ASAVELLA [TERBIT] ✓

By jerukminii

9.3M 664K 52.4K

Aku terlalu bahagia mengisi hari-harinya. Sampai aku lupa, bukan aku pengisi hatinya. ••••• Cover by pinteres... More

Asavella 🍁
Asavella 🍁2
Asavella 🍁3
Asavella 🍁4 +
Asavella 🍁5
Asavella 🍁6
Asavella 🍁7
Asavella 🍁8
Asavella 🍁9
Asavella 🍁10
Asavella 🍁11
Asavella 🍁12
Asavella 🍁13
Asavella 🍁14
Asavella 🍁15
Asavella 🍁16
Asavella 🍁17
Asavella 🍁18
Asavella 🍁19
Asavella 🍁20
Asavella 🍁21
Asavella 🍁22
Asavella 🍁23
Asavella 🍁24
Asavella 🍁25
Asavella 🍁26
Asavella 🍁27
Asavella 🍁28
Asavella 🍁29
Asavella 🍁30
Asavella 🍁31
Asavella 🍁32
Asavella 🍁33
Asavella 🍁34
Asavella 🍁35
Asavella 🍁36
Asavella 🍁37
Asavella 🍁38
Asavella 🍁39
Asavella 🍁40
Asavella 🍁41
Asavella 🍁42
Asavella 🍁43
Asavella 🍁44
Asavella 🍁45
Asavella 🍁46
Asavella 🍁 47
Asavella 🍁48
Asavella 🍁49
Asavella 🍁50
Asavella 🍁51
Asavella 🍁52
Asavella 🍁53
Asavella 🍁54
Asavella 🍁55
Asavella 🍁56
Asavella 🍁57
Asavella 🍁58
Asavella 🍁59
Asavella 🍁60
Asavella 🍁61
Asavella 🍁62
Asavella 🍁63
Asavella 🍁64
Asavella 🍁65
Asavella 🍁67
Asavella 🍁68 pt.1
Asavella 🍁 68 pt.2
Asavella 🍁69 pt.1
Asavella 🍁 69 pt.2
Asavella 🍁70 (A)
Asavella ending?
ENDING ASAVELLA
EPILOG
ARKHAN : AKU JUGA PERNAH BAHAGIA
VOTE COVER ASAVELLA
OPEN PRE ORDER ASAVELLA
ASAVELLA 2: BALLERINA BERDARAH

Asavella 🍁66

96.8K 7.2K 2.6K
By jerukminii

“Manusia adalah makhluk kecil paling serakah di urutan metagalaxy. Bumi saja dirusak hingga diminta bersujud atau memilih musnah karena gedung? Hingga diciptakanlah matahari buatan? Apalagi manusia lemah-lemah yang tidak memiliki pedang di tangannya?”

“Apa mereka tidak menyadari jika mereka makhluk gumpalan tanah namun arogannya seakan mereka derajat paling tinggi yang diciptakan dari api dan cahaya. Saling membunuh dan merusak. Menjijikkan!”

Monolog laki-laki bertopeng kelinci yang menyeramkan seraya menggerakkan benang gelasan yang membuat tubuh sosok gadis bergerak hingga darah itu tumpah. Bagaimana tidak benang gelasan atau senar layangan adalah benang paling tajam walaupun ke gores sopan. 

“Tidak semua manusia seperti itu,” sela gadis yang tengah seperti melayang menggunakan dress ballet warna putih angsa penuh darah—terlihat bagian kedua mata kaki di tali dengan senar pancing yang diganti dengan tali pramuka ditambah gelasan benar atau senar layangan. Tak hanya itu beberapa bagian tangan juga terlihat diikat. Sesekali merintih menahan sakit pada tiap kulit yang tersayat sehelai benang layangan yang terikat mati pada titik tubuh tertentu.

“Perempuan bodoh!” celetuk laki-laki bertopeng kelinci. “Perempuan egois! Manusia berakal bodoh adalah perempuan! Bagaimana tidak? Dari miliaran manusia penghuni neraka perempuanlah yang terbanyak.”

“Kenapa sosokmu masih mengelak kenyataan jika di dunia ini manusia begitu keji melebihi iblis?”

