Bandung Love Story | Jenlisa✔

By Kanayaruna

4.7K 488 42

E-BOOK ONLY. HIMPUNAN VOL.2 Ada begitu banyak pilihan yang bisa Jennie lakukan ketika ia lulus dan memilih hi... More

Pemberitahuan
Prelude: Apa Kabar, Kota Kembang?
O1. Kita Pulang Lagi Kesini
O2. Pelangi Janji
O3. Lemari Rindu
O5. Perempuan Buah Bibir
Fyi

O4. Lorong Kenangan dan Sebuah Masa Depan

442 61 3
By Kanayaruna

▪︎▪︎▪︎

"Minta tolong apa?"

"Cok, liat tuh temen lo!" Ten yang sedang duduk di saung dekat kolam renang menyenggol lengan Hanbin. Namun, yang menoleh bukan hanya Hanbin, melainkan Taeyong, Jaehyun, Johnny, dan Lucas untuk menilik langkah kaki Lisa dan Tzuyu ke bawah parkiran.

Disambung dari arah berlawanan, Kun serta Jackson datang memangku dus aqua yang membangunkan jiwa empati mereka untuk membantunya.

"Gue bawa dus makanan, coba ambil di bagasi." Kun mengendikan kepala ke belakang. Seakan paham rekan-rekannya itu berniat membantu.

Mereka lekas mengerti. Rombongan menuruni jalan menuju parkiran bawah, dan terlihat Lisa dan Tzuyu yang sedang bersekelit di depan sebuah mobil sambil mengeluarkan satu jinjingan.

"Uluuuh... minta bantuan temenin ya Wi." Kampret emang Si Ten.

"Hahahaha! Gapapa kali ya, kan temenan." Untungnya Jaehyun paham situasi, lalu memelototi Ten seyakinnya dia mengerti mereka berdua.

"Yeu, lo berdua belakangan ini mantau perkembangan adek-adek lo nggak?" Lisa mengacungkan sebuah proposal dengan lembar tebal. Tak lupa wajah sinis kesalnya.

"Nggak." Jawabnya serempak. "Kan sibuk dulu nyari kerja elah bro." Sambung Taeyong.

"Berterimakasih lo sama Cuwi, ni dia bikin revisi simpulan buat raker hari ini!" Desis Lisa.

"Lo berterimakasih kagak?" Jaehyun menarik satu jinjingan kresek putih besar, begitu pula Johnny.

"Iya juga." Wajah garang Lisa langsung berputar 180°. "Makasih ya, Wi."

"Hahahaha! Gapapa, santai aja kali. Ini juga buat kebaikan himpunan dan adek-adek yang lagi ngurusnya. Lagipula, gue di kerjaan gabut banget, jadinya bisa lebih sering mantau mereka." Papar Tzuyu sambil manggut-manggut.

"Kenapa nggak bilang sama gue, Wi?" Lisa menoleh. Sebaliknya juga dengan pangkal alis Tzuyu yang bingung.

"Bilang apa?"

"JENNIE, JENNIE!!!" Usilnya Ten malah berteriak memanggil Jennie. Yang padahal nggak akan kedenger juga sih.

"WOY LAH TAI!!!"

Mari kita melihat isian villa itu lagi. Di dalam ruang tengah, situasinya berubah seperti ditimpa es kutub. Sementara di atas lantai dua terdengar ramai dengan berbagai anggota yang terus menerus melayangkan perintah.

"Anjrit, ini ngapa malah diem-dieman?" Jisoo melirik satu per satu anggota di sekeliling kursi ruang tengah ini. Entah Seulgi atau Ryujin malah sama-sama canggung.

"Ngobrol apa ya, bingung." Wendy menggaruk tengkuk belakangnya yang tak gatal.

"Lo deh Jin, ada keluhan nggak selama jadi kating? Maba-maba yang masuk hima gimana?" Jisoo menunjuknya.

"Pft, ini sih canggungnya gegara yang mantanan." Kara berbisik ke samping pundak Jisoo.

"Iya anjeng!" Balasnya. Sebetulnya, ketiga perempuan di sisinya itu dapat mendengar. Apalagi Irene dan Solar yang langsung mengalihkan pandang.

