Bukan Pernikahan Impian | END

By Shineeminka

79.8K 12.9K 1K

Pernikahan seperti apa yang kamu impikan? Menikah dengan seseorang yang kamu cintai dan mencintaimu? Dikarun... More

Prolog
1A
1B
2A
2B
3A
3B
4A
4B
5A
5B
6B
7A
7B
8A
8B
9A
9B
10A
10B
11A
11B
12A
12B
13A
13B | END

6A

2.6K 521 36
By Shineeminka

Kafka menghentikan mobilnya di sebuah toko bunga, untuk pertama kalinya ia akan membelikan bunga untuk Putri. Pilihannya jatuh pada bunga mawar berwarna putih.

"Kafka."

Kafka menolehkan kepalanya ke arah seseorang yang baru saja memanggilnya. Orang tersebut ternyata Nadhira.

"Kamu lagi apa?" Tangan Nadhira menyentuh pundak Kafka, matanya mengerling nakal.

"Apa yang bisa kulakukan di toko bunga selain membeli bunga," jawab Kafka dingin.

"Kamu masih marah sama aku? Aku kan sudah minta maaf?" Tangan Nadhira bergelayut manja pada tangan Kafka, namun dengan cepat Kafka menepisnya. "Harusnya kamu berterimakasih sama aku. Berkat aku ngasih tahu wartawan kamu jadi nggak langsung pisah sama istri kamu dan sepertinya sekarang kalian hidup bahagia," celoteh Nadhira, dalam hati sungguh ia menyesali tindakannya kala itu. Andai pernikahan Kafka tak sampai pada media sudah pasti Kafka dan Putri sekarang sudah berpisah, bukannya malah hidup bahagia.

Kafka mengabaikan Nadhira, ia berjalan ke arah kasir untuk membayar bunga yang hendak ia beli.

Nadhira mendengus kesal. Semuanya gara-gara taruhan bodoh yang dibuat Rey, kalau saja Kafka tak mengikuti taruhan bodoh tersebut sudah pasti sekarang Kafka masih berstatus sebagai pacarnya atau bahkan lebih.

***

Hari ini Putri berencana akan memasak soto ayam, namun ternyata persediaan ayamnya habis. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke toko freshmart yang letaknya tak jauh dari rumah, namun sebelumnya ia minta ijin dulu pada Kafka. Dan Kafka pun mengijinkannya.

Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit untuk sampai ke Freshmart. Selain membeli ayam Putri membeli nugget dan sosis. Setelah dirasa cukup ia pun menuju kasir. Namun langkah kakinya seketika terhenti saat ia melihat sosok Azam yang tengah berdiri di depan meja kasir. Putri sudah hendak menjauh, berharap Azam tak akan menyadari keberadaannya namun belum sempat ia menjauh Azam sudah terlebih dulu menoleh ke arahnya.

"Putri." Gumam Azam, ia sungguh tak mengira kalau akan kembali bertemu dengan Putri.

Sebisa mungkin Putri berusaha untuk mengkontrol detak jantungnya.

"Kita kembali bertemu. Beli apa?" Azam menghampiri Putri dan melirik ke arah ke ranjang yang dipegang erat oleh Putri.

"Ayam Kak." Jawab Putri saat sudah dapat mengkontrol detak jantungnya. Ia pun berjalan ke arah kasir untuk membayar belanjaannya. Hatinya terasa lega saat Azam tak memperpanjang obrolan. Namun rasa lega itu seketika berganti menjadi kegelisahan saat ternyata Azam menunggunya diluar toko.

"Bisa kita bicara sebentar?"

"Tentang apa?" Tanya Putri, pandangannya menatap ke arah jalan.

"Apa kamu mencintainya?"

Dahi Putri berkerut. Tanda ia tak paham dengan pertanyaan yang Azam ajukan.

"Apa kamu mencintai suamimu?"

Pertanyaan yang sungguh terbilang tidak sopan, batin Putri.

"Maaf kalau pertanyaanku tidak sopan." Ucap Azam saat melihat ekspresi tak suka dari wajah Putri. "Aku cuma ingin tahu bagaimana perasaanmu pada suamimu."

"Tentu aku mencintainya, kalau aku tidak mencintainya tidak mungkin aku menikah dengannya." Rangkaian kalimat penuh dustapun terucap dari bibir Putri. Tapi memang hal itulah yang seharusnya dirasakan oleh seorang istri pada suaminya.