Asavella tersenyum kecewa. “Iblis masih tunduk  kepada Tuhannya, bukan? Dia hanya tidak tunduk kepada Adam. Tapi iblis di rumahku? Tidak memiliki Tuhan, bahkan, tidak takut dengan Tuhan.  Kematianku juga pernah dibelinya.”

Laki bertopeng kelinci itu mulai tertawa singkat. “Iblis yang menyamar menjadi seorang ayah? Ayah, ya? Ayah? Ayah bukan? Ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri, nafsunya yang menggeliat-liat seperti linta yang baru saja diberi segenggam garam. SETAN MENERTAWAKAN INI! HAHA!” tutur laki-laki bertopeng kelinci yang membuat kerutan pada dahi Asavella.

Bukankah perkataan sang bertopeng kelinci itu sama dengan perkataan saudarinya sebelum ia diculik—dibekap dengan bius dan tiba-tiba pada ruangan penuh dengan fotonya.

"Papahku emang jahat, tapi papahku tahu batasan," lirih Asavella di mana ia bergumam sendiri dengan dirinya.

“Lantas, bagaimana dengan laki-laki yang mencintaimu dan berani membunuh sosok ibumu dan sahabatmu itu?” tekan laki-laki bertopeng tersebut yang kemudian memotong tali senar yang sudah melukai kulit sosok gadis yang hanya bisa menatap nanar sosok tersebut.

“Laki-laki yang mencintaimu dengan begitu tulus tapi bertepuk sebelah tangan. Laki-laki yang menjagamu dan tidak peduli tangannya ternodai karena harus menjadi pembunuh untuk membekap orang-orang yang membuatmu menangis?” tanyanya penuh serius seraya mewadahi tiap darah Asavella yang menetes pada mangkok kecil berbahan aluminum.

“Aku tidak mencintai siapapun termasuk diriku,” ungkap Asavella dengan mata emosional memerah. “Aku bahkan tidak pernah menyuruh siapapun membunuh ibuku. Jika bisa bunuh aku saja. Jangan bilang ….” Asavella memutar memori bagaimana Bara mengatakan jikalau ia tidak melakukan hal keji atas kematian Kuntira. Apa ini jawabannya?

“Ya. Akulah pelaku dari kematian ibumu. Aku, mengirimnya dengan bekal dosa yang menjadi perjalanan terakhir. Akulah laki-laki yang ada di kapal berbeda saat itu, Asavella. Aku juga yang membuat kecelakaan hebat kala itu karena aku tidak menyukai sikap lemah Harta Javier."

"Harusnya ... aku lebih dulu membunuh Bara dan Yuga. Dua pria payah itu tidak perlu merasakan semua itu, Asavella,” sambungnya dengan santai. Jantung Asavella merasa sakit mendengar kebenaran ini.

Ternyata kecelakaan harta bukan ketidaksengajaan? Ada apa? Dan dendam apa yang dimiliki laki-laki berwatak iblis ini?

Sampai pada satu titik menyisakan satu tali pramuka di bagian pinggang gadis tersebut. “Kalau aku potong tali ini, nanti kamu jatuh aja atau kepalamu juga bocor?” tanyanya tidak penuh dosa.

“Kalo aku colok mata kamu pakai garpu, kamu jerit doang atau nangis?” cerca Asavella penuh kesal yang tidak memiliki rasa takut kepada lawan bicaranya.

“Ketawa,” timpal lawan bicaranya sambil tertawa menempuh dua kali betis kakinya dan kemudian diam. Menatap Asavella penuh diam dan mengarahkan pisau pada tali pramuka tersebut dan memotongnya tanpa aba-aba.

Brakh!

Tubuh Asavella jatuh dari ketinggian tiga meter. Asavella merintih hingga menekuk tubuhnya. Merasakan sakit luar biasa pada bagian kepala.

Padahal tadi ia mendapatkan panggilan bukan buat kasus yang membawanya pada bertemunya iblis melainkan akan bertemu kakek dan neneknya.

“Jebakan? Bodoh,” umpat Asavella seraya memukul-mukul kepala belakang bahkan ia merasakan sesuatu di belakang kepalanya menusuk benda tajam namun ujung dari benda tersebut terasa tumpul berbentuk melingkar seperti
... paku?

