What should we do?

By Secrettaa

344K 32.5K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... More

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
3 | PERMINTAAN ARIKA
4 | 00:00
5 | VAMPIR
6 | PECAL AYAM
7 | HUKUMAN
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
31 | BACK TO SCHOOL
32 | MY LOVE
33 | LOOKING NIGHT SKY
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

21 | SUNSET

3.9K 307 64
By Secrettaa

MAAF BARU UPDATE.

KALIAN BACA INI JAM BERAPA?

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YANG BANYAK YA😄

Follow wp Secrettaa
Instagram @aleeeeeeeee_0019

Buat baca cerita What should we do? Versi AU Instagram.

🌻HAPPY READING🌻

Menikmati pemandangan pantai seraya makan ikan bakar ternyata adalah keputusan yang tepat. Setelah sebelumnya bersih-bersih dan menunaikan kewajiban karena memang sudah memasuki waktu shalat. Kini, kedua orang itu berakhir di sebuah warung makan sederhana.

Arika begitu menikmati setiap suapannya, ia tidak tahu bahwa ikan yang masih segar dan diolah menjadi ikan bakar ternyata seenak ini. Meski rasanya ia tidak tega menikmati ini semua, tapi apa boleh buat. Arika bahkan tidak bisa berhenti saking nikmatnya.

"Tadi aja bilangnya kasian sama ikannya, terus katanya nggak tega mau makan, mana sampai hampir nangis lagi."

"Hehe, telnyata enak banget ikan bakalnya Kak Juna."

Keduanya memang sempat melihat cara mengolah ikan bakar dan masakan lainnya di sini sebab Arika yang penasaran dan untungnya pemilik warung mengizinkan. Namun bukannya senang, Arika justru terus meringis dan bergumam tidak tega pada ikan-ikan tersebut. Bahkan, jika tidak Arjuna segera ajak menjauhi area dapur, bisa saja Arika menangis di sana.

"Kak Juna kenapa nggak makan?" Arika menatap laki-laki di depannya yang sekarang berstatus sebagai pacar dengan keadaan pipi yang semakin mengembung sebab ia belum menelan makanannya.

"Ini makan kok."

Arika masih menatap sang kekasih, membuat Arjuna malu bukan main. Begini-begini dia juga bisa merasa malu jika terus diperhatikan, apalagi yang memperhatikan adalah Arika, orang yang ia cinta.

Namun, Arjuna tidak mau merasa kalah, ia balik menatap gadis berpipi chubby di depannya dengan intens. Cukup lama mereka seperti itu dan tidak ada yang mau mengakhirinya. Akhirnya Arjuna mengalah juga, memberikan daging ikan yang sudah ia pisahkan dari tulang ke hadapan mulut Arika yang sedikit terbuka.

"Jangan liatin gue mulu. Nih, makan yang banyak. Ayo, buka mulutnya, aaa ...."

Kedua mata bulat itu mengerjap, tak lupa ia juga menuruti perintah untuk membuka mulut, menerima suapan dari Arjuna.

"Telnyata diliat sedekat ini Kak Juna tampan."

"Uhuk!"

"Loh, Kak Juna kenapa? Ini minum dulu." Secepat kilat Arika berpindah duduk di dekat Arjuna sambil memberikan segelas minuman.

Setelah batuknya reda, Arjuna menetralkan napasnya. Entah kapan ia akan terbiasa dengan setiap penuturan polos Arika yang selalu berhasil membuatnya bahagia.

"Lo tadi bilang apa?"

"Kak Juna kalau diliat sedekat ini tampan, tapi setelah Alika ingat-ingat, dali jauh Kak Juna juga tampan."

Arjuna berusaha menahan dirinya untuk tidak mencubit pipi chubby itu. "Gue emang tampan, dan lo juga cantik. Makanya kita pacaran."

"Emang pacalan halus olang tampan sama cantik doang ya Kak?"

Sepertinya Arjuna salah bicara. "Bukan gitu maksudnya, Sayang."

"Hust! Apa sih sayang-sayang, nggak boleh tau," bisik Arika seraya mencubit Arjuna. "Alika 'kan jadi malu."