Azam tersenyum sendu. "Kalau begitu artinya tak ada lagi kesempatan untuk hubungan kita."

"Kita tak pernah menjalin hubungan apapun, Kak." Ucap Putri tegas. Ada rasa kecewa yang mengetuk hati Putri. Kenapa Azam berubah? Azam laki-laki yang shaleh, tapi kenapa ia masih mengharapkan suatu hubungan yang tidak akan mungkin terjalin.

Azam yang ia kenal telah berubah.

"Tidak Putri, disaat aku mengutarakan perasaanku padamu itu awal hubungan kita terjalin. Namun bodohnya aku saat itu aku tak berani menyuruhmu untuk menungguku. Aku terlalu percaya diri kalau dirimu akan tetap menungguku meskipun aku tak menyuruhmu."

Putri mengepalkan tangannya. Menarik napas dalam-dalam. Cinta itu masih ada di hatinya hingga detik ini, tapi Putri sadar kalau cinta yang dia rasakan  adalah cinta yang salah, sulit baginya untuk menghapusnya yang bisa ia lakukan hanyalah menjaganya agar cinta itu tak menjurumuskannya pada hal-hal yang dibenci Allah.

"Semuanya sudah benar-benar berakhir, Kak. Allah mentakdirkan kita tak berjodoh." Ucap Putri sebelum berlalu dari hadapan Azam.

***

Keinginan membuat soto ayam menguap entah kemana. Putri lebih memilih duduk diam di atas ayunan yang terdapat di halaman belakang. Matanya menatap ke arah kolam ikan.

Kenapa rasa cinta itu ada? Kenapa rasa cinta itu sulit untuk dimusnahkan? Apakah cinta itu datangnya dari Allah atau dari hawa nafsunya semata? Sungguh Putri berharap rasa cinta itu segera sirna dalam hatinya. Sungguh menyakitkan, mencintai seseorang yang pada hakikatnya tak sepantas untuk kita cintai.

Sebegitu lemahkah imannya sampai-sampai perkara cinta di hatinya tak mampu ia kendalikan?

Putri beranjak dari atas ayunan saat mendengar suara mobil Kafka.

Dialah yang seharusnya kucintai. Batin Putri sambil melangkah menuju pintu utama. Ia buka pintu tersebut Kafka yang baru turun dari mobil tersenyum, namun senyum itu sirna saat melihat wajah murung Putri.

"Kenapa?" Tanya Kafka khawatir. Tadi pagi Putri terlihat baik-baik saja tapi kenapa sore ini wajahnya terlihat murung.

Putri mencium punggung tangan Kafka. "Tidak apa-apa Mas. Sini tasnya biar aku bawain." Putri mengambil alih tas kerja yang dipegang oleh Kafka.

"Kamu nggak enak badan?" Tanya Kafka saat keduanya telah berada  di dalam kamar. Ia membawa  tubuh Putri ke dalam pelukkannya, lantas menempelkan keningnya ke kening Putri. Tidak Panas. Suhu tubuh Putri normal.

Putri membalas pelukan Kafka. Ia melingkarkan tangannya di leher Kafka. "Aku tidak apa-apa Mas."

Kafka tersenyum. Ia kecup bibir Putri. "Tapi kenapa kamu terlihat murung. Apa ada sesuatu hal yang tidak membuatmu senang?"

Lagi-lagi Putri menggeleng. "Mas mau langsung makan apa mandi dulu? Tapi maaf hari ini aku nggak jadi bikin soto ayamnya."

"Kenapa?"

"Tiba-tiba nggak mood buat masak. Maaf yah Mas."

Kafka mencium pipi Putri gemas. "Tidak usah minta maaf. Kamu itu istriku bukan tukang masakku jadi masaklah bila memang kamu menginginkannya."

Putri tersenyum haru. Kafka sungguh baik padanya, Semenjak ia tak lagi mengkasarinya  Kafka tak pernah menuntut apapun pada Putri.

Perlahan Putri mendekatkan wajahnya ke wajah Kafka. Dan untuk pertama kalinya Putrilah yang memulai... ia mencium bibir Kafka. Dalam hati ia tak berhenti berdoa, doa yang paling sering ia panjatkan setiap harinya yaitu berharap Allah akan segera menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk Kafka.

Kafka membalas ciuman Putri dengan lembut. "Aku sungguh mencintaimu." Ucapnya.

Putri menatap Kafka lekat-lekat. Ingin rasanya ia pun mengatakan kata-kata yang sama dengan apa yang telah Kafka ucapkan tapi lidahnya kesulitan untuk melakukan itu.