“Kenapa lo jahat?” Asavella merintih—tangan mengepal dengan tatapan nanar kepada laki-laki yang tengah mengaduk cairan panas pada sebuah gelas aluminium.

“Gue baru aja waktu itu ngerasain kasih sayang mamah! Gue baru ngerasain dipeluk hangat mamah! Gue baru ngerasain dipanggil sayang sama mamah! Tapi lo! Lo!!” Emosional Asavella meledak mengalahkan rasa sakit pada kulit-kulitnya yang robek dan nyeri pada kepala belakangnya.

"Aku jahat? Kamu yang jahat sama diri kamu sendiri, Asavella!! Kamu yang jahat sama diri kamu! Kamu percaya sama orang-orang yang bilangnya akan memberi cinta namun justru merekalah pemberi luka!"

“Tapi aku enggak kaget, manusia akan seperti itu, Asavella. Menyesali hal yang sudah mereka lakukan ketika terlambat. Mereka diberi akal sehat namun tidak pernah digunakan dalam hidupnya,” sahut pria bertopeng kelinci tersebut.

“TAPI KENAPA LO BUNUH MEREKA! KENAPA! KENAPA! KENAPA LO RENGGUT HARTA!! KENAPA!! HARTA GAK TAU APA-APA! KASIAN MUTIARA! KASIAN!”

"MEREKA LAGI! MEREKA LAGI! KENAPA LO NGAWATIRIN PERASAAN IBA KE ORANG ORANG YANG DI SAAT KEPALA DIINJEK! KEPALA DITENDANG TAPI MEREKA MEMBISU KEK HEWAN DIKULITI! HA?! KENAPA LO MASIH MIKIRIN MEREKA SEMENTARA SEKARANG LO LAGI BERHADAPAN DENGAN KEMATIAN LO!"

"BERHENTI KHAWATIRKAN MEREKA!"

“Satu lagi, gue, enggak bunuh Harta! Tapi Gue kembalikan dia supaya dia enggak berdosa seperti mereka yang bully lo dengan alasan melindungi!” ungkapnya dengan napas terengah-engah dikala menjelaskan seluruh dosa Asavella yang terus membekas orang-orang jahat.

Asavella merasa sudah tidak beres. Manusia di hadapannya serasa tidak waras. Jantung Asa berdebar hebat, kedua netra menatap—melihat ponselnya dengan secepat mungkin ia mengambil walaupun tenaganya tidak sekuat manusia normal. Asavella meringkuk kesakitan dengan air mata yang sudah menjelaskan betapa sendi-sendi sangat sakit dan kepala belakang yang tidak tahu apa yang menusuk hingga menembus tempurung otaknya.

Gadis tersebut mencoba mengirim pesan suara acak pada satu grup yang terlihat paling atas disematkan. Sekuat tenaga Asavella mengirim pesan suara—terhitung ada lima pesan suara masuk dengan suara menahan sakit. ia bahkan mengirim pesan tertulis dengan abjad yang tidak karuan. Bisa dibaca atau tidaknya nanti, sekarang bagi Asavella adalah kewaspadaan dirinya.

Asa yang baru saja mengeluarkan diri dari grup tersebut tiba-tiba lengannya diinjak hingga menghasilkan jeritan pilu dari Asavella.

Akhhh!!!!!”

“Jangan menjerit, itu berisik, tapi nyaman,” bisik laki-laki itu dengan kekehan kecil.

Laki-laki tersebut melihat telapak tangan Asavella yang menggenggam ponsel dengan kondisi layar menyala. “Kamu mau ngirim apa?” Laki-laki bertopeng tersebut mengambil ponsel Asavella. Melihat banyak panggilan masuk dari nama-nama yang tentunya adalah orang-orang sekitar sang gadis.

Asa menggeleng dengan deraian air mata. Sementara laki-laki tersebut meletakkan ponsel Asavella pada sebuah tripod yang kemudian mengarahkan titik kamera ponsel Asavella pada posisi Asavella Skyrainy.

Gelengan kepala Asavella terlihat cepat. Berulang kali bahkan tubuhnya berusaha bergerak mundur—menabrak kacau membuat mangkok aluminium berisi darahnya tumpah berantakan pada ubin lantai berwarna putih gading. Bagaimana tidak?