"Habisnya lo kelewat polos banget. Rasa suka, cinta dan sayang itu nggak bisa kita takar batasannya sampai mana dan dengan siapa, ada kok yang jatuh cinta dengan orang yang nggak cantik atau tampan, intinya jangan jadiin tampang sebagai acuan untuk menaruh rasa. Gue tadi kan cuma nanggapin omongan lo, yang bilang gue tampan te--"

"Telus Kak Juna muji Alika balik dengan bilang Alika cantik bial Alika senang?"

Arjuna mengangguk pelan. Kembali memberikan suapan pada Arika yang sekarang tidak mau menerima.

"Alika bisa makan sendili. Emm, Alika juga malu diliatin olang-olang dali tadi Kak," ujarnya kembali berbisik.

"Lo makin lucu aja kalo malu kayak gini." Arjuna terkekeh dan memindahkan daging ikan yang sudah ia pisahkan dari tulang ke piring milik Arika.

Kali ini Arika tidak menolak, ia menikmati kembali ikan bakarnya dengan posisi duduk yang tidak lagi berubah. Ternyata ada untungnya juga ia duduk di sebelah Arjuna, ia jadi bisa melihat pemandangan pantai yang lebih indah.

"Habis ini kita kemana Kak?"

"Lo mau kemana?" Arjuna balik bertanya, ia sudah selesai dengan makanannya. Menunggu matahari terbenam sepertinya masih lama, tapi itu adalah ide yang bagus, menikmati matahari terbenam dengan sang pacar.

"Kalau nggak ada, gimana kita liat matahari terbenam di sini, pemandangan pantainya jadi lebih indah," usul Arjuna ketika Arika tak kunjung bersuara.

"Boleh, tapi masih lama nggak sih Kak?"

"Ada beberapa jam lagi."

"Nggak pa-pa deh, Alika lela nunggu lama demi lihat matahali telbenam. Tapi nanti sebelum itu kita main lagi ya, Kak."

Arjuna mengacak gemas rambut hitam itu. Ia tidak mungkin menolak permintaan Arika yang begitu senang saat bermain di pantai.

•What should we do•

"Arika ..."

Arika hanya memberi respon dengan bergumam. Semua hal baru yang ia rasakan hari ini sangat membahagiakan untuknya. Berlari di atas pasir tanpa alas kaki serta menikmati deburan ombak yang menghantam kakinya, juga makan ikan bakar dengan pemandangan pantai adalah sesuatu yang asing bagi Arika, tapi pada akhirnya menjadi list kebahagiaan yang ia ingin ulang terus-menerus.

"Lo beneran mau jadi pacar gue?" Entah sudah yang keberapa kalinya Arjuna melontarkan pertanyaan yang sama. Mulai dari matahari masih bersinar cerah, sampai sekarang mulai terlihat langit berwarna jingga indah. Ia lagi-lagi bertanya, mungkin merasa belum percaya dengan jawaban pertama.

"Kenapa Kak Juna halus tanya itu telus? Kak Juna nggak yakin sama pelasaan Alika?"

Cepat-cepat Arjuna menggeleng. "Bukan itu maksud gue. G-gue cuma masih nggak nyangka lo bisa setenang itu dan bahkan ngga berpikir aneh-aneh sama gue yang tiba-tiba bilang sayang ke lo."

"Mungkin kalau Alika nggak ketemu Kak Juna di lampu melah saat itu, kita nggak bakalan bisa ke pantai baleng gini. Alika bakalan tetap selalu di lumah dan menyimpan semua keinginan-keinginan yang telnyata nggak mustahil itu. Alika juga sadal, bahwa selama ini bukan dunia lual yang jahat, tapi Alika sendili yang jahat sama dili Alika.

Ketemu Kak Juna, benelan buat Alika jadi ngelasa lebih bahagia. Nggak tahu juga alasannya kenapa, tapi setiap Kak Juna selalu spam chat Alika, nanya kabal Alika hali ini gimana, kayak senang aja jadinya. Telnyata yang nggak ada ikatan kelualga bisa sepeduli itu. Duh, Alika jadi ngelantul." Arika menutup wajahnya, menahan malu karena sedari tadi terus berbicara tanpa henti.

Arjuna yang mendapat pernyataan jujur terkesan polos itu hanya bisa tersenyum. "Yang perlu lo tahu, sebesar apa pun rasa sayang lo ke gue, gue bakal kasih lebih. Bukan karena gue terpaksa, tapi karena gue memang ngerasa harus ngasih perasaan lebih buat lo."

