Hidden Secret [Kageyama Harem]

By Cerry_May

12.9K 1.3K 133

Kambe Tobio secara tak sengaja masuk ke dalam tubuh bocah yang hidup dalam kesepian, Kageyama Tobio. Lalu, ap... More

Prolog
Chapter - 1 (Revisi)
Chapter - 2 (Revisi)
Chapter - 3
Chapter - 4
Chapter - 5
Chapter - 6
Chapter - 7
Chapter - 8
Chapter - 9
Chapter - 10
Chapter - 12
Chapter - 13

Chapter - 11

648 70 8
By Cerry_May

Siang itu kakak perempuan bio datang mengunjunginya di rumah sakit. Perut besarnya tidak membuat dia kehilangan kecantikannya. Menurut Tobio justru Miwa nampak sangat cantik dan keibuan. Dia datang bersama suaminya yang juga tampan menurutnya, pasangan sempurna.

Keinginan Tobio sekarang adalah memperbaiki hubungan si pemilik tubuh dengan kakaknya. Memperbaiki hubungan mereka yang sangat diinginkan Bio tapi tidak bisa dilakukan oleh bocah pendiam itu. Tak masalah jika Miwa sedikit keras asalkan dia kembali peduli dengan Bio. Ditambah hanya ada mereka di ruangan itu, dia bisa menceritakan keluh kesah yang selama ini Bio pendam.

Namun, belum sempat Tobio mengatakan sesuatu, suara tamparan menggema di ruangan itu. Rasa panas dan sakit menjalar di pipi Tobio. Pipinya yang putih pucat seketika menjadi kemerahan di salah satu sisinya. Tobio menatap tak percaya pada Miwa yang terlihat begitu marah. Tobio bingung, bukankah seharusnya Miwa menghawatirkannya? Bukankah adik satu-satunya tengah berjuang dengan rasa sakit? Lalu kenapa perempuan itu menamparnya?

"Apa yang sudah kau lakukan, Tobio? Sudah kubilang jangan membuat masalah! Tapi kau selalu membuatku malu! Bertengkar di sekolah, hah? Sungguh memalukan!" Suara penuh amarah menggelegar di kamar inap itu.

Tanpa tau yang sebenarnya, kenapa Miwa menuduhnya berkelahi? Kenapa dia tidak bertanya padanya apa yang terjadi? Kenapa dia begitu tega menyakiti adiknya tanpa mendengar penjelasan? Tiba-tiba rasa marah menjalar di hatinya.

Miwa menunjuk ke arah Tobio. "Aku membesarkan mu bukan untuk menjadi seorang bajingan."

Riku, suami Miwa berusaha menenangkan istrinya. "Sayang, tenanglah. Ingat, kau sedang hamil sekarang."

Miwa berusaha menetralkan nafasnya yang memburu. Memandang tajam ke arah adiknya.

"Tobio, aku hanya ingin kau menjadi anak yang baik dan sekolah dengan benar. Kau tidak bisa menjadi berandalan seperti ini. Apa yang akan kau lakukan di masa depan jika kelakuan mu saja seperti ini?" ucap Miwa.

"Apa yang kau tau? Kenapa kau tak pernah bertanya padaku apa yang terjadi? Apa kau tau bagaimana sakitnya aku? Kau tak tau!" Tobio yang muak dengan tuduhan Miwa meledak akan amarah.

Miwa semakin marah mendengar adiknya berteriak kepadanya. "Aku kakakmu! Beraninya kau berteriak kepadaku!"

Tobio hanya mendengus dan mengalihkan padangannya.

"Kakakku? Lalu, kenapa kau tak pernah tau penderitaan yang aku alami?" Tobio berkata dengan dingin.

"Penderitaan? Memangnya apa masalahmu? Masalah besar seperti apa yang ditanggung anak kecil sepertimu? Kau bahkan belum dewasa." ucap Miwa dengan sarkas.

Miwa fikir seberapa besar masalah yang bisa dialami anak kecil? Dia hanya meminta Tobio untuk bersekolah bukan mencari nafkah atau apapun.

Melihat Tobio yang tak menjawab pertanyaan yang dia lontarkan, amarah Miwa semakin memuncak. Dia fikir adiknya sudah berani membangkang. Benar-benar anak nakal.

Melihat istrinya yang hampir meledak lagi, Riku menarik lembut tangan istrinya dan berkata dengan lembut, "Sayang, sebaiknya kau keluar saja dan biar aku yang berbicara dengan adikmu. Ingat, sekarang kau tengah mengandung. Jangan sampai hal ini mempengaruhi bayi kita."

Mendengar itu Miwa menghela nafas pelan dan menatap ke arah adiknya yang masih memalingkan muka. "Hem, kau urus anak itu." Setelah mengatakan itu, Miwa melenggang pergi keluar ruangan.