Gadis malang tersebut melihat laki-laki bertopeng kelinci membersihkan sebuah sendok teh berbahan aluminium yang kini ia arahkan pada dirinya. Gerakan Asavella yang menabrak benda sekitar membuatnya berhasil ditangkap oleh laki-laki tersebut. Tanpa penuh dosa ia membenturkan kepala Asavella hingga berdentum. Sangat keras.

Ia menduduki perut Asavella yang bagaimana Asavella memberontak—memohon. “E-enggak, E-enggak, Gue m-mohon, gu-gue mohon jangan! Jangan! ENGGAKKKK!!!! PAPAH!!SAKIT!!!!!” Jeritan—raungan serta kaki yang memberontak diri menahan sakit dikala sendok itu masuk pada bola mata kiri Asavella—mencongkel paksa dengan begitu sempurna.

Laki-laki yang berhasil mencongkel bola mata Asavella, kini mulai memainkan bola mata Asavella yang di mana masih ada darahnya  dan kemudian melihat sejenak bagaimana Asavella meraung—teriak sakit. “INI SAKIT PAPAH! TOLONG ADEK! SAKIT PAH!!”

"PERIH! PERIH!!" jerit Asavella menutup kedua wajahnya di kala ia merasakan beberapa tetes cairan yang bisa gadis itu lihat melalu bola mata kanannya dengan samar. Tetesan jeruk nipis dituangkan pada tulang mata kirinya yang kosong penuh darah.

Teriakan itu membuat jemari dari laki-laki bertopeng kelinci menarikan jemarinya telunjuk seolah raungan pilu Asavella irama nada ballerina paling merdu. Hampir lima belas menit Asavella meringkuk—menggeliat memukul—menjabak rambutnya untuk menghilangkan rasa perih pada mata kirinya yang masih ada cairan dari perasan jeruk nipis.

Gadis malang tersebut kembali meraung-raung meraba-raba celana hitam laki-laki tersebut. “To-tolong jangan ambil mata Aca, ini mata pemberian Tuhan, to-tolong jangan ambil mata Aca mo-mohonn, A-aca tau kamu orang baik! To-tolong biarin Aca bisa bahagiain papah, to-tolong, cuma papah sekarang orang tua A-aca, jangan ambil mata Aca lagi ...,” mohon Asavella menepuk-nepuk penuh getar di kala sendok itu mengusap lembut kelopak mata kanan Asavella dengan darah yang masih menempel pada sendok teh tersebut.

Asavella terbatuk-batuk. “A-aca m-mohon, besok hari kelulusan A-aca, A-ca mau buktiin ke papah, kalo A-ca naik kelas dengan nilai terbaik tahun ini, to-tolong, eng-enggak! Sa-SAKIT! YA ALLAH SAKIT!!!! PAPAH!!”

Asavella memukul—mencengkeram erat di kala sendok itu kembali masuk secara paksa. Memutar masuk semakin dalam pada mata Asa.

Dengan suara serak gadis tersebut meraung kesakitan seraya menyebut nama Sang Pencipta. Raungan keras dengan kaki memberontak kembali sekuat tenaga menahan sakitnya sendok itu ketika memutuskan saraf mata.

“SAKIT PAPAH! TOLONGIN ADEK KAK JYSA! KAK JYSA!!! KAKAKKKK!!!! KAK JYSA! ARGHHHHH!!!! KAKAK!” rintihnya berulang kali merasakan kali ini bukan air mata yang keluar melainkan darah yang terus mengalir.

"PERIHHHHH!!!! PERIHHHHH!!!!!!!!!" jerit Asavella semakin menjadi-jadi dikala tetesan cairan jeruk nipis itu kembali diberikan pada mata kanannya yang kosong tanpa bola mata. Siksaan yang membuat seperti dalam neraka.

Dengan santai, laki-laki itu berhasil mencongkel—memisahkan bola mata cantik Asavella dari tubuhnya. Laki-laki berdiri sejenak dan Asavella meringkuk kesakitan.

"BALIKIN BOLA MATA ACA! BALIKIN!" bentak gadis malang itu sambil mencoba terbangun dengan tubuh yang sudah tidak ada tenaga untuk melawan.

