Cinta Penawar Kutukan

By chinggu313

1.4K 1.1K 390

Genre fantasi namun mengandung unsur romansa. Inilah kisah tiga anak remaja dengan kutukan masing-masing. Men... More

♧Prolog♧
♧Chapter1♧
♧Chapter2♧
♧Chapter3♧
♧Chapter4♧
♧Chapter5♧
♧Chapter6♧
♧Chapter7♧
♧Chapter8♧
♧Chapter9♧
♧Chapter10♧
♧Chapter11♧
♧Chapter12♧
♧Chapter13♧
♧Chapter14♧
♧Chapter15♧
♧Chapter16♧
♧Chapter17♧
♧Chapter18♧
♧Chapter19♧
♧Chapter21♧
♧Chapter22♧
♧Chapter23♧
♧Chapter24♧
♧Chapter25♧
♧Chapter26♧
♧Chapter27♧
♧Chapter28♧
♧Chapter29♧
♧Chapter30♧
♧Chapter31♧
♧Chapter32♧
♧Chapter33♧

♧Chapter20♧

21 17 1
By chinggu313

"Pagi~"

"Morning too."

"Pagi Bu Tara!"

"Eh, pagi juga Winter. Suaranya dikondisikan dong. Di sini masih sepi dan telinga saya masih normal."

Gadis berambut sebahu itu hanya bisa menampilkan cengiran nya merespon perkataan salah satu guru yang mengajar di kelasnya itu. Beliau cukup cantik pagi ini, tak heran jika Winter sempat terpesona dengan penampilan beliau.

"Kalau begitu saya ke kelas duluan Bu."

Setelah mengucapkan kalimat pamit tadi, Bu Tara mengangguk sambil tersenyum Kemudian ikut berbalik dan berjalan berlawanan arah dengan Winter.

Kepala gadis itu celingak-celinguk sedang mencari seseorang. Ah ralat- lebih tepatnya dua orang. Tumben Giselle dan Sunoo gak ada kabar dari kemarin. Niatnya sih pengen ngobrolin sesuatu hal yang penting, namun setelah gadis itu menapakkan kakinya ke dalam kelas, dirinya tak menemukan keberadaan keduanya. Dengan langkah malas, Winter berjalan menuju bangkunya dan meletakkan tasnya secara brutal ke atas meja. Hal itu mengundang raut wajah kesal dari Beomgyu di bangku belakang. Winter menyadarinya, namun gadis itu tidak ada niatan untuk sekedar merespon ataupun meminta maaf pada lelaki itu.

"Go-"

"Gak usah teriak, masih pagi."

Tiba-tiba dari arah pintu muncul Yedam yang berjalan dengan tangan kanan yang memegang erat tali tas ransel di bahu kirinya. Winter yang sedang membuka layar kunci handphone miliknya awalnya tidak Peduli dengan kedatangan si anak pintar itu, namun ketika matanya tidak sengaja melirik laki-laki itu, dahinya tiba-tiba mengkerut melihat beberapa luka memar di sekitar area bibir dan mata kanan Yedam.

Kepalanya berputar mengikuti pergerakan Yedam yang melangkah ke arah bangkunya berada. Jisung yang masih berada di ambang pintu masih terdiam. Entah apa yang sedang ada di pikiran laki-laki itu.

"Hei! Dor!"

Bahkan kedatangan Guanlin yang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang pun tidak membuat dirinya terkejut. Jisung hanya mengangguk sekali lalu berjalan ke arah bangkunya berada. Kini giliran Guanlin yang menggantikan posisi Jisung. Merasa heran dengan tingkah salah satu kawannya itu. Dan tanpa kita sadari, baik Winter yang masih satu-satunya perempuan yang berada di kelas itu pun merasa heran dengan tingkah teman sekelasnya.

"Kayaknya hari ini diawali dengan suasana suram," batinnya sambil melirik Beomgyu, Jisung, Yedam dan Guanlin satu-persatu.