"Dalipada gitu, gimana kalau kita jalanin ini sama-sama aja Kak? Bialin semuanya mengalil kayak ail."

"Hm, boleh juga. Kita emang masih sama-sama baru perihal suatu hubungan, gue yang bahkan nggak ada pengalaman dengan yakinnya nyatain perasaan. Nanti kalau lo bosan atau udah nggak sayang gue lagi, lo bilang aja. Tapi gue yakin lo nggak bakal ngerasain itu karena gue bakal selalu buat lo jatuh cinta dan sayang sama gue."

Terdengar begitu yakin dan penuh percaya diri, Arjuna seolah tidak membiarkan Arika berpikir buruk tentang hubungan mereka ke depannya, ia hanya ingin membuat Arika terus memikirkan hal positif dari hubungan ini.

"Alika nggak bakalan bosan sama Kak Juna, Alika janji."

"Gue juga janji, nggak bakalan bosan sama lo, Arika."

Keduanya saling melemparkan senyuman. Langit jingga di sore itu menjadi saksi dari obrolan keduanya tentang suatu hubungan dan berakhir dengan saling berjanji.

Dalam benaknya, Arika berdoa pada Tuhan, meminta setiap hal baik terus mengiringi dirinya dan Arjuna dalam mengambil langkah. Meminta bahwa perasaan yang ia rasakan pada Arjuna tidak akan pernah luntur untuk waktu yang lama atau bahkan selamanya.

Arjuna pun sama, diam-diam ia juga meminta pada Tuhan untuk terus membuat Arika nya bahagia. Memberinya banyak kesempatan untuk terus bersama Arika, menghabiskan setiap waktu yang ada dengan tawa.

Hari itu berakhir dengan Arjuna yang mengantar pulang Arika sekitar pukul enam lewat, sebab puluhan panggilan tak terjawab dari Arion yang terus menghubungi Arika membuat gadis itu merasa takut dan gelisah. Untung saja pemandangan matahari terbenam telah berakhir. Arika sedikit merasa lega jika terus mengingat bagaimana langit jingga tadi, tapi ia tidak bisa. Bayang-bayang wajah Arion dengan tatapan menghunus tajam berhasil membuatnya kembali khawatir akan nasibnya nanti.

"Lo jangan takut, ada gue." Arjuna meraih tangan Arika, menggenggam dan mengusapnya berniat menenangkan Arika yang kentara sekali khawatir.

"Alika lupa hubungin Bang Al, padahal tadi dia izinin Alika pelgi sebental doang. Alika takut Bang Alion malah, Kak ...." Matanya berkaca-kaca, membayangkan kemungkinan terburuk selain dari menerima kemarahan abangnya.

"Dia pasti tahu kok lo pergi kemana, secara bodyguard lo sampai sekarang masih ngikutin kita." Arjuna lagi-lagi mencoba menenangkan. Berharap gadis yang baru beberapa jam lalu resmi menjadi kekasihnya ini tenang dan berhenti berpikir negatif.

Namun, sepertinya tidak semudah itu sebab Arika masih terlihat cemas apalagi kini mobilnya sudah berhenti tepat di depan gerbang yang menjulang.

Arjuna baru berniat ikut turun dari sana sebelum intruksi dari Arika menghentikan pergerakannya.

"Kak Juna nggak usah tulun ya, langsung balik aja. Makasih buat hali ini, Alika seneng dan bahagia banget. Alika masuk dulu, Kak Juna hati-hati ya. Dah Kak Juna!" Tanpa menunggu respon dari sang kekasih, Arika berlari memasuki gerbang.

Arjuna masih diam di sana, memperhatikan Arika yang sudah sampai di depan pintu rumah, gadis itu menatapnya dan tersenyum. Seolah menyakinkan Arjuna bahwa semua akan baik-baik saja, padahal tadi yang mati-matian terus merasa ketakutan adalah dirinya sendiri.

"Gue nggak bisa balik sekarang," gumam Arjuna dan memutuskan untuk turun dari mobilnya.

"Maaf, tuan Arion tidak mengizinkan anda masuk," ucap si satpam yang menjaga gerbang.