“BOLA MATA ACA MANA! BALIKIN! ITU PEMBERIAN TUHAN! JANGAN DIAMBIL! NANTI ACA GABISA LIHAT PAPAH!! GABISA LIHAT KAK JYSA SAMA BEEBEE!!! BALIKIIINNN!!!!” teriak emosional Asavella dengan tangan mengepal—merangkak penuh getar ditambah darah yang menetes tak karuan untuk mencari bola matanya.

“Balikin bola mata Asavella, orang baik. Ayo .... balikin. Asavella mohon, balikin.” Asavella meraba-raba penuh gemetar sesekali tubuhnya rubuh sendiri karena terlalu lemas.  Ia berulang kali terbatuk-batuk hingga mengeluarkan saliva yang tercampur darah, namun ia tidak mengetahui.

Sekarang ia mendengar suara aneh. walaupun ia tidak bisa lagi melihat tapi indera pendengarnya begitu sensitif. Suara yang seperti benda tengah di asakan pada batu. Kepala Asavella menggeleng hebat di kala tubuhnya yang semula duduk tersungkur kebelakang.

Lihatlah, kali ini adalah kaki kanannya ditarik paksa. “Enggak ….,” lirih Asavella yang merasakan benda tajam yang terasa dingin menyentuh kulit pahanya.

“ENGGAK!!!! JANGAN!!!” Asavella berusaha menarik kaki kanannya sekuat tenaga. Ia tak sengaja menyentuh benda yang terlihat besar. Gadis tersebut mencoba meraba-raba benda tajam.

“Golok? I-ini golok? Pisau pemotong daging?” Asavella meraba kembali dan memastikan apa yang ia rasakan itu benar. “Untuk apa?” Asavella menoleh ke samping kanan untuk memfokuskan pendengarannya.

“Kakimu?”

Asa mengerutkan alisnya wajahnya menatap ke arah yang tidak tepat di mana posisi si laki-laki bertopeng kelinci tersebut. Tatapan bingung dengan tulang mata tanpa isi di sana.

“Kaki Aca?"

"Kenapa? Kamu mau ambil kaki Aca? Kalo kamu ambil kaki Aca?"

"Nanti Aca berangkat sekolah bagaimana?" tanya Asavella begitu polos yang masih memikirkan ia besok sekolah bagaimana. Sementara nyawanya sudah dihadapan malaikat maut.

"Aca nari balletnya gimana? Kalo papah marah sama Aca gimana? Tolong jangan ambil kaki Aca, Aca takut pu—SAKIT! UDAH JANGAN DI POTONG!"

"JANGAN DIPOTONG KAKI ACA! ACA BUKAN HEWAN!!!!!" Asavella menarik penuh ketika pisau pemotong daging itu menancap kakinya sampai tembus tulang.

"PAPAH KAKI ACA! KAKI ACA! ENGGAK!!! KAKI ACAAA!!!” teriakan pilu itu menggema hingga hujan deras dengan kilat menyambar berdentum di langit di mana menjadi saksi pilu ketika tiga kali pisau itu menghantam tulang paha Asavella hingga memutuskan kaki gadis tersebut.

"Jangan ambil kaki, Aca ...," mohon sosok gadis malang yang memukul-mukul ubin berulang kali.

“BALIKIN KAKI ACA!! BALIKIN SINI!!!” Asavella meringkuk—menekuk tubuh sudah tidak tahan dengan rasa nyeri ketika merasakan sesuatu tubuhnya ada yang terpisah.

Asavella menggeliat seperti ulat menggerakkan tubuh menggunakan tangan serta dadanya untuk mencari kaki kanannya. “Mamah, kak Aca dipotong ...."

"Mamah kaki Aca, mamah! MAMAHHHHH! PERIH! PERIH UDAH!!!!!" Asavella dibuat merasakan perih itu dikala tetesan jeruk diteteskan pada kaki kanannya yang buntung. Asavella mencoba menggaruk—mengusap daging segar dari paha yang buntung tersebut hanya untuk menghilangkan rasa perih namun membuatnya semakin sakit.

"Aca takut pulang enggak dengan tubuh yang utuh ….,” lirih Asa menutup matanya menggunakan tangan dengan tubuh terbaring lemah.  "Ini sakit, papah ...."

“Aca takut papah marah, Aca takut mamah! Aca ta—” Asavella terdiam sejenak dikala merasakan benda yang sama namun lebih kecil itu menempel pada lengannya.