"Maba nya aman sih teh, mereka lagi pada magang dulu sekarang. Kayak waktu angkatan Teh Seulgi ini, ada sistem rolling departemen biar mereka mengenal secara menyeluruh himpunan itu bagaimana." Pungkas Ryujin.

Menanggapi itu, Jisoo mengangguk mengerti. Ingin bertanya lebih jauh lagi namun kedatangan Jennie dan Lisa secara bebarengan membuat mereka berhenti dari topik.

"Ayo ke atas, rapatnya mau dimulai." Tapi, pandangan Jennie terpaut pada kedatangan Lisa dan Tzuyu secara bersamaan.

Namun, dia tak punya waktu untuk menghakimi itu dimari. Dia juga mengisyaratkan keduanya lewat gerakan kepala untuk naik ke atas, lapas Jennie sendiri memanggil sisa anak lelaki yang masih berkeliaran di luar.

"Hei, cepetan ke atas!" Jennie memanggil dari atas teras.

Taehyung, Jackson, Yoyo, dan Doyoung yang sedang memainkan air kolam praktis berdiri. Termasuk kedatangan Ten dan kawan-kawan yang tengah menjinjing makanan, membuat Jennie menganga sebentar.

"Ya Tuhan, banyak banget makanannya..." gumamnya sembari geleng-geleng.

"Ini laki-laki angkatan Kang Suho belum dateng?" Tanya Ten begitu tiba di atas teras.

"Gaada. Udah ayo rapat dulu!"

"Yuk, yuk!" Johnny mengangguk.

Buru-buru mereka semua naik ke atas lantai dua. Di sana, orang-orang sudah berkumpul begitu rapi, dengan pimpinan Yeji dan Mark yang berada di tengah-tengah sebagai pemimpin.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang, semuanya." Yeji mewakilkan sebagai pembukaan rapat kerja himpunan 2019-2020.

Siang itu, sekitar pukul 2 mereka membuka jalannya rapat kerja. Dimulai dari sambutan, penjelasan program kerja baru, sampai ke sesi tanya jawab yang langsung diserbu para alumni. Ryujin dan Yena sudah was-was saja dengan mata elang Jennie dan Lisa. Takut-takut keduanya malah disengar balik, padahal ini baru raker, bukan mubes.

"Kadep psdm siapa?" Tanya Jennie.

"Saya, teh." Renjun mengangkat tangan.

"Barusan prokernya ada sistem pertemuan dengan mahasiswa setiap 3 bulan sekali untuk pengarahan. Coba sebutkan tujuan dan indikator keberhasilan apa yang ingin kalian capai. Karena setahu saya, untuk pengarahan begitu bukan terbilang proker psdm. Itu arahan dari ketua angkatan masing-masing."

"Bagus Jen." Bisik Irene. Matanya masih mengarah was-was pada deretan anggota himpunan tahun 2019-2020 itu.

"Mampus aing!" Dumel Renjun pelan. Giginya langsung kaku menyengir.

Rupanya kesialan itu menimpa program kerja psdm sebagai yang utama. Karena memang, Irene dan Jennie sedari dulu sudah mewanti-wanti untuk kepengurusan selanjutnya, bahwa masalah sumber daya manusia itu adalah masalah yang kompleks.

Renjun kelihatan sedikit cemas ketika mengurai tujuan dari prokernya. Bahkan setelah Yeji dan Mark bantu menjawabnya, justru mengundang pertanyaan lain dari berbagai alumni. Sumber permasalahan sdm ini memakan cukup banyak waktu dalam permusyawarahannya. Karena mereka tahu, untuk menjalinnya, mungkin tak semudah itu.

Namun, karena Jennie masih memiliki hati nurani daripada Irene, dia melerai percakapan itu. Sedikit kasihan melihat kepala Renjun mulai berkeringat.

"Saran dari Teteh mending begini aja. Proker psdm itu nggak ada yang perlu diubah dari tahun-tahun sebelumnya, sebetulnya. Kalian tinggal jalankan sistem reward and punishment. Itu sistem rolling departemen udah termasuk proker psdm sebetulnya. Perekrutan mahasiswa dan kaderisasi nanti. Kalau buat pendekatan secara universal, itu kayaknya bukan termasuk. Itu gimana karakter kalian aja rangkul adek-adeknya." Ujar Jennie.

"Inget, kasih batasan antara kating sama adting. Biar mereka nggak seenaknya." Selah Irene.

"Jen," Yeri menyenggol lengan Jennie. Kemudian dia menempatkan sebuah laporan yang dikliping tebal. "Dari Cuwi."

Pandangan Jennie refleks mengarah pada perempuan itu yang duduk di pojok dekat Nayeon. Tapi, Tzuyu hanya mengangguk dengan seutas senyum, seakan dimengerti Jennie yang langsung membuka isinya.

"Okay teh, masukannya kami terima dengan baik. Ada lagi? Atau boleh kami lanjut?"

"Lanjut." Jennie membawa intonasi tegas.

"Masukannya nanti aja di akhir, jangan dipotong-potong begini. Lama anjir." Lisa berbisik ke sisi telinganya.

Pemaparan kembali dilanjutkan. Tanpa ada potongan lagi masukan sebab Jennie mewanti-wanti antek-anteknya untuk mengunci mulut terlebih dahulu. Waktu terus berlalu seiring percakapan tanpa berhenti. Dan tepat sekali saat adzan ashar berkumandang, mereka berhenti.

"Sebelum istirahat, teteh mau bilang satu hal buat ketua himpunannya dulu. Yeji, kamu siap tampung semua beban anak-anak dalam melakukan program kerja ke depannya?" Jennie mengangkat sebelah alisnya.

》》》》》▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎《《《《《

Acara selanjutnya setelah pengesahan raker adalah acara flexing alias santai-santai bersama api unggun di malam hari. Seluruh agenda dalam rapat nampaknya berjalan cukup baik walau ada beberapa yang memakan waktu karena sesi tanya-jawab dan pengarahan lagi-lagi terlalu panjang dan musyawarahnya terlalu luas. Namun, karena hal itu, anggota-anggota himpunan yang terjalin menjadi lebih waspada dan ketat akan pengerjaan program kerja ke depannya.

Permasalahan utama yang masih sulit dikendalikan memang hanya satu; perancangan sumber daya manusia. Entah cara menjalin, mempertahankan, dan mengembangkannya yang membuat pengurus kadang-kadang frustasi. Lagipula, bukankah tingkah laku manusia adalah hal yang dinamis? Itulah mengapa dalam pekerjaan, sumber daya manusia adalah kecaman paling mutahir.

Program-program kerja psdm tidak ada yang berubah. Angkatan Jennie dan Irene mungkin bisa menyetujui rencana Renjun akan kedekatan mahasiswa dan himpunan. Tapi dengan catatan, proker-proker penting itu lebih diutamakan. Seperti kaderisasi yang ketat, pelantikan anggota hima berikutnya, sistem punishment dan reward, atau sistem oprec yang selektif.

Untuk proker-proker departemen lain terpantau lebih lancar pemaparannya. Bagian humas yang mulai membentuk rencana kerja baru. Marketing yang sibuk membedah sponsorship dan medpart. Rancangan buku keuangan yang selaras dengan RKAT, atau bagian IT yang lagi-lagi menggagas ide gilanya.

"Depart IT ada perubahan nggak?"

"Ada kang."

"Apa tuh?"

"Sistem kebut jodoh."

"ANJEEEEENGGG!!"

"HAHAHAHAHAHA!"

"Indikator keberhasilannya, pasangan ini bakal jadi pasangan fenomenal kampus dengan jaringan yang disebar luas di instagram. Kita collab sama himanya IT tekhnik."

"Sial didikan Si Ten."

"JIAKHAHAHAHA!"

Ya begitulah kira-kira kegaduhan siang sampai sore hari tadi. Yang tertawa dengan proker-proker aneh khas IT, atau bagian yang nunggu-nunggu proker akhir seperti Lisa untuk menghadiri festival musik asik.

Menuju malamnya, anak-anak kelihatan sibuk menyulap halaman teras menjadi lahan pesta yang asik. Yang menyalakan panggangan daging, mendekor tumblr ke atas atap, atau mempersiapkan petasan di pohon. Sebaliknya, beberapa anak wanita kelihatan sibuk mengangkut meja dan menyiapkan makanan di teras. Lagaknya sudah seperti membuka bazar.

Dari arah lantai dua, Irene, Jennie, Lisa, Yeji, dan Mark berdiri tegak memandangi itu semua dengan ulasan senyum tipis. Langit yang sudah menggelap dan lampu-lampu jalan serempak menyala. Panorama perkotaan yang jauh di seberang, serta lingkaran pohon yang memeluk kawasan puncak terasa seperti dikurung hangat.

"Bang Suho kesini nggak, Kak?" Mark menoleh pada Irene.

"Masih di perjalanan." Jawabnya yang membuat Mark manggut-manggut. "Lagian percuma deh Mark, mereka kesini cuma numpang makan. Nggak guna banget."

"HAHAHAHAHAHA!! It's okay, Kak." Mark tertawa receh.

"Teh, aku takut nggak bisa jaga himpunan sebaik angkatan Teh Jennie sama Teh Irene." Yeji mencengkram pembatas balkon erat-erat. Memandang rekan-rekannya di bawah yang saling tertawa, entah mengapa di matanya jadi menyedihkan.

Yeji hanya ragu, dia tidak bisa sehandal kakak-kakak sebelumnya yang bisa mengendalikan himpunan begitu hebat.

"Kalau kamu nggak yakin, gimana kamu bisa lakukan semuanya?" Irene menukas. Sementara Jennie langsung merangkulnya.

"Hei, Teteh kan udah bilang, kalian kalau butuh bantuan telfon kita. Jangan sungkan. Pasti kita bantu!" Mendengarnya, Lisa ikut mengangguk dan melayangkan tepukan pada Mark.

"Lo nggak sendiri, Ji. Nih ada cowok, lo harus jagain dia cil!" Tukas Lisa pada Mark.

"Siap Kak!" Mark mengangguk kuat, lapas itu menoleh pada ketuanya. "Kerjanya bareng gua, Ji. Don't be afraid, girl."

"Masih ada anggota lain yang bakal bantu kamu juga. Kamu nggak jalanin himpunan ini sendirian. Kalian bareng-bareng." Suara Irene terdengar seperti hembusan angin damai, menyentuh hatinya dan merundung atmosfer menjadi sendu.

Yeji menunduk. Dalam hatinya, seakan ada sesak dan ketakutan yang menderanya lebih besar hingga-hingga dia tak bisa menahan air matanya. Meskipun dia tahu, cukup banyak orang-orang mendukungnya, namun tak menghilangkan beberapa pembenci dan sejumlah mahasiswa lain yang meremehkannya. Entah dibilang kepengurusannya takkan sejaya kepengurusan Jennie, entah dibilang dicerca hima akuntan tak lagi sama, dan masih banyak lainnya.

Ini masih terlalu awal untuk menakuti segala hal. Tapi Yeji takut, justru langkah kakinya di depan malah benar-benar apa yang seperti mereka omongkan. Bebannya menopang himpunan ini terlalu berat.

"Teh, hayuk atuh ke bawah. Udah siap-siap mau makan ini." Suara Jaemin muncul dari belakang untuk membuyarkannya. Namun, nyatanya dia ikut tersentak saat melihat Yeji. "Eleuuuh, naha kamu teh nangis?"

"Biasalah." Mark terkekeh sembari mendorong pundaknya dari belakang, lalu melalui Jaemin lebih dulu.

"Bilangin sama anggota yang lain, kahimnya dijaga baik-baik. Yang nurut, jangan bandel." Ujar Lisa.

"Pasti atuh teh." Jaemin mengangguk. Kemudian mereka beriringan turun ke bawah.

Di bawah sana, Joy sengaja mengambil langkah ke belakang dan mengacungkan kamera ponselnya untuk memotret secara panorama. Lalu setelah dapat satu foto, dia bersorak, "MULAI GUYS!!!"

Malah jadi dia yang punya komando.

