[END] It's Okay, Kak..

By sungmngrl

104K 10.1K 1.6K

Markhyuck Area!! .. bagaimana seorang Hanan yang berpura-pura tidak mengerti dengan tujuan dan maksud Marseli... More

1. Jujur.
2. Dia Tahu?
3. Akrab?
4. Beneran di bawain?!
5. Lebih dekat.
6. Ice Cream dan pertanyaan singkat..
7. Obrolan Ayah dan Marahnya Reka.
8. Kenapa harus putus?
9. First Date?
10. Banyakin bahagia!
11. Marselio, Hanan dan coklat panas.
12. Johannes dan Marselio.
13. Berhenti, kata Hendrik.
14. Hanan tahu.. Semuanya.
15. Lagu dan segala makna di baliknya.
16. Part (2)
17. Hubungannya belum namun, luka baru kembali muncul.
18. Belum Usai dan pengakuan.
19. Marselio Vernando.
20. Nikmati waktu juga alurnya.
21. Papa Marselio.. Om Vernando.
22. Tentang penyesalan.
23. Second Date (?)
24. Liburan.
25. Kerandoman seorang Marselio.
26. Tak terduga.
28. Bonchap.

27. Tentang yang di tinggalkan dan yang meninggalkan.

4.7K 333 173
By sungmngrl

Kalut, satu situasi yang sedang Marselio rasakan saat ini. Tatapan matanya kosong menatap lurus lantai putih rumah sakit saat ini. Menyesal, sudah pasti. Seandainya ia tidak menyuruh Hanan untuk pulang sendiri ini mungkin tidak akan terjadi.

Seharusnya ia sadar bahwa kata-katanya waktu itu tak seharusnya ia ingkari untuk mengantar-jemput Hanan kemanapun i pergi. Satu kali, hanya satu kali Marselio membiarkan Hanan pergi sendiri, lihat apa yang terjadi pada pemuda yang saat ia cintai itu. Terbaring di rumah sakit berjuang demi hidupnya sendiri, Marselio tidak bisa tak menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang sudah ia lakukan pada kekasihnya itu.

Pukul 2 dini hari, handphone miliknya berdering, nama Hanan tertera di sana. Tidak pernah Marselio bayangkan bahwa panggilan tersebut mengabarkan berita buruk tentang kekasihnya yang kecelakaan di perjalan pulang, bertabrakan dengan dumptruk yang blong rem nya. Serta supir yang mengantuk dari taksi yang Hanan tumpangi.

Dengan begitu Marselio tinggalkan segalanya, berlari keluar rumah dengan air mata yang mengenang di pelupuk mata miliknya. Berdoa kepada Tuhan agar Hanan segera sadar dari koma yang bunda kabarkan padanya. Di perjalanan tak henti-hentinya Marselio mengutuki diri, menyalahkan dirinya kenapa tidak ia saja yang mengantar Hanan pulang, kenapa tidak ia kesampingkan ego dan rasa cemburu saat itu juga.

"Bunda?" Panggilannya dengan lirih ketika ia mendapati kedua orang tua Hanan sedang duduk sambil berpelukan di kursi tunggu di depan kamar rawat inap putra mereka.

"Lio.." Ujar Bunda dengan lirih, ia menatap Marselio dengan tatapan terluka, takut, dan segala pikiran buruk yang menghantui kepalanya. "Hanan, Lio." Katanya lagi. Marselio mendudukkan diri samping Bunda, menarik Bunda dari kekasihnya itu untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Gapapa, Hanan baik-baik aja. Anak Bunda itu anak yang kuat." Kata Marselio, mencoba menenangkan padahal dirinya sendiri lebih takut dari siapapun itu. Hingga beberapa menit setelahnya dokter yang memeriksa Hanan sudah keluar dari kamar. Johannes yang melihatnya, bahkan Bunda juga Marselio langsung saja berdiri begitu mendapati dokter suka asistennya berdiri di depan pintu dengan ekspresi wajah yang tak ingin Marselio lihat.

"Keluarga saudara Hanan?"

Johannes lantas mengangguk dengan cepat, membenarkan.

"Pak, ada masalah di jantung kiri nya saudara Hanan di karenakan adanya benturan yang sangat keras saat kecelakaan terjadi, sehingga menyebabkan jantung pasien tidak bisa bekerja dengan baik, terdapat kebocoran yang bisa menyebabkan kematian kalau tidak segera di operasi."

Bunda menangis makin kejar ketika mendengar hal tersebut, anak semata wayangnya kenapa harus diberi musibah seberat ini?

Johannes yang tidak tahu arus apa lagi makin merasa tidak berdaya ketika melihat sang istri menangis dengan pilu, meratapi apa yang terjadi pada anak satu-satunya mereka. Jalan satu-satunya hanyalah menyetujui operasi yang di sarankan oleh dokter yang menangani sang anak.

"Baik dong, kalau begitu saya setuju untuk melakukan prosedur operasi untuk anak saya."

Dokter pun mengangguk, mengajak Johannes untuk mengikuti, mengurusi tentang prosedur operasi yang akan di langsungkan nanti.

Marselio terkesiap ketika dua sahabat dari Hanan datang dan menarik kerah bajunya dengan begitu kuat. Orang itu adalah Reka yang menatap benci ke arah Marselio saat ini.

"Gara-gara lo! Gara-gara lo dia masuk rumah sakit! Seandainya lo gak egois, Kak.." Reka sudah meneteskan air matanya, "dia gak mungkin terbaring di rumah sakit kayak gini! Seharusnya dari awal gue gak biarin Hanan deket sama orang jahat kayak lo!" Katanya dengan penuh emosi, menyalahkan keadaan yang ada dengan melampiaskannya pada Marselio sendiri.

Reka melepaskan cengkeramannya pada kerah baju Marselio, kemudian berlalu ke arah pintu kamar untuk melihat keadaan sahabat baiknya itu. Menyisakan Agrena yang menatap sedih ke arah Marselio. Sejak awal dirinya yang setuju-setuju saja dengan kedekatan Hanan juga Marselio, bahkan Agrena juga yang membujuk Reka untuk tidak terlalu egois dan membiarkan Hanan bersama dengan Marselio.

"Seharusnya dari awal gue dukung Reka, bukannya ngebujuk dia buat gak egois dan biarin lo sama Hanan." Katanya lalu berlalu mengikuti jejak Reka yang menatap nelangsa Hanan di dalam sana.

Marselio menunduk, pikirannya kosong, semuanya tidