HELP [Tamat]

By TintaBiru26

329K 24.4K 2.9K

Aksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya... More

Kilas balik
Tokoh
Awal dari semuanya
Keluarga baru Dika
keluarga baru Mona
Doa Arya
Terlambat?
Pingsan
Ikut senang
Alergi
Amarah
perundungan
khawatir
Sendirian
hal yang tak di inginkan
Aksa atau Rayyan?
bagaimana caranya?
Darren
haruskah?
andai Dika tau
Rencana tuhan
kenapa selalu aku?
Pertanda?
Sakit.
kenapa?
Harus kemana?
yang selalu ada
Haruskah berkorban?
haruskah berkorban? 2
jadi seperti ini rasanya?
Rasa yang tak biasa
Birthday Keenan
niat menolong
belum usai
Rayyan
sama-sama tumbang
tidak ada rasa kasihan
istirahat sejenak
Trauma
Kecewa
Sekedar Info
Bullying
di pendam sendiri
ternyata?
sama-sama takut
salah?
pertanda? 2
Kesakitannya
amarah?
berhenti berdetak?
Arka Bodoh
Mimpi dan kabar baik
tawanya
aku lagi?
siapa sebenarnya Calista?
Pergi.
jadi?
berawal
menyesal?
mulai mencari?
menghilang bak di telan bumi.
Baru
Dami-nya Rio
Akhir?
kepergiannya
Selesai
Good Bye
Cerita baru
GaReNdra
Baca dulu yukk

satu kesakitannya terbongkar

4.9K 402 40
By TintaBiru26

ALOHAAAAA.....

APA KABAR GUYS?

ADA YANG KANGEN AKSA?

ADA YANG MASIH NUNGGU AKSA?

AKSA KOMBEK GUYS YUHUUU


"Sakit apa kamu?" tanya Dika datar.

Saat ini, Dika sedang berada di ruang rawat Aksa. Tau dari mana Dika ruang rawat Aksa? Tentu saja dengan mengikuti Keenan secara diam-diam.

"Uh?"

Satu Minggu yang lalu, Aksa tersadar dari koma nya. Dan dua hari yang lalu, kemoterapi pertamanya sudah Aksa lakukan secara diam-diam.

"Saya dengar dari Keenan, kamu baru saja tersadar dari koma?"

"A-ah? T-tidak ayah, K-keenan berbohong. A-aksa tidak apa-apa kok."

'Kalau tidak apa-apa, kamu tidak disini, terbaring di ranjang pesakitan anak bodoh.'

"Sebenarnya saya tidak perduli kenapa dan ada apa dengan kamu, saya kesini hanya untuk menagih janji kamu untuk menjaga Calista."

"Maaf ayah, Aksa ingkar janji. A-aksa janji setelah ini, Aksa akan benar-benar menjaga tante Calista. A-ayah masih mau menerima Aksa kan? A-ah, tidak, m-maksud Aksa, ayah masih mau menampung Aksa kan? B-besok atau lusa, A-aksa pulang."

"Tidak pulang sekalian tidak apa sebenarnya, tapi saya masih butuh kamu. Untuk jaga-jaga, menjaga Calista."

"A-aksa masih pingin pulang ayah, A-aksa belum siap jauh-jauh dari ayah. A-aksa masih ingin membalas semua kebaikan-kebaikan ayah ke Aksa. Tolong izinin Aksa ya yah? Sebentar lagi saja, setidaknya sampai Tante Calista melahirkan."

'Sampai Calista melahirkan? Memangnya, kamu tidak ingin selamanya bersama saya Aksa?'

"Boleh kan ayah?"

Dika tak menyahut, matanya malah menatap mata Aksa. Dapat Dika lihat, sorot mata Aksa memancarkan begitu banyak kesakitan. Tapi, Dika memilih tidak perduli. Mata Dika mengedar, menatap seluruh tubuh Aksa.

Ah---tubuh itu begitu kurus, beda sekali dengan tubuh Aksa di dalam mimpi Dika waktu itu. Jangan lupakan, warna pucat turut menghiasi wajah Aksa.