Pembakaran daging dan suki mulai dilakukan. Para kaum adam yang heboh merapat ke dekat bakaran kayu kemudian membawa gitar dan bernyanyi bersama. Sementara di gigir kolam ada yang bermain uno, siapa lagi jika bukan kaum haram (Yuta, Taeyong, Johnny, Jihyo, Dahyun, Ningning, Yena, Moonbyul, Winter, dan Ryujin).

"Masih gamon lo, Tae?" Kun ikut bergabung ke dekat api unggun.

"Siapa yang gamon?" Seulgi baru saja selesai mencatelkan kembang api di dahan pohon, lalu mendekat ke arah sana.

"Gamon apaan, gua aja belum sempet jadian sama dia." Kekehnya miris. "Iwan Fals dong, Jae." Dia menyenggol Jaehyun yang memangku gitar.

"Judul?"

"Yang terlupakan."

"Haduh... terlupakan amat judulnya." Wendy ikut bergabung duduk di sana.

"Wokeh." Jaehyun mengangguk.

Petikan gitar dari jemari Jaehyun memercik bersama suara api yang memakan kayu-kayu. Intro lagu itu bukan hanya menghanyutkan suasana menjadi redam, melainkan ingatan-ingatan yang mencuat bersama keriuhan malam ini.

Saat Taehyung memandang getir pada api di depannya, dua mata Seulgi mengamati pergerakan Jennie dan Lisa yang tengah membantu Yeji dan Mark di sana. Diam-diam dia mengulum senyum pedih; gue harap, lo bisa jaga Jennie sebaik yang lo bisa. Jangan kayak gue, Lis. Yang ujungnya dia juga memandang keterdiaman Irene di kursi depan kolam.

"Denting piano, kala jemari menari, nada merambat pelan..." suara Jaehyun meluntun syahdu. Disambung Doyoung setelahnya.

"Di kesunyian malam saat datang rintik hujan..."

"Samperin lah Gi, gausah ditahan-tahan gitu." Wendy menyenggol sikutnya.

"Emangnya boleh?"

"Boleh lah Gi, justru nggak baik kalau diem-dieman." Kun berpendapat.

"Kagak ah, nanti aja." Seulgi menggeleng seraya memutus kontak matanya untuk beralih pada api unggun di depannya. Nanti lagi. Kapan-kapan saja.

Seulgi lebih memilih memandangnya dari kejauhan. Sambil menikmati lirik dan irama dari lagu yang Jaehyun bawakan. Mello lagunya seakan direstui semesta, dengan pemandangan langit berbintang yang murung, kemudian hembusan dingin angin yang membuat atmosfer seakan tercekik.

"Li, samperin dulu Kak Irene coba." Jennie berbisik pada Lisa.

"HEH ECHAN, SIA JANGAN DIMAKANIN DULU ANYING! YANG LAIN JUGA BELUM!!" Lisa bercekak pinggang melihat kelakuan adik-adiknya di depan panggangan daging.

"MARAHIN TEH! ANAKNYA EMANG BANDEL!" Yuna mengompori Lisa sambil cekikikan.

"WEEEEE SIAH YANG KALAH MAEN REMI JEBURIN KE KOLAM!!" Joy dan Yeri ribut dari teras.

"SPORTIF SIA YERI! WOY, AER KOLAM DINGIN APA PANAS?!"

"PANAS DINGIN, HYO!" Teriak Ten.

"Aelah, gusur Joy!" Dahyun berdecak langsung berdiri untuk menyeret sebelah kaki Yeri.

"HEH ANJENGGG!!! MAMIH!!!" Pekik Yeri.

Udah pusing, tambah pusing.

"Li!" Melihat Lisa malah beradu bacot dengan adik-adiknya, Jennie praktis menyenggol lengannya. Barulah setelah itu Lisa menoleh. "Kenapa Jen?"

"Samperin dulu Kak Irene!"

"Kok sama aku? Sama Seulgi lah!" Lisa jelas menolak. Bukan apa-apa, dia lebih setuju oleh Seulgi karena keduanya sedaritadi malah berjauhan.

Dan setelah sadar bahwa Irene seorang diri di seberang kolam, Lisa praktis celingukan mencari keberadaan Seulgi. "Aku cari dulu Seulgi deh ya."

"Tuh di api unggun." Jennie mengadahkan dagunya ke sebelah kiri, dimana di alasan tanah mereka berkerumun membentuk kubu baru.