Riku yang melihat istrinya keluar menoleh kembali ke arah Tobio. Dia menatap bocah kurus itu sesaat dan berucap, "apa kau tau apa yang telah kau lakukan, Tobio?" Tobio tak menjawab dan hanya diam. Dia tau bagaimanapun dia menjelaskan tidak akan ada yang mendengarkan dirinya.

Riku menghela nafas, "Miwa sedang mengadung, dia sangat sensitif sekarang. Jangan membuatnya tertekan akan sikapmu yang seperti ini. Jadilah anak baik dan rubah sikapmu. Jangan selalu membebani kakakmu. Kami hanya ingin bahagia bersama anak kami. Kau mengerti maksudku kan, Tobio?" tanya Riku.

Tobio mengerti, sangat mengerti. Miwa dan Riku hanya ingin bahagia dengan bayi mereka tanpa dia diantara mereka. Pasangan itu hanya menganggapnya sebagai beban. Sungguh menyakitkan bukan?

"Aku akan mengirimkan uang setiap bulan untukmu. Berjanji lah untuk tidak membuat ulah. Kami akan langsung kembali ke Osaka. Jaga dirimu baik-baik." Riku pergi setelah mengusap rambut Tobio. Meninggalkan Tobio dengan perasaan sakit yang teramat sangat. Tangannya mencengkram selimut dengan kencang.

Sekarang Tobio pikir sangat wajar Bio mengalami depresi berat, tidak ada yang mendukungnya. Bahkan saat sakit sekalipun dia tetap disalahkan. Sangat berbeda dengan kehidupannya di keluarga Kambe. Jika di dunia ini tidak ada yang bisa menjadi sandaran untuknya, dia hanya bisa berjuang sendiri.

Manik blueberry itu berkilat dingin. Wajah pucat namun cantik itu tampak tanpa ekspresi, sangat dingin dan tanpa kepedulian.

Tobio turun dari ranjang dan berjalan dengan sedikit tertatih. Dia mengganti baju rumah sakitnya dengan pakaian biasa. Mengambil ponsel dan juga dompet yang ada di meja ruangannya. Dia pergi diam-diam tanpa pamit pada siapapun. Dia yakin jika biaya rumah sakitnya sudah ditanggung seseorang.

Setelah keluar dari rumah sakit, dia memanggil taksi untuk pulang ke rumahnya. Dia tau, mereka pasti bisa langsung menemukannya. Tapi itu bukan berarti dia mau menemui orang lain.

Setelah sampai, Tobio langsung berjalan menuju rumahnya dan masuk. Tak lupa juga dia mengunci pintu. Rumah yang sepi dengan sedikit aroma minyak telon samar yang tercium ketika dia memasuki kamarnya.

Tobio merebahkan dirinya di tempat tidur miliknya. Dia mengambil ponsel miliknya dan mengetikkan sesuatu untuk seseorang

'Aku pulang. Ingin istirahat. Jangan mengganggu.'

Pesan itu ia kirim untuk Kuroo karena Tobio yakin bocah-bocah sinting itu akan memaksa masuk jika dia pergi tanpa kabar. Tobio sekarang hanya ingin sendiri tanpa gangguan.

Setelah dia mengirim pesan itu, dia menonaktifkan ponselnya dan menggulung dirinya dengan selimut. Tak lama, dia jatuh tertidur.

~•~

Pagi itu Tobio bangun dengan perasaan yang lebih baik. Dia berangkat pagi seperti biasanya. Dia menaiki bus karena sepeda yang dipinjam Oikawa belum dikembalikan. Cuaca pagi ini sedikit lebih dingin dari biasanya. Tobio memakai jaket untuk menghangatkan ketika di perjalanan.

Melihat ke arah sekolah yang masih cukup sepi. Tobio berjalan ke arah kelasnya tapi kali ini dia tidak menemukan Akaashi yang tengah bermain basket di sana. Sedikit mengernyit tapi kemudian dia jalan kembali dan tidak peduli.

Sesampainya di kelas, dia duduk dan mengeluarkan earphone untuk memakainya dan memilih untuk melihat ke luar jendela. Dia bisa melihat satu persatu murid mulai berdatangan. Kelas yang semula sepi kini berangsur-angsur ramai. Namun, Tobio nampak tak memperdulikan sekitar. Dia hanya memandang ke arah luar jendela tanpa bergerak.

Entah sudah berapa lama dia melihat keluar jendela. Dia merasa seseorang menepuk pundaknya pelan. Tobio menoleh dan melihat itu adalah Atsumu yang tengah berdiri di samping mejanya.

Atsumu duduk di kursi Hitoka dan menggenggam tangan Tobio. Berkata dengan cemas, "kenapa kau pergi dari rumah sakit tanpa mengatakan apapun? Kami menghawatirkan dirimu." ucap Atsumu yang sontak membuat mereka menjadi pusat perhatian.