"A-ayah? B-boleh kan? K-kalau tidak boleh juga tidak apa-apa. Mungkin nanti, Aksa akan kebingungan untuk singgah kerumah siapa. Ibu? Mungkin ibu juga akan menolak. Ah---Aksa bingung." Aksa sedikit mengerucutkan bibirnya. Entahlah, mengapa tiba-tiba Aksa melakukan itu.

Dalam diam, Dika merasa gemas dengan tingkah Aksa. Tingkah Aksa yang seperti itu, begitu sama persis dengan Dika saat Dika masih remaja dulu.

Dika selalu mengerucutkan bibirnya di saat sedang kebingungan atau pun merajuk. Sama persis dengan apa yang Aksa lakukan sekarang. Menggemaskan bukan?

Ingin sekali Dika mencomot bibir Aksa---

---ah, stop Dika, ini kejauhan.

"Tidak usah mendramatis seperti itu, saya tidak suka dengan tingkah kamu yang konyol itu. Kamu pikir, saya akan kasihan? Tidak! Lagian, saya belum menjawab, tetapi kenapa kamu malah mendramatis seperti ini?"

Bukannya takut atau apa, Aksa justru tersenyum.

"Ah, kalau begitu, itu tandanya ayah masih mau menerima ah menampung Aksa? Ahh senang nya."

Sudah, Dika sudah tidak kuat. Senyum itu, kenapa begitu manis dan menggemaskan?

"Terserah. Saya pergi."

Lebih baik seperti itu bukan? Pergi dan menjauh dari Aksa. Jika dirinya terus berada di sini, lama-lama hatinya akan luluh.

"Iya ayah, terimakasih sudah mau menjenguk Aksa. Aksa senang sekali. Dan terimakasih juga ayah sudah memberi Aksa izin untuk tinggal sama ayah lagi. Aksa janji tidak akan nakal lagi, Aksa janji itu ayah. Ayah pulang nya hati-hati. Sampai bertemu di rumah nanti."

Dika tak menjawab, ia melangkah pergi meninggalkan Aksa---

"Aghh,"

----setelah menahan mati-matian untuk tidak merintih di hadapan Dika, akhirnya rintihan itu keluar dari belah bibir Aksa. Ia mencekal tempurung kepalanya, menekannya sesekali. Sedari tadi, belakang kepalanya berdenyut, sakit seperti di pukul dengan bebatuan besar.

"Shh, ah...ya Allah sakit sekali." ingin rasanya Aksa berteriak, namun tidak bisa. Pertama, ini rumah sakit, kalau ia berteriak nanti pasien yang lain terganggu. Kedua, ia tidak punya tenaga untuk sekedar merintih keras.

********

'Shh, ah...ya Allah sakit sekali.'

Dika berbohong, nyatanya Dika masih berdiri di ruang rawat Aksa, mendengar rintihan lirih suara Aksa.

'Ada apa sebenarnya dengan anak itu? Aku harus mencari tahu. Bukan, ini bukan rasa peduli. Tapi, aku hanya ingin memastikan jika anak itu tidak memiliki riwayat penyakit seperti gumpalan darah? Ah tidak-tidak, itu tidak boleh terjadi. Aku tidak ingin di salahkan karena kejadian itu'

Tiba-tiba saja, perlakuan Dika saat membenturkan kepala Aksa terulang kembali di dalam ingatan. Sungguh, Dika tidak ingin di salahkan dan tidak ingin merasa bersalah karena hal itu. Jadi, ia berharap tidak terjadi sesuatu dengan Aksa.

Di lain sisi, Mona tengah mengelus dada Rayyan. Pagi-pagi sekali, Mona dan Raffa bahkan Darren di buat panik karena penyakit Rayyan kambuh. Memang, ini bukan kali pertama. Tapi tetap saja, melihat Rayyan merintih itu membuat mereka ikut merintih sesak.

Kapan semua ini berakhir? Pikir Mona.

"Abang, tidak kuliah?" tanya Mona saat melihat atensi Darren di ambang pintu.

"Libur, Rayyan bagaimana?"

"Sudah mendingan bang, "

"Ayah?"

"Ah? Lagi menghubungi pihak sekolah kalau hari Rayyan tidak masuk karena sakit. Kamu sudah sarapan?"

"Hmm, sudah."