Lisa praktis melepaskan gelas di tangannya, lalu melangkah lebar pada kerumunan api unggun itu. Namun, bersamaan dari itu jua, dari bawah datang segerombol lelaki alias antek-antek Suho yang membuat suasana makin chaos.

"HALO BARUDAK!" Seperti biasa, Baekhyun menyapa dengan ceria.

"KANG!!" Haechan langsung beranjak dari dalam. Diikuti Lucas, Jaemin, dan angkatan seantekan Lisa.

"Gimana kabar, Baek?" Johnny menyalami.

Disaat anak lelaki sibuk menghampiri mereka, Lisa menyempatkan dirinya untuk memandang dua bocah yang masih terduduk di depan api unggun itu. "Bangun, temenin Kak Irene tuh." Lisa mengulurkan tangan pada Seulgi.

"Gamau ah." Seulgi meraih uluran itu, namun untuk membalik dan menyalami Chanyeol serta Suho terlebih dahulu.

"Widih, udah dari siang nih?" Sapa Suho.

"Yoi bang, biasalah, kasian kalau gaada yang ngawal tuh bocil." Seulgi terkekeh.

"Rame bener anjir, make segala nyewa villa mewah begini. Kepengurusan aing mah boro-boro iya nggak Yo?" Baekhyun menyenggol Dio.

"Irene irit banget." Dio mengangguk.

"Gabung dulu anying buruan! Itu bakar-bakar daging aing laper!" Chanyeol grusukan mendorong pundak Suho.

"Ayo dong, rame-rame kesana!" Suho melambai pada Lisa, Wendy, dan Seulgi.

"Iya bang, duluan aja." Jawab Lisa. Sesudah itu, dia justru menyeret Seulgi ke berbeda arah. Dari belakang, Wendy hanya memantau sembari tersenyum tipis. Menanggapi Si Beruang itu yang malah meronta-ronta dan tak kalahnya Lisa terus menerus menyeret.

Gi... Gi...

"KAK RENE, NIH KATANYA MAU NGOBROL!" Rupanya, teriakan Lisa ampuh memutar perhatian pada dua oknum yang sekarang saling pandang kaku.

Hanya beberapa detik sebab Irene langsung mencari pelarian pada tatapan Lisa. Namun, Lisa sendiri masih sibuk berkomat-kamit pada Seulgi. Padahal, pendengaran Seulgi sendiri sudah mengabur.

"Sama kakak tingkat tuh akur kek! Ini juga Kak Irene, gausah kaku-kaku begitu lah kak! Buruan salaman dulu sebelum kita balik nih!"

Namun, Irene dan Seulgi malah sama-sama mengalihkan pandang. Tak tahu harus menyeletuk apa.

"Ya Tuhan..." Jennie sudah geleng-geleng kepala saja dari seberang.

Karena sama-sama gemas, dia mengisyaratkan tatapan pada Lisa. Mata kucing itu menggerakan sirus tajam, kemudian Jennie menggerakan dua tangannya yang berjabat, membuat Lisa akhirnya manggut-manggut dan sekonyong-konyong menarik sebelah tangan mereka masing-masing.

"Buru ngomong!" Desak Lisa.

"Ngomong atuh!" Goda Hanbin dari depan. Yuta dan Taeyong yang masih main uno sempat tersenyum miring padanya. "Minimal ngomong dulu sebelum salting." Celetuk Yuta.

Irene jelas melotot. Dia nyaris menghempas tangan Seulgi sebelum Seulgi sendiri yang menyelahnya.

"Apa kabar, kak?"

To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

13.6K 718 21
"Kenapa kau tidak seperti Kakak mu yang rajin juga berprestasi?! Dipikir membiayai kebutuhan mu tidak repot?! Bocah Nakal sekali!" Lisa, gadis yang s...
570K 57.6K 28
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
215K 23.1K 44
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...
Rapuh By Blinkeu

Fanfiction

49.4K 6.2K 28
'Bukankah rumah tempatku bersandar? Namun kenapa aku tetap merasa sendiri setiap kali kembali kerumah?' Ahn Jisoo 'Cih... Kau masih ingat rumah rupa...