“Kamu mau apa lagi!” Asavella mencoba mencengkeram dengan kuku tumpulnya sekuat tenaga pada kaki kanan laki-laki bertopeng tersebut.

“Kulitmu?”

“Udah-udah! Udah! ACA BUKAN HEWAN ACA BUKAN HEWAN!!!!” terka Asavella yang justru tidak direspon laki-laki bertopeng kelinci tersebut.

Laki-laki tersebut justru duduk bersilang. Memegang kulit Asavella dan mulai mengiris perlahan-lahan dengan pisau yang tidak tajam.

“Sakit …. Sakit …. Sakit papah! Papah sakit, kulit Asa! Enggak, ini sakit, ini sakit ini sakit! hentikan, hentikan!” Asavella mencoba mendorong pisau itu walaupun telapak tangannya ikut menjadi korban hanya untuk menghentikan aksi bagaimana tubuhnya tengah dikuliti bagian lengan kanan.

Hampir ada dua puluh menit Asavella tidak bersuara yang terlalu nyaring. Ia hanya menepuk kaki laki-laki bertopeng kelinci dengan rintihan.

"Aca anak kuat, Aca anak papah yang paling cantik," lirih Asa yang berbicara mulai tidak karuan.

Si laki-laki bertopeng kelinci tersebut hanya menguliti asavella sampai siku kanan saja.

Bagaimana rasa sakit itu beradu luar biasa dan tidak lagi tidak bisa deskripsikan melalui sebuah kata-kata.

“Aku mau pulang, aku mau pulang, Asavella mau pulang, Asavella enggak kuat, Asavella menyerah mamah, anakmu menyerah mamah, maafin Asavella mamah, mamah Adek mau pu-pulang, Aca mau pu—” Lagi-lagi Asavella dibuat diam.

Diam.

Dan berakhir di kala sebuah pisau besar itu menancap—memuncratkan darah seperti air terjun. Serta bibir yang terus berisik sedari tadi kini terlihat diberi cairan panas yang disiapkan dari tadi. Tak lain itu adalah cairan lilin yang dilarutkan dan di siram pada mulut Asavella.

Asavella tidak lagi bersuara. Dan tidak akan bisa bersuara untuk selamanya sebab laki-laki tersebut  membuka topeng kelincinya. Menjatuhkan pisaunya. Dengan tidak rasa takut ia mengiris beberapa bagian daging pada tubuh Asavella. Merobek bagian dada dan mengambil beberapa organ dari tubuh yang sudah tidak lagi bernyawa.

Hujan deras semakin datang dengan badai. Langit berdentum tak ada henti. Hujan lebat tanpa henti selama tiga jam. Langit yang terus bergemuruh hebat. Bahkan laki-laki itu mengusap keringat dinginnya dengan tarikan napas yang panjang.

“Selamat beristirahat, Langit perindu hujan.”

ฅ⁠^⁠•⁠ﻌ⁠•⁠^⁠ฅ

Next?

Yakali gak next???

Gabisa berword-word. Maaf banget yah kalo ngaret banget. Aku nulis ini langsung tanpa revisi kata ada typo atau enggak beritahu.

Bagaimana part ini? Minta maaf kalo enggak sesuai ekspetasi kalian.

Jangan lupa support aku dengan cara kirim pesan pesan atau wall ^^

jangan lupa follow dan support aku:

Instagram: @jerukminii

Wattpad: @jerukminii

Tiktok: jerukminii

Continue Reading

You'll Also Like

479K 8.2K 33
Dari kecil hidup bersama, tinggal serumah dan hidup sebagai adik beradik. Entah bagaimana perasaan cinta mulai tumbuh dalam diri. Ayana Bellinda dal...
7.3K 383 16
" sudi tak kau jadi soon to be Mrs Lee? " - Soobin ***** " sayang saya ikut cara awak " - Dahlia Main Characters : √Lee Soobin √Mira Dahlia © My own...
195K 11.2K 55
- KEKASIH IMPIAN - Mencari seorang hero untuk seorang gadis bernama Liyyan Lashira yang keras kepala, tidak menyabar dan suka bertindak sendiri. Enta...
7.4K 171 29
Adakah yang lebih menyakitkan dari sebuah perpisahan?