"Saya kebelet pengen pipis Pak!" Tentu saja itu hanya alasan Arjuna. Ia bahkan berlagak seperti orang yang benar-benar harus ke toilet sekarang. "Duh, Pak, saya nggak tahan lagi ini!!"

Melihat wajah panik sang satpam membuat Arjuna ingin tertawa saat itu juga, tapi ia tidak mau rencananya gagal.

"Y-ya sudah, ayo saya temani."

"Aduh Pak, buka dulu dong gerbangnya."

Gerbang itu baru terbuka sedikit, tapi Arjuna sudah berlari masuk ke sana bak kesetanan. Bahkan, satpam yang berjaga sempat kaget dan begitu sadar ia segera menyusul Arjuna.

Sedangkan di dalam rumah besar itu, tepatnya di tangga menuju lantai dua. Arika sudah menangis tersedu-sedu mengikuti langkah lebar Arion yang mencengkeram tangannya kuat, seolah jika ia memperlakukan sang adik lembut adiknya itu akan lari darinya.

"M-maaf, Bang." Arika terus meminta maaf, tapi Arion seolah tuli tidak mau mendengarkan sama sekali.

"Dari pagi lo pergi, izinnya cuma liat Angkasa di rumah sakit. Tapi liat sekarang, udah jam berapa?! Lo main bebas seharian ini dan buat gue kayak orang gila tau nggak?!!"

Arion kembali memaksa Arika yang bersikeras tidak mau masuk ke dalam kamar laki-laki itu, tapi pada akhirnya Arika lah yang kalah. Bahkan, tanpa perasaan Arion mendorong tubuh yang seperti kehilangan tenaga itu dengan mudah. Arika terjatuh, tangannya yang sedari tadi dicengkeram Arion sudah terlepas dan meninggalkan bekas kemerahan di sana.

"Bang Alion pasti tahu Alika kemana tadi ...." gumam Arika, teringat perkataan Arjuna beberapa menit lalu.

Arika tidak tahu bahwa perkataannya barusan semakin membuat Arion merasa marah. Ia memang tahu sang adik kemana saja, ia bahkan juga tahu apa saja yang mereka lakukan dan bicarakan.

Mungkin bagi orang lain, Arion seperti orang gila karena memasang penyadap suara di ponsel adiknya. Sehingga ia tahu apa saja yang Arika bicarakan dengan Arjuna siang tadi.

"Nggak usah ngalihin pembicaraan. Mau lo beralasan gimana pun, lo tetap salah?!" Arion mendekati Arika yang dari tadi diam pada posisinya.

"Seru main-mainnya?" tanyanya, tapi justru semakin membuat Arika beringsut mundur ketakutan.

Arika bahkan tidak berani mengangkat kepalanya, melihat baju Arion tergeletak di lantai semakin membuatnya tidak bisa berpikir jernih sekarang. Apa yang akan abangnya lakukan?

"Gue tanya, seru nggak?!!" teriak Arion menggelegar tepat di depan Arika yang semakin kuat menangis.

"M-maaf, Bang. Alika janji n--"

Arion menangkup pipi penuh air mata itu, menghentikan Arika yang masih ingin berbicara. "Perlu lo tahu, gue sekarang lagi nggak mabuk dan sepenuhnya sadar."

Setelah berkata seperti itu, Arion semakin mendekatkan tubuhnya pada Arika, memaksa tubuh kecil itu terbaring di dinginnya lantai.

"Jangan Bang! Alika mohon." Arika terus menggelengkan kepalanya, ia juga berusaha lepas dari kukungan abangnya, tapi tidak bisa. Arika tidak memiliki tenaga lagi untuk melawan, kepalanya juga terasa pusing karena terus menangis dari tadi. Ia hanya berharap ada yang mau menolongnya dan membebaskan dirinya dari keadaan mencekam ini.

Tubuh Arika mendadak kaku, ketika merasakan sebuah benda kenyal berada tepat di lehernya. Matanya terpejam sempurna, lagi. Ia harus menerima sesuatu yang seharusnya tidak pernah ia terima dari abangnya.

Padahal kemarin, Arika baru merasakan bahagia sebab Arion berlaku manis dan meminta maaf padanya, walaupun saat itu ia berpura-pura tidur. Namun, sekarang abangnya kembali melecehkannya, bahkan dalam keadaan sadar.