"Maafkan bunda ya, bunda tidak bisa menyiapkan sarapan kalian. Alhasil, kamu yang repot. "

"Tidak masalah, selagi Rayyan baik-baik saja."

Mona tersenyum. "Percaya sama bunda, Rayyan akan baik-baik saja."

"Bagaimana dengan anak itu?"

Mona mengernyit.

"Anak itu?"

"Ya, anak tidak tau diri itu. Bukannya bang Arya bilang anak itu sedang sakit dan baru saja tersadar dari koma nya? Apa bunda tidak ada niatan untuk menjenguk?"

Mona terdiam, ah---anak itu? Aksa? Tentu saja. Kenapa hati kecilnya terasa perih saat Darren mengatakan 'Anak itu'? Mona juga tidak tau bagaimana keadaan Aksa?

'Bagaimana keadaan dia sekarang?'

"Untuk apa?"

Darren tersenyum miring, "Aku dengar, anak itu hanya memiliki satu ginjal."

Mona mendelik, "APA?"

Mona terkejut? Tentu saja. Satu ginjal? Sejak kapan? Mengapa dirinya baru tahu sekarang? Tapi, benarkah itu?

"Kamu tau dari mana?"

"Bang Arya, dia tidak sengaja menemukan sebuah kertas yang menunjukkan bahwa anak itu hanya memilik satu ginjal, dan kabarnya, satu-satunya ginjal yang dia miliki, tidak berfungsi dengan benar. Ginjalnya rusak, bukan kah itu tandanya dia sekarat?"

Satu ginjal? Ginjal satu-satunya rusak? Sekarat?

Kata itu terus terngiangan di telinga Mona. Apakah itu benar?

"Sejak kapan?" tanya Mona.

"Sejak kecil bunda."

'Kenapa dia tidak pernah cerita?'

"Apa bunda tidak ada niatan untuk menjenguk?"

Hening. Namun setelahnya, Mona mengangkat kedua bahunya acuh.

"Untuk apa?" tanya Mona, Darren menatap tak percaya. Untuk apa? Untuk---

"Memaksa dia mendonorkan hatinya untuk Rayyan? Bukan kah dia sudah sekarat, dari pada dia hidup tidak berguna iya kan? Lebih baik, mati dengan cara mendonorkan hatinya untuk Rayyan. Kalau hidupnya tidak berguna, setidaknya matinya berguna untuk orang lain, iya kan bunda?"

Entah kenapa, hati Mona terasa begitu sesak. Aksa, lelaki itu, Mona yang mengandung dan melahirkannya. Memang, sering kali Mona mendoakan Aksa mati. Tetapi entah kenapa, di saat Darren terang-terangan menginginkan kematian Aksa di depannya, dadanya begitu terasa penuh dan sesak.

"Setidaknya, ada satu kegunaan dia sebelum mati bunda."

Mona berusaha membentuk senyuman. "K-kamu benar, setidaknya anak itu berguna sebelum mati. T-terimakasih atas sarannya. B-bunda titip Rayyan, bunda akan kerumah sakit menemui dia."

Darren menatap kepergian Mona dengan tatapan yang sangat sulit di artikan.

'Bunda tidak akan melakukan itu kan? Mengorbankan anaknya demi anak nya yang lain?'

*********

Aksa tersenyum senang saat Farris datang. Jujur saja, semenjak kepergian Farris tadi pagi-pagi sekali Aksa begitu kesepian. Jangan harapkan Rio, lelaki itu seorang dokter, banyak tugas yang harus lelaki itu kerjakan.

"Bagaimana keadaannya kali ini jagoan? Apa dia berulah lagi?"

Aksa tersenyum, kata 'Dia' yang Farris sebutkan adalah 'Rasa sakit' .

Aksa menggeleng, "Tidak kok ayah."

Farris terdiam, tangan ya terangkat mengusap kening Aksa dengan lembut.

"Tidak ya? Tetapi, kenapa keringat banyak sekali mengalir dari pelipis kamu? Padahal, cuaca sore ini cukup dingin."

"A-ah? M-mungkin...m-maksudnya, A-aku merasa sedikit gerah ayah."

Farris manggut-manggut, walau sejujurnya Farris tahu Aksa berbohong.

"Dami?"

"Iya ayah?"

