8th Grade [END]

By permenyupi123

4.5K 940 549

Naksir cowok culun kelas sebelah Start: 26 Januari 2022 End: - Highest Rank: #1 Puberty 2/2/2022 1. Dilarang... More

Cast
[L] 1. Copycat
[L] 2. Matchmaker
[L] 3. Culprit
[L] 4. Goodie Bag
[L] 5. Kiss You
[L] 6. Biggest Enemy
[L] 7. Heartbeat
[L] 8. New Phone
[L] 9. 33,33 Minutes
[L] 10. His Friend
[L] 11. Movie
[L] 12. Rapunzel
[L] 13. Annoying 'Brother'
[L] 14. Camping
[L] 15. Am I Pretty to U?
[L] 16. Pizza
[L] 17. The Weather is Hot
[L] 18. Holding Hands
[L] 19. Mine
[L] 20. Ice Cream
[L] 21. Message
[L] 22. Wet Dream
[L] 23. Contact Name
[L] 24. Lies
[L] 25. Study Tour
[L] 26. The Happiest Girl in Bali
[W] 27. Do I Like Her?
[W] 28. Anger
[W] 29. Lovely
[W] 30. Sleep Call
[W] 31. Dilemma
[W] 32. Break Up
[W] 33. Single
[W] 34. Sudden Attack
[W] 35. 9th Grade
[W] 36. Romeo
[W] 38. Past
[W] 39. Struggle
[W] 40. Move On
[W] 41. Final Exam
[L] 42. Reunion
[L] 43. Friend?
[L] 44. Fries
[L] 45. Weird
[L] 46. Fake or Real
[L] 47. Cheerleader
[L] 48. Tired
[L] 49. Healing
[W] 50. Wallpaper
[W] 51. Say You Love Me (Ending)

[W] 37. Hug

53 16 2
By permenyupi123

Malam sebelumnya Jeje dan Dudung menginap di rumahku. Jeka tidak bisa ikut katanya ada acara. Karena itu, sebagai gantinya kami mengajak Yogi.

Bukannya lebih memprioritaskan Jeka daripada Yogi, hanya saja Yogi sekarang kalau diajak main seringnya tidak bisa. Alhasil, lama-lama kami jadi kurang semangat untuk mengajaknya lagi.

Tapi kemarin dia tumben berkata iya waktu kami ajak.

Walaupun ujung-ujungnya tetap batal.

Barusan bocah yang perawakannya seperti orang dewasa itu mengabari kalau dia tidak jadi menginap. Sudah kuduga.

"Katanya pergi sama Mariska." ujarku memberitahu yang lain.

"Malem-malem gini?" Dudung menyatukan kedua alisnya, dengan bola mata masih terpaku ke game di layar ponsel.

"Ya biasalah, namanya juga punya cewek. Kalau malem minggu gini pergi. Emangnya kita?"

Kami bertiga rebahan di kasur yang digelar lebar di ruang TV. Jeje di pinggir mengotak-atik rubik sambil tiduran, Dudung di tengah bermain game di ponsel, sedangkan aku baru saja menancapkan charger ke ponsel karena baterainya lowbat.

"Kalian ngerasa gak sih Yogi semenjak pacaran ama Mariska jadi gak seru?" celetuk Dudung tiba-tiba. "Dulu kan dia yang paling sering ngide mau main kemana. Terus yang suka aktif ngajak-ngajakin futsal anak kelas lain juga dia. Sejak ama Mariska? Boro-boro."

"Iya juga ya?" kataku. "Tapi ya, gimana? Namanya punya cewek, pasti ngutamain ceweknya. Besok kalau kamu punya cewek juga bakalan sama Dung, bakal nomor duain temen."

"Tapi cuma waktu sama Mariska doang dia susah diajak main. Buktinya waktu pacaran sama mantan-mantannya masih bisa." Dudung meletakkan ponselnya kemudian menguap, dia lantas menarik selimutnya ke atas.

"Bener juga, emang itu cewek suka nempelin Yogi mulu kemana-mana. Waktu pacaran sama Jeka juga sama." kataku. "Tapi emang Yogi sama Jeka bucin juga sih sama Mariska."

"Makanya. Sebenernya apa istimewanya sih cewek tukang labrak itu? Ampe bikin dua temen kita itu berantem. Emang sih mukanya cantik, tapi kalau kelakuannya kaya gitu males juga gak sih? Kaya gak ada cewek lain yang lebih waras aja yang bisa direbutin."

