botol ditangannya erat.

Berbagai bayangan melintas dikepalanya bersamaan dengan ingatan masa lalu.

Jika saja..

Jika saja dia bertemu lebih dulu dengan gadis itu sebelum dua bajingan brengsek itu.

Jika saja ia bisa berdiri disebelah gadis itu seperti dua pria itu lakukan.

Jika saja..

Banyak penyesalan yang dirasakan oleh Simon ketika mengingat hal hal dimasa lalu.

Membuatnya mengerutkan dahi dengan ketat.

Namun raut wajahnya melunak ketika teringat kembali akan satu sosok yang ia pikirkan sedari tadi.

"Lily.." lirihnya.

Pintu kedai terbuka, dan langkah kaki mantap berderap masuk.

Simon sama sekali tidak mengindahkan setiap pengunjung yang datang, matanya hanya tertuju kearah botol ditangannya.

Memutuskan untuk membuka penutup botol ramuan, menatapnya selama beberapa saat. Sebelum kemudian memantapkan diri, dan meneguk habis seluruh isinya dalam sekali tegukan.

"Hahh, kau kembali mengunjungi tempat menjijikan seperti ini lagi setelah aku membawamu untuk mengunjungi tempat yang lebih baik." Sebuah suara menyentak tubuh Simon, disosok sesosok tubuh berjubah yang duduk dengan santai di kursi dihadapan Simon.

Bola mata Simon membulat sempurna, bangkit dengan tegas memasang posisi penuh hormat.

"Simon, komandan pasuk–"

Pria dihadapan simon melambaikan tangannya dengan sigap, mencegah Simon memberi hormat kesatria kearahnya.

"Tidak perlu, duduklah." Ucapnya.

Postur tubuh Simon yang semula sangat santai seketika berubah tegap, penuh penghormatan seorang kesatria. Membuat pihak lain yang duduk dihadapannya tertawa pelan.

"Kau begitu santai sesaat sebelum aku datang, ada apa dengan kesopanan yang begitu tiba tiba ini." Pihak lain terkekeh melihat tingkah Simon yang tampak cukup kikuk.

"Maaf tuan."

"Haish, sudahlah. Kau benar benar tidak berubah, sama sekali." Ucap sosok pria itu seraya melambaikan tangan, meminta seorang pelayan mendekat.

Simon mendongak menatap pria dihadapannya, melihat bagaimana pria itu bisa mendadak sampai disini. Simon tampaknya tidak terlalu terkejut, apalagi ketika melihat wajah serta ekspresi santai pihak lain. Tampaknya atasan nya telah mengetahui, apa yang telah terjadi.

"Gagal lagi huh?" Pria bertudung itu berucap kearah Simon dengan nada ringan, setelah meneguk air minum yang sebelumnya dibawakan oleh pelayan.

Simon menunduk. "Maaf tuan."

Terdengar helaan nafas dari atas kepalanya, namun Simon tetap tidak berniat untuk mengangkat kepalanya sama sekali.

"Kembalilah bersamaku malam ini, kita akan memikirkan strategi lain yang bisa kita gunakan dimasa depan."

"Baik tuan." Simon menjawab patuh.

"Dan ya."

Simon mendongak, begitu mendengar pria dihadapannya kembali berbicara.

"Aku mencium bau yang sangat samar pada dirimu, semacam bau bunga yang sangat harum." Ucapnya tiba tiba.

Tubuh Simon sedikit menegang, terlebih ketika melihat iris merah cerah itu menatapnya lurus.

Tanpa sadar tangannya yang memegang botol bekas ramuan yang diberikan Liliana, didorong semakin dalam. Kedalam lipatan jubah miliknya.










To be continued

Continue Reading

You'll Also Like

121K 12.5K 24
"APA??!! BERCINTA?!" Kiara menatap kearah penyihir yang ada di depannya dengan tatapan tidak percaya. "Hanya itu cara untuk mematahkan kutukannya." H...
1.8M 102K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022
3.7K 524 19
Bagaimana jika wiwi memilih membawa sendiri dirinya tinggal ke dalam Asrama putra. Demi menutupi identitas aslinya sebagai seorang cewek tulen Wiwi...
1.5K 167 13
Dia Hully Ethelwyn, seorang gadis berusia dua puluh tahun yang percaya akan adanya makhluk immortal. Terutama manusia serigala. Saat itu, dia baru be...