"Kalau sakit, bilang sakit ya? Jangan di tahan. Apalagi, di tahan sendirian, bagi sesekali ke ayah heum?"

Aksa terdiam, kepalanya menunduk. Baru beberapa detik menunduk, kepalanya terangkat saat tangan Farris menggenggam lembut tangan Aksa.

"Tidak apa-apa, mungkin kamu masih merasa canggung. Tapi, ingat selalu Dami, ayah akan selalu disini, di samping kamu, selamanya."

Mata Aksa berkaca-kaca, ia menatap Farris, hingga satu detik setelahnya, memeluk erat tubuh Farris.

"Terimakasih ayah, Aksa beruntung bisa bertemu dengan ayah Farris. Ayah Farris begitu baik. Maaf, Aksa belum bisa balas kebaikan-kebaikan ayah dan bang Rio. Mungkin suatu saat, kalau pun tidak kesampaian, semoga Allah yang balas semua kebaikan-kebaikan kalian. Aksa begitu sangat menyayangi kalian, jangan pergi dari hidup Aksa ya ayah Farris? Tetap disini temani Aksa. Aksa gak mau sendirian."

"Ahh, lucunya anak beruang ayah ini. Iya sayang, ayah janji. Ayah tetap disini, bersama Dami dan tentu saja Abang Rio juga. Kalian, anak-anak hebatnya ayah. " Farris membalas pelukan Aksa.

Chup.

Bibir kenyal Farris mendarat tepat di kening Aksa. Membuat air mata Aksa mengalir begitu saja saking terharu dan rasa tidak percaya nya. Ini, kali pertama dirinya di kecup oleh seorang ayah.

'Ayah, ayah dimana, Aksa kangen. Aksa ingin bertemu dengan ayah. Semoga kita cepat-cepat ketemu ya ayah, Aksa sudah tidak sabar untuk melihat wajah ayah, ayah pasti ganteng. Jangan lama-lama ya ayah, karena Aksa merasa waktu Aksa sudah semakin dekat.'

"Nangis saja sayang kalau sudah tidak kuat, ayah temani disini heum? Nangis, jangan sungkan. Karena dengan menangis, rasa sesak di sini, di dalam sini, akan berkurang. " Farris mengelus dada Aksa pelan. Setelahnya kembali memeluk tubuh ringkih Aksa.

'Untuk ayah nya Aksa yang gak tau dimana. Lihatlah yah, ayah Farris begitu baik bukan? Aksa harap, Ayah juga sama baiknya seperti ayah Farris. Aksa selalu berdoa, semoga kita cepat ketemu. Aksa juga berdoa di saat kita ketemu nanti, ayah dapat menerima Aksa. Sungguh, Aksa benar-benar rindu, ayah. Aksa ingin peluk ayah.'

Aishhh...aku gak tau ini ngetik apaan😭 ancur banget parah😭

Gak papa lah yaa, yang penting di up dan gak sulit di pahami😊

Btw, bagaimana dengan Chapter ini?

Bosan yaa? Sama kok, aku juga:)

Bentar lagi guys, menuju ending🤗

Maafin yaa, baru bisa up. Sumpah, akhir-akhir ini otak mentok banget😭 nyebelin gak sih?🥺

Selamat malam:)

Salam hangat dari Aksa, yang begitu merindukan kalian❤️

Continue Reading

You'll Also Like

414K 18.5K 22
⚠️ BxB area Transmigrasi? Pindah jiwa? Apa apaan itu, Raden tidak mempercayai semua itu. Sebelum dirinya mengalaminya sendiri. Saat sedang asik asi...
49.2K 6.8K 12
Angkasa harus menjadi Alaska setiap hari demi bundanya yang depresi. Alaska yang merupakan saudara kembar Angkasa itu hilang karena suatu insiden dan...
105K 9.6K 51
"Bang, Malika ngajak gua pergi sama dia. Tapi kalau gua ikut sama dia, lo gimana?" tanya Mahesa. "Jangan pergi, Sa. Disini aja, sama Abang. Start 24...
123K 3.6K 40
"Udah gue bilang kan, sekali pun bekas lo pasti gue makan" Samuel Wiratama, ketua dari salah satu geng motor yang ada di Jakarta 'Warrior'. Samuel me...