Tok.... Tok... Tok...!

"Boleh ikut gue bentar?"

Tak hanya Winter yang bingung, Ke-empat laki-laki yang berada di bangkunya masing-masing pun ikut bingung. Tumben sekali si lelaki ketua basket datang ke kelas ini, terlebih lagi sedang mencari Winter. Heol, apakah ini mimpi? Winter gak bisa menyembunyikan raut wajah bahagianya dan tanpa sadar mengangguk dengan semangat sambil berdiri dari bangkunya.

"Boleh. Kemana?"

Senyum simpul yang begitu menawan di wajah Asahi mampu membuat Winter salah tingkah. Tanpa sadar dirinya telah berdiri di depan laki-laki itu karna terlalu bersemangat.

"Ke suatu tempat," ucap Asahi sambil menautkan jari-jari tangannya ke tangan milik Winter. Guanlin histeris, sedangkan yang lainnya masih membuka mulut dengan tatapan tak lepas dari keduanya.

Sungguh, Winter rasanya ingin terbang. Merasakan kehangatan genggaman tangan Asahi mampu membuat detak jantungnya bekerja di batas normal. Tanpa sadar, laki-laki itu sudah menariknya untuk keluar dari kelas dan mengambil langkah sedikit berlari menuju lorong paling akhir di lantai tiga.

"Kita ke gudang?"

Raut wajah bingung menjadi respon Winter setelah mereka berdua berhenti di depan suatu ruangan yang pintunya masih terkunci dengan rapat. Namun melihat anggukan dari Asahi serta bunyi beberapa kunci ruangan yang dipegang laki-laki itu mampu membuat Winter terdiam. Gadis itu tidak lagi melontarkan kalimat apapun. Sadar atau tidak, setelah mereka berhenti di depan gudang, Asahi langsung masuk ke dalam sana tanpa menoleh ke arahnya lagi.

"Aku ditinggal?" gumamnya pelan sambil terus memerhatikan Asahi yang sudah tidak terlihat di pandangannya. Suasana gelap di dalam gudang itu membuat Winter tidak mempunyai keberanian untuk masuk ke dalam. Lagipula, kenapa Asahi mengajaknya kemari? Lantas pikiran negatif mulai hinggap di pikirannya. Terbesit ingatan tentang kemarin di saat dirinya hampir di lecehkan oleh kakak Giselle membuat kepalanya dengan cepat menggeleng.

Tubuhnya bergetar, raut wajahnya terlihat sangat cemas. Bola matanya bergerak gelisah sambil terus berusaha melihat ke arah dalam gudang itu dan juga di samping kiri dan kanannya. Padahal jam masuk untuk pelajaran pertama belum mulai tapi suasana karidor yang ditempatinya sangat sepi. Penglihatannya mengarah ke arah pintu ruangan yang setengah terbuka. Ruangan itu bersebelahan dengan gudang yang sedang ada di depannya. Alisnya mengkerut bingung, sambil terus meyakinkan diri, gadis itu berjalan dengan perlahan ke arah ruangan itu dan berniat mengecek ke dalam. Seingatnya tadi, pintu ruangan yang merupakan ruangan laboratorium praktik kimia tersebut masih tertutup rapat sejak dirinya lewat bersama Asahi.

"Hmphh!!!"

Matanya melotot kaget. Tangannya berusaha bergerak untuk menyikut perut seseorang yang telah membekap mulutnya dari belakang namun gagal. Orang itu memeluknya terlalu erat sampai-sampai Winter tidak sadar dengan perlahan kakinya terseret kembali ke tempatnya semula.

"Stttt. Jangan berisik."

"Asahi?"

Cengiran menjadi respon laki-laki itu. Ternyata orang yang membuatnya ketakutan tadi adalah Asahi. Oh lihatlah wajah polos dan terlihat tak berdosa milik laki-laki itu, Winter dibuat tidak jadi marah karenanya.

"Ayok masuk."

Gelengan cepat menjadi jawaban terhadap ajakan Asahi. Laki-laki itu mengkerutkan alisnya bingung, apa gadis di depannya ini sedang marah? Begitulah pikirnya.

"Kenapa?"

"Maksud lo apa bawa gua ke sini dan nyuruh gua masuk ke dalam sana?"

"Eh... I... Itu, gue mau minta tolong."

"Lo pikir gue bakal percaya?"

Diam. Mereka berdua sama-sama diam. Winter dengan raut wajah tegangnya serta Asahi dengan raut wajah bingungnya. Merasa suasananya agak kurang kondusif, Asahi menghela nafas panjang. Hal itu membuat Winter yang sedari tadi menunduk ikut melirik ke arah laki-laki itu.

"Bola basket mana yang bagus buat gue dan tim gue pakai latihan?"

Gadis itu mengedipkan matanya dengan cepat. Masih mencerna baik-baik pertanyaan laki-laki di depannya. Baru setelah itu kepalanya bergerak untuk melihat sebuah keranjang berukuran cukup besar yang berisi penuh bola-bola basket di dalamnya.

"Sejak kapan bola-bola itu ada di sana?"

"Hei! Jawab dong. Bentar lagi bel masuk soalnya."

Winter kembali melirik ke arahnya lalu menggaruk tengkuk belakangnya canggung. Ahhhh dia sudah paham sekarang. Laki-laki itu mengajaknya ke sini untuk membantunya memilih bola. Namun yang membuatnya bingung, kenapa harus dirinya? Winter bahkan tidak tahu menahu soal bola basket.

"Satu doang?"

Laki-laki itu mengangguk. Ahhh wajahnya kembali datar. Senyum tipisnya kembali hilang. Hal itu membuat Winter agak terbata-bata untuk sekedar bersuara.

"Y... Yang paling bawah ajah." sejujurnya, Winter menjawab asal. Namun lagi-lagi wajahnya di buat bingung oleh seorang bernama Asahi itu.

Apakah laki-laki itu percaya saja dan terima-terima saja jawaban yang diberikannya? Bagaimana kalau salah pilih? Bagaimana kalau ternyata bola yang dipilih Winter adalah bola yang sedikit kempes dan membuat anggota tim basket kesal?

Dengan melihat laki-laki itu telah kembali ke depannya dengan sebuah bola di tangannya, Winter kini dapat bernafas lega, melihat wajah Asahi yang begitu serius mengamati setiap inci body bola itu membuat Winter mengira kalau pilihannya kini sudah tepat.

"Hmmmm. Pilihan yang bagus. Makasih ya," ucap Asahi sambil memutar-mutarkan bola basket tersebut di atas jari tunjuknya. Wajahnya rapat mengarah ke arah gadis itu yang membuat Winter jadi salah tingkah. Senyum Asahi adalah candu, namun dirinya tidak bisa terlalu lama untuk melihatnya. Jantungnya kini berpacu dengan sangat cepat.

Kring.....!!

"Bel udah bunyi. Gue ke kelas duluan."

"Bareng ajah."

Wajahnya semakin panas. Bola matanya tak bisa diam. Dengan perasaan yang amat sangat senang, Winter mengangguk mengiyakan. Sambil menunggu Asahi mengunci kembali pintu gudang, Winter memalingkan wajahnya ke arah kiri dan memanfaatkannya untuk tersenyum dengan lebar tanpa sepengetahuan Asahi.

"Ayok ke kelas."

Oh tidak! Ingin rasanya Winter loncat dari lantai tiga sekarang juga. Entah ada angin dari mana dengan tiba-tiba Asahi menggenggam tangannya. Jari-jari tangan milik Asahi bertautan dengan jari-jari tangan berisi miliknya. Winter berusaha lagi untuk menahan senyumnya namun gagal karena Asahi sudah melihatnya lebih dahulu.

"Belajar yang rajin."

Sepenggal kalimat tadi menjadi akhir dari pertemuan mereka. Namun sebelum Winter berhasil masuk lebih dalam ke dalam kelasnya, Winter kembali mengubah raut wajahnya. Bisa gawat kalau teman-temannya melihat dia terus tersenyum. Mungkin dirinya akan terus digodain habis-habisan.

"Perlakuannya..... Apa ini mimpi? Dia yang terlalu baik atau gue yang baperan?"

.

.

.

.

.

"Eh kantin yuk!"

Giselle mengangguk kemudian melirik ke arah Winter. Hal serupa juga dilakkukan oleh Sunoo. Kini laki-laki itu sudah berada tepat di tengah-tengah meja Giselle dan Winter.

"Woi!"

"Eh. Apa? Ada apa?!" Winter yang tadinya sibuk memasukkan buku dan pulpen miliknya ke dalam tas tiba-tiba berteriak. Sunoo dan Giselle saling melirik kemudian tertawa. Hal itu membuat Winter bingung, tentu saja.

"Apa sih?" tanyanya lagi.

Giselle yang sudah siap berjalan ke depan meja Winter dan memajukan badannya untuk lebih dekat dengan gadis itu. "Kita mau ke kantin. Lu ikut gak?"

Jari telunjuk Winter bergerak untuk mendorong dahi Giselle untuk menjauh darinya. Tanpa sadar dirinya berdecak dan memutar bola matanya malas. Dia pikir ada masalah apa sampai-sampai Giselle dan Sunoo begitu serius menghampirinya.

"Ck. Segala hal kayak gini lu tanyain. Emang gue mau ke kantin bareng siapa lagi kalau bukan kalian?"

"Yahhhh siapa tau ada si crush yang ngajakin," jawab Sunoo sambil ikut melingkarkan tangannya ke lengan Winter. Hal serupa juga dilakukan oleh Giselle yang berada di samping kiri Winter.

"Crush? Siapa?"

"Ya Asahi lah, siapa lagi?" Giselle dan Sunoo kompak menjawab lalu tertawa senang melihat komuk milik Winter. Tabokan pelan gadis itu layangkan ke kedua lengan sahabatnya lalu pada sekitar. Suasana karidor cukup ramai. Jangan sampai ada yang mendengarnya. Meski gadis itu tahu, sebagian murid yang berada di sana sempat menoleh ke arah mereka bertiga setelah suara milik Giselle dan Sunoo terdengar. Tidak begitu besar namun tetap saja, telinga para murid di sana masih berfungsi dengan baik.

"Kalian tuh ya, kalau orangnya denger gimana?"

"Ekhem. Gue udah denger kok."

Mampus. Suara tadi mampu membuat langkah kaki ketiganya berhenti. Giselle dan Sunoo refleks menoleh mendapati seorang laki-laki di belakang mereka. Berbeda dengan Winter yang tiba-tiba mematung tak berani bergerak. Malu? Takut? Ya opsi kata pertama lebih cocok untuk Winter saat ini. Bagaikan kedapatan sedang menyukai orang lain, meski Asahi belum tentu mengetahui perasaannya. Namun tetap saja, rasanya Winter ingin menghilang sekarang. Andai dia punya kekuatan sihir yang bisa membuat tubuhya transparan.

"Ada apa dengannya?" tanya Asahi sambil melirik Giselle dan Sunoo secara bergantian.

"Oh. I... Ini loh, maklumin ajah Sa. Dia lagi dalam mode shy-shy cat,"

Asahi terkekeh pelan menanggapi jawaban dari Giselle. Lesung pipinya terlihat membuat Giselle terpana sesaat. Tampan, itulah kata yang mendeskripsikan pemandangan di depannya.

Sunoo menyenggol pelan lengan milik gadis itu yang segera menyadarkan Giselle dari lamunannya.

"Winter?"

"Eh.. I... Iya?"

"Kenapa?"