"Arika, lo di dalam 'kan?!"

Kak Juna, tolong Arika. Arika hanya bisa membatin ketika mendengar suara Arjuna dari luar sana. Ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa atau bahkan bergerak barang sedikitpun. Takut, Arika sangat takut jika Arion berbuat lebih dari ini. Terlebih abangnya ini tidak mabuk. Arion melecehkan nya dalam keadaan sadar dan Arika hanya bisa terdiam.

"Buka pintunya!"

"Lepasin gue anjing! Harusnya kalian ngurusin si Arion yang gila itu, bukan malah maksa gue buat pergi?!"

"Keluar lo Arion!!"

Beberapa menit telah berlalu dan tidak terdengar lagi suara Arjuna. Air mata Arika kembali menetes, sadar bahwa tidak akan ada yang bisa menolongnya dari Arion. Bahkan, Arjuna sekali pun tidak bisa menolong dirinya yang terlalu lemah ini.

Arika tidak bisa lagi berpikir jernih ketika Arion terus saja melakukan hal yang sama, bahkan sekarang tangan laki-laki itu sudah kemana-mana dan baju yang Arika kenakan tampak robek dibeberapa bagian. Arika tidak tahu akan sejauh mana Arion melakukan hal menjijikkan ini. Ia juga sudah tidak kuat menahan sakit di bagian dadanya yang tiba-tiba saja datang, seperti sebuah belati yang ditancapkan ke paru-paru nya membuat napas Arika tidak teratur dan terkesan sulit bernapas.

"A-abang, jangan apa-apain Alika," ucapnya begitu lemah dengan kesadaran yang perlahan hilang, karena sudah tidak kuat menahan pusing dan sakit di dada, terlebih lagi kenyataan bahwa Arion kembali melecehkannya.

Arion yang tidak sadar bahwa Arika sudah sepenuhnya memejamkan mata, masih terlihat menikmati kegiatannya. Ini memang sudah diluar batas, tapi Arion sama sekali tidak berniat mengakhiri ini semua. Ia layaknya iblis yang penuh akan nafsu, seolah tidak akan bertemu Arika lagi jika sekarang ia melepaskan sang adik.

Sedangkan di luar kamar sana, Arjuna yang terus bersikeras untuk masuk terlihat tergeletak tak sadarkan diri dengan sebuah lebam di pipi.

Laki-laki itu terlalu emosi dan bersikeras melepaskan diri dari beberapa penjaga di sana dan berakhir di pukul sampai tidak sempat untuk melawan lagi, karena ia sudah pingsan duluan. Bayangkan saja orang yang memang sudah terlatih, melawan anak kencur yang bermodalkan keberanian seperti Arjuna. Tentu saja laki-laki itu kalah telak, meski ia sudah sering berkelahi tentu orang-orang yang bekerja di sini lebih lihai dan berpengalaman. Sangat berbanding jauh dengan Arjuna yang bahkan kemampuannya masih perlu dilatih lagi.
_
_
_

Mohon maaf sebelumnya.
Part ini mungkin bakalan nimbulin trauma kalian buat yg punya kenangan masa lalu tentang pelecehan.

Sekalipun udah cerita panjang lebar, setiap nulis part yg seperti ini rasanya de javu. Harusnya stop kan ya, ngapain ingat mulu. Serius aku ga bermaksud buat kalian ingat sama masa itu.

Part ini ditulis saat sore ditemani dengan aroma sejuk dan suara rintik hujan. Kayak pas banget buat galau wkwk

Fighting yeorubun😄

Jum, 03 Maret 2023
17:47

Dipublikasikan:
Rab, 22 Maret 2023
08:04

Continue Reading

You'll Also Like

946K 2.9K 19
21+ Ria, seorang ibu tunggal, berjuang mengasuh bayinya dan menghadapi trauma masa lalu. Alex, adik iparnya, jatuh hati padanya, tetapi Sheila, adik...
236K 28.5K 25
⚠️ BL Gimana sih rasanya pacaran tapi harus sembunyi-sembunyi? Tanya aja sama Ega Effendito yang harus pacaran sama kebanggaan sekolah, yang prestas...
398K 28.2K 27
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...
1.8M 196K 52
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...