"Emang tipe mereka yang kaya gitu kali."

"Padahal kata bapakku, rebutan cewek di umur kita segini tuh sia-sia. Gak bakal ada yang sepenuhnya menang. Mungkin sekarang Yogi menang. Tapi emangnya Yogi-Mariska bakal bertahan berapa lama sih? Palingan gak nyampe SMA." kata Dudung sembarangan. "Dan ujung-ujungnya apa? Gak ada yang dapet apa-apa kan? Padahal ampe ngorbanin persahabatan."

"Tetep dapet sesuatu, Dung."

"Apa?"

"Hikmahnya."

Dudung terkekeh, "Iya, bener."

Aku mengambil snack Happytos hijau dari kresek putih yang tadi dibawa Jeje saat ke sini, kemudian menyobek bagian atasnya.

Tangan Dudung masuk ke dalam bungkus snack tortilla di tanganku, "Wil, contoh dong temen kita satu ini, dia pacaran tapi masih tetep main ama kita."

"Ya iyalah, orang bagi Jeje temen nomer 1, pacar nomer 2." sindirku.

"Aku diem loh padahal." kata Jeje masih dengan mata terpaku ke rubik.

"Jangan gitu, Je. Harus seimbang. Nanti kalau udah balikan lagi jangan terlalu cuek kaya kemarin. Kamu beneran sayang kan sama Lina?" tanyaku.

"Sayang lah Wil, orang udah ampe pelukan~" Dudung yang menjawab dengan nada menggoda Jeje.

"Hah? Gimana gimana?" Aku berusaha mencerna perkataan Dudung barusan.

"Iya, mereka pelukan waktu kita kunciin di ruang krawitan!" kata Dudung heboh.

Jeje melupakan rubiknya dan berusaha menggebuk Dudung dengan guling di sekitarnya.

"Kok aku baru tau?"

"Aku aja baru tau kemarin."

"Kita bukan pelukan. Tapi Lina yang meluk aku kenceng banget!" tepis bocah culun itu. "Mana berani aku meluk-meluk dia."

"Lina meluk duluan?" tanyaku. "Tapi kamu suka kan? Cie."

"Suka lah, Wil! Dipeluk pacar sendiri masa gak suka. Aku aja pengen~" kata Dudung sambil memeluk guling. "Kapan ya aku bisa gitu juga."

"Tapi kan bukan muhrim!" hardik Jeje.

"Heleh, tapi suka kan dipeluk Lina~" goda Dudung.

"...."

"Je?"

"Talk to my hand!"

Jeje kemudian masuk ke dalam selimut.

*****

Semenjak saat itu, aku jadi sering membuat kesal Lina dengan membahas-bahas tentang tindakan agresifnya di ruang krawitan. Aku juga sering mencoret-coret buku tulis bagian belakangnya dengan gambar stickman perempuan sedang memeluk stickman laki-laki untuk meledeknya.

Lina kemudian membalas dengan menggambari bukuku dengan stickman perempuan memeluk stickman laki-laki di atas motor, katanya itu aku dan Esther beberapa menit sebelum putus. Parah sekali bercandanya.

"Guys, kelas lesnya udah diumumin loh!"

Tiba-tiba salah satu teman masuk ke kelas dan berseru heboh. Kami kemudian berbondong-bondong keluar untuk melihat papan pengumuman.

Di kelas 9 ini, setelah jam pembelajaran reguler ada kelas tambahan. Kelas itu dibagi berdasarkan rangking placement test yang katanya akan diadakan setiap dua minggu sekali. Jadi, setiap dua minggu penghuni kelas tambahannya akan berubah.

30 murid yang nilai placement test-nya tertinggi akan masuk kelas 9-1, sedangkan rangking terendah masuk kelas 9-5.

"Kamu kelas 9-2, Wil? Keren banget! Aku aja 9-3."

"Cuma 9-2, Lin. Bukan 9-1."

Padahal aku sudah mencicil belajar dari kelas 8, ternyata aku belum sepintar itu. Aku jadi pesimis.

Aku dan Lina balik badan dari papan pengumuman, kemudian berjalan ke arah kantin.

Kami lalu membeli tempe goreng tepung yang kemudian dimasukkan ke dalam plastik bersama dengan kucuran kuah cuko. Memang sudah kebiasaan siswa SMP ini mencampurkan dua perpaduan itu.

"Besok Minggu jangan lupa kita latihan ke tempat ayangmu." kata Lina.

"Hmm."

"Cie. Dandan yang keren, Wil. Biar dia terpesona."

"Gak perlu dandan keren juga udah keren dari sananya, Lin." kataku sambil membuat V-sign dengan ibu jari dan jari telunjuk dan ditempelkan di bawah dagu.

"Ck. Pede."

"Emang di mata kamu yang keren itu yang gimana sih, Lin? Emm.. maksud aku, kalau menurut kamu keren kan menurut cewek-cewek lain juga keren."

"Kalau pengen keliatan keren itu, yang penting rapi sama wangi dulu Wil." jawab Lina. "Kamu punya baju apa aja?"

"Cuma kaos band, kemeja flanel, gitu-gitu sih."

"Yaudah pakai kaos band aja. Tapi jangan pakai kaos kakakmu yang kebesaran itu." katanya. "Oiya. Jangan kaos band deh. Gimana kalau pakai kaos garis-garis yang dulu kamu pakai buat nonton? Kamu keliatan lucu pakai itu. Gaya kamu banget."

"Cie bilang aku lucu~"

"Jangan geer."

"Kaos itu udah kekecilan Lin, gak muat."

"Kekecilan?"

"Hmm. Aku udah nambah tinggi tau."

Aku kemudian menarik Lina ke depan kaca yang memantulkan bayangan anak laki-laki lucu berdiri di sebelah gadis menggemaskan berjepit rambut semangka.

"Sekarang tinggi kita sama, Lin."

*****

Lina mengeluarkan sesuatu dari tas kanvas yang dibawanya. Ternyata rambut palsu berwarna blonde.

"Coba dipakai Fan wig-nya."

"Iya."

Fania menerima ulungan wig blonde itu dari Lina, kemudian memakainya.

"Aneh gak sih?" tanya Fania sambil melihat dirinya di cermin.

"Cantik malahan, kaya Barbie. Iya kan, Wil? Cantik kan Fania?" tanya Lina memancing-mancing.

Aku hanya menjawab dengan anggukan.

"Cie, cantik tuh kata Romeo."

"Linaaaa."

Fania melipat bibirnya ke dalam seperti menahan senyum, kemudian mencubit lengan Lina.

Setelah mencoba wig, Fania meninggalkan kami ke dapur, katanya dimsum yang ia kukus sudah matang.

Aku dan Lina masih di ruang tengah sambil membaca-baca naskah drama kami yang sudah jadi. Sementara itu, Bara sedang pamit ke kamar mandi.

"Lin, ntar pulangnya aku nebeng kamu ya? Aku yang di depan." kataku.

Lina tadi bawa motor sendiri ke rumah Fania, sedangkan aku tadi berangkatnya diantar kakakku—dia mau karena disuruh Bunda dan diberi uang.

"Nanti kalau Fania cemburu liat kita boncengan gimana?" Lina memelankan suaranya.

"Gak cemburu enggak."

Lina diam sejenak, "Gini aja, nanti kamu pura-puranya pulang naik angkot. Terus kamu jalan kaki ke depan. Nah, aku tunggu di pohon beringin deket jalan gede. Kamu naik di sana. Biar dia gak liat."

"Ckck, ribet banget."

"Kalau gak mau ya udah."

"Iya iyaaa."

*****

Aku berjalan kaki sampai ngos-ngosan ke tempat pohon beringin pinggir jalan yang tidak akan terlihat dari rumah Fania.

Sampai sana sudah ada Lina duduk di atas motor.

"Kamu jadi yang di depan?" tanyanya.

"Jadi, sini." kataku mengambil alih.

Lina kemudian mundur ke jok belakang, setelah itu aku naik ke jok depan.

"Buruan Wil, nanti kalau tiba-tiba Fania keluar komplek terus liat kita gimana?!"

"Iya iyaa." Aku buru-buru memutar kuncinya dan memencet starter motor Lina. Namun tidak mau menyala.

"Buruan Wildaaan, nanti keburu ketahuan!"

"Ck, sabar. Ini gak bisa starternyaa."

"Standarnya belum kamu naikin!"

Aku melihat ke bawah. Ternyata memang benar. Pantas tidak menyala.

"Buruan Wiiil."

Aku menaikkan standar motornya dan akhirnya motor bisa nyala. Huft.