Winter yang sudah membalikkan tubuhnya mendadak kaku. Kepalanya langsung menunduk ketika dirinya melihat wajah Asahi terpampang jelas di hadapannya. Sudah dua kali dalam hari ini mereka bertemu. Apakah ini sebuah kemajuan?

"Gak ap-"

Brugh!!

"Awww! Ishh lo apa-apaan?"

Hampir saja Winter terbentur tembok kalau saja Asahi tidak cepat menahan tubuhnya. Giselle sudah maju dengan wajah kesalnya. Menatap marah Ryujin dan Yuna yang barusan menyenggol lengan Winter.

"Kalau mau ngobrol tuh jangan di tengah jalan." ucapan datar itu keluar dari mulut Ryujin sambil melipat tangannya di depan dada. Tatapannya menatap Winter dengan tatapan kesal dan juga dingin.

"Lah. Lu kalau mau negur gak usah nyolot dong?"

"Nyolot? Gue atau lu yang nyolot?" kini kepala Ryujin menengok ke arah Sunoo. Sebelah alisnya terangkat membuat Sunoo mati-matian untuk menahan emosinya.

Merasa tidak direspon oleh laki-laki itu, Ryujin kemudian melanjutkan langkahnya dengan Yuna yang mengekor di belakangnya.

Tak tahu saja dia kalau Giselle sudah hampir mengeluarkan isi matanya karena terlalu melotot ke arah mereka berdua. Sunoo juga tak kalah jauh, laki-laki itu menyempatkan untuk mengacungkan jari tengahnya sambil bergumam, "wanita iblis," ke arah Ryujin yang sudah mulai menjauh.

"Lo gak apa-apa?"

Winter mengangguk lalu tersenyum. Dia kira, Asahi akan membela Ryujin namun ternyata tidak. Ya meski laki-laki itu juga tidak membelanya ya namun tetap saja, pertanyaan yang seperti rasa kekhawatiran tadi membuat rasa kesalnya ke Ryujin perlahan menghilang.

"Songong banget tuh si Ryujin. Kita gak punya masalah apa-apa loh sama dia."

"Hushhh gak usah dipikirin. Lagian ya, yang dapet dosanya juga bukan kita."

Dalam hati Winter menyetujui perkataan Sunoo. Namun masih ada sedikit rasa aneh di dalam hatinya. Entah rasa takut, atau bukan. Winter tak dapat mendeskripsikannya.

"Ke kantin ajah yuk. Yang tadi gak usah dipikirin. Ryujin emang gitu. Maklumin ajah," ucap Asahi yang ikut menenangkan. Tangannya membalikkan badan Winter dan mendorongnya pelan untuk berjalan ke arah depan. Senyum juga tak pernah lepas dari bibirnya. Giselle dan Sunoo yang tertinggal di belakang kembali saling melirik kemudian terkekeh pelan. Diam-diam mereka mengamati Winter dan Asahi dari belakang dan sengaja memberi jarak dari mereka.

Sunoo melihatnya. Kode tangan milik Winter yang menyuruhnya untuk berjalan beriringan dengannya. Namun Sunoo pura-pura tidak mengerti. Dirinya malah berbelok ke arah kiri yang arahnya menuju perpustakaan. Tak lupa dengan raut wajah bingung dari Giselle tentunya.

Tbc guys...

Continue Reading

You'll Also Like

226K 11.5K 32
"eh masak mati sih cuman kesedak jajan belum ketemu ayang yoongi elah" batin Aileen. Bukannya ke alam baka menemui kedua orang tuanya Aileen memasu...
2.4M 173K 49
Ketika Athena meregang nyawa. Tuhan sedang berbaik hati dengan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki masa lalunya. Athena bertekad akan memperb...
1.8M 102K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022
193K 21.4K 24
NOT BXB!! NOH UDAH PAKE CAPSLOCK, BIAR KELIATAN. Ardi si CEO, Yudha si remaja narsis, dan Ozan si pencuri, tiga orang yang mengalami kejadian di luar...