Tangan Kafka membelai pipi Putri. "Tidak perlu dipaksakan. Aku tahu kamu belum mampu mencintaiku tapi percayalah cepat atau lambat rasa cinta itu akan tumbuh di hatimu."

Putri mengamini perkataan Kafka.

"Oh iya aku punya sesuatu untuk kamu?" Kafka keluar dari kamar menuju garasi. Ia mengambil buket bunga dan sebuah kotak yang sudah dibungkus rapi dengan kertas kado berwarna lavender dari dalam mobil, setelah itu ia kembali ke dalam kamar. "Ini untukmu."

Putri mengerutkan keningnya. "Dalam rangka apa Mas ngasih kado dan bunga untukku?"

"Dalam rangka merayakan hari ulang tahunku."

Mata Putri membulat sempurna. Sungguh ia tidak ingat kalau hari ini hari ulang tahun Kafka. "Maaf Mas aku..."

Kafka tersenyum maklum. "Tidak apa-apa."

Putri berhambur memeluk Kafka. "Selamat ulang tahun suamiku semoga Allah memberikanmu umur panjang yang penuh akan keberkahan, selalu diberi kesehatan, dan kebahagiaan dunia akhirat."

Kafka membalas pelukkan Putri. "Aamiin. Terimakasih sayang." Ia kecup kening Putri dengan penuh cinta.

"Mas mau hadiah apa dari aku?"

"Kamu sudah menjadi hadiah terbaik dalam hidup aku. Jadi aku nggak butuh hadiah apa-apa lagi."

Wajah Putri bersemu merah. "Boleh aku buka hadiah ini, Mas?" Ia mengalihkan wajahnya ke arah kado yang Kafka berikan padanya.

Kafka mengangguk. Putri pun membuka kotak tersebut. Matanya membulat sempurna saat melihat isi dari kotak tersebut yang ternyata adalah tas branded yang harganya tentu sangat mahal.

"Kamu suka?"

Putri menggigit bibir bawahnya. "Bagus banget Mas tasnya tapi..."

"Tapi apa?"

"Aku ngeri pas pakai tas ini tiba-tiba ada yang jambret."

Kafka mengerutkan keningnya, namun tak lama tawanya pecah. "Memangnya kamu mau pakai tasnya kemana? Ke pasar?"

Putri mengangguk polos. Kemana lagi kegiatan yang dia lakukan selain ke pasar jadi sudah tentu tas ini ada kemungkinan akan ia pakai ke pasar daripada tak dipakai kan mubazir.

Dengan gemas Kafka mencubit pipi istrinya. Ia lupa kalau istrinya beda sekali dengan para wanita yang pernah ia kencani, mereka wanita-wanita sosialita jadi ketika diberi hadiah tas mahal seperti ini mereka akan sangat senang bukannya merasa takut.

"Nanti tasnya dipakai saat menghadiri pesta saja. Kalau yang buat ke pasar nanti aku belikan yang lain."

Putri mengangguk patuh. "Oh iya Mas karena hari ini hari ulang tahun Mas, aku mau neraktir Mas. Kita makan diluar yah?"

Tentu Kafka tak menolak.

"Nanti pergi makannya habis salat isya yah," ucap Putri penuh semangat.

TBC

17 Muharram 1445H

Continue Reading

You'll Also Like

46.9K 898 9
Bagi Lana, Nathan Curtiss adalah pilihan yang tepat untuk dijadikan suami. Pria itu tampan, kaya raya, baik hati, dan yang penting, ia tergila-gila p...
2.5M 152K 50
"𝗕𝗮𝗿𝘂 𝗮𝗷𝗮 𝗺𝗮𝘂 𝗺𝗼𝘃𝗲 𝗼𝗻, 𝗺𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗱𝗶𝗷𝗼𝗱𝗼𝗵𝗶𝗻." *** Siapa yang tidak senang dijodohkan dengan crush sendiri? Hampir sejuta uma...
1.3M 47.9K 25
Seperti kata pepatah, berharap kepada manusia adalah patah hati paling disengaja. Hal itu pulalah yang dirasakan oleh Aisfa, mantan badgirl yang sed...
8.8K 1.9K 35
Jelita Asmara, nama yang cantik. Secantik orangnya. Namun sayang, jodoh tak kunjung datang. Kenapa kira-kira? Apa karena kutukan? Rasanya ingin meng...