Sebentar, bukannya Fania tadi bilang dia akan tidur siang?! Berarti gadis itu tidak mungkin keluar rumah. Dasar Lina hebohan. Aku jadi ikut panik.

Tapi kalau dipikir-pikir, kenapa juga aku harus panik kalau ketahuan boncengan?

"Kita kaya apaan aja sih Lin sembunyi-sembunyi gini?"

*****

"Wildan, mampir toko alat tulis bentar, aku mau beli folio buat tugas Matematika."

Akhirnya kami mampir ke toko alat tulis terdekat dan membeli kertas folio. Toko itu cukup besar karena jadi satu dengan toko buku.

Kami langsung mengambil satu bundel kertas garis-garis itu, kemudian lanjut melihat-lihat stationery.

Tiba-tiba Lina berkata ada anak perempuan kecil lucu memakai rok rumbai-rumbai dan bando berpita yang sangat adik-able.

Gadis berjepit rambut itu memang akhir-akhir ini sedang terobsesi ingin punya adik perempuan, gara-gara Sherin baru saja punya adik perempuan yang masih bayi.

"Mana?"

"Tadi ada. Jalan kemana ya dia tadi? Huft. Ayo kita cari."

"Kamu aja sana." kataku malas.

Lina kemudian mencari-cari anak kecil perempuan yang katanya lucu tadi, tapi dia tidak menemukannya.

"Kok gak ada ya? Kayanya udah pulang deh. Huft."

*****

Setelah puas melihat-lihat, kami lalu membayar barang yang dibeli ke kasir dan berjalan keluar.

"Dan!"

Tiba-tiba ada suara familiar memanggilku saat kami sudah sampai parkiran. Saat aku menoleh rasanya langsung ingin pergi saja.

"Ngapain, Dan?"

"Beli kertas, Pa."

"Sama temen?" Papa menoleh ke Lina sambil tersenyum.

"Iya."

Lelaki paruh baya itu beralih ke anak kecil perempuan di gandengannya. "Kalau Shilla habis beli crayon."

"Oh."

"Yaudah kalo gitu, Papa kesana."

"Hmm."

Mereka berdua lalu pergi. Aku menarik napas dalam-dalam dan langsung mengalihkan pandangan ke arah lain agar tidak melihat mereka lagi.

"Itu anak kecil yang aku maksud! Tadi Papa kamu?!" seru Lina heboh.

"Kuncinya mana, Lin?" tanyaku tanpa menghiraukan pertanyaan Lina sebelumnya.

"Tadi Papa kamu?!" tanyanya lagi.

"Bukan, cuma tetangga."

"Hah? Kok manggilnya 'Pa'?!"

"...."

"Wil?"

"Iya, papaku."

"Berarti anak kecil yang digandeng tadi sodara kamu?"

"Anaknya."

"Anaknya?" Beberapa detik kemudian mata Lina membulat, "Kamu punya adek?!"

Tanpa menjawab, tanganku kemudian mengambil kunci motor dari tangan Lina dan segera menyalakan kendaraan roda dua itu.

Lina memegang pundakku kemudian naik ke belakang, "Kok aku baru tau kalau kamu punya adik cewek? Ya ampuuuun. Mana lucu banget lagi. Cantik!"

"...."

"Kok kamu gak cerita-cerita sih? Nyebelin."

"...."

"Wil?"

Aku kemudian melajukan motor kami meninggalkan parkiran.

"Kok kamu gak cerita-cerita? Adik kamu lucu banget tau. Ajak main ke rumahku dong kapan-kapan."

"...."

"Wildaaan! Do...You... Hear... Me?"

Aku masih tetap mengacuhkannya.

Lina kemudian menyerah dan tidak bertanya lagi. Dan sepanjang perjalanan, dia hanya menyanyi-nyanyi tidak jelas.

Sesekali aku meliriknya dari kaca spion. Wajahnya mulai terlihat lelah dan bosan. Matanya tampak mengerjap-ngerjap. Barusan dia juga menguap.

"Lin." panggilku, dengan volume suara sedikit keras.

"Apa?" Suaranya terdengar mendekat.

"Dia bukan adikku."

Continue Reading

You'll Also Like

32.2M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...
8.6M 526K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
4.2M 517K 80
Pembelian Novel Version bisa di shopee momentous.publisher❤ Elbiana Angelista Dewaga, siswi cantik SMA Cendrawasih yang terkenal bersikap dingin dan...