Tobio mengernyit pelan, dia melepas earphone miliknya dan berkata dengan datar, "kenapa aku harus memberitahu mu? Apa kita sedekat itu? Aku bahkan tidak pernah berkata aku memaafkan kalian." Setelah itu Tobio menepis tangan Atsumu.

Raut wajah Atsumu penuh keterkejutan. "Kenapa kau seperti ini? Aku pikir kita sudah lebih dekat." Atsumu berkata dengan pelan.

Tobio mendengus. "Itu hanya menurutmu, bukan aku. Kebencianku terhadap kalian bahkan masih mengakar kuat. Lalu, bagaimana aku bisa memaafkan kalian? Kau benar-benar lucu." Setelah itu Tobio memasang kembali earphone ke telinganya dan memalingkan wajahnya kembali ke arah jendela, tak menggubris sosok di sampinya.

Setelah itu sosok Atsumu digantikan dengan Hitoka yang juga menyaksikan semua kejadian di depan pintu kelas. Dia juga tak berani mengganggu Tobio yang nampak dingin hari itu.

Pembelajaran pagi itu berjalan baik. Setelah makan siang bersama Hitoka, Tobio pergi ke perpustakaan sendirian karena Hitoka ada beberapa urusan dengan wali kelas mereka.

Saat berjalan di lorong seseorang menarik tangannya dengan pelan. Tobio spontan melihat siapa itu dan dia adalah Kuroo. Melihat itu, Tobio mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Kuroo tapi itu tak berhasil. Tobio mendelik ke arah Kuroo.

"Apa maumu?" ucap Tobio. Bisa dia lihat beberapa orang tengah melihat ke arah mereka. Karena mereka masih ada di lorong yang lumayan ramai.

Kuroo yang mendengar nada tajam dari Tobio melembutkan tatapannya. "Apa yang terjadi, hem? Apa kau baik-baik saja?" tanyanya lembut.

Tobio menyipitkan matanya dan membalas, "apa urusannya denganmu? Lepaskan aku dan biarkan aku pergi."

Bukan marah, pria di depannya malah tersenyum tipis dan menariknya pelan ke dalam pelukannya. Tobio yang mendapat itu meronta dan memaki Kuroo. Namun, pria itu tak menggubris itu. Dia bahkan tak malu untuk memeluk Tobio di depan banyak orang.

"Apa aku menyakitimu lagi? Atau ada seseorang yang lain? Katakan padaku apa yang terjadi padamu. Jangan menahannya sendiri." Kelembutan dalam suara itu tak membuat Tobio goyah. Dia berhenti meronta dan berdecak keras.

"Bukannya kau dan teman-temanmu yang selalu menyakitiku? Lalu bagaimana menurutmu?" Sarkasnya.

Kuroo melonggarkan pelukannya dan menatap manik blueberry yang yang menatapnya dingin.

"Katakan padaku apa yang harus aku lakukan agar kau mau memaafkanku?"

Tobio tersenyum sinis. "Berlutut di depanku. Apa kau sanggup?" tantangnya. Karena Tobio tau seberapa besar harga diri orang di depannya ini.

Kuroo terkekeh pelan. "Hanya itu?"

"Apa maksudmu?" tanya Tobio dengan heran.

Kuroo tak menjawab pertanyaannya. Dia melepaskan pelukannya dan berlutut di depannya. Tobio melebarkan matanya melihat orang yang biasanya begitu angkuh berlutut di depannya di hadapan semua orang.

Saat Kuroo melihat reaksi Tobio dia tersenyum tipis, menggenggam tangan yang lebih kecil dari miliknya.

"Tobio, maafkan aku. Sungguh, beri aku kesempatan untuk menyembuhkan lukamu. Tolong, maafkan aku." ucap Kuroo dengan tulus.

Tobio membeku sesaat tapi setelah itu dia menghempaskan tangan Kuroo dan berkata dengan angkuh. "dalam mimpimu!"

Setelah itu, dia pergi meninggalkan meraka yang masih syok melihat pemandangan itu.

Kuroo melihat ke arah ke mana perginya Tobio. Tidak ada raut marah. Dia tersenyum dan bangkit. Berjalan pergi meninggalkan kerumunan.

'Sepertinya masih sangat sulit menjinakkannya.' batinnya.


T.B.C

Terima kasih yang masih baca!!

See you next time!!

Continue Reading

You'll Also Like

94.9K 9.5K 38
FIKSI
737K 58.9K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
29.3K 4.8K 17
Allura Christy Gadis remaja polos nan lugu yang kerap kali mendapat bullyan dari semua siswa siswi di sekolahnya. Bagaimana tidak, sekolahnya saja s...
57.5K 10.1K 29
kisah seorang jenderal yg di permalukan setelah kekalahan yg di alaminya. seorang jenderal agung pemimpin 300.000 pasukan di khianati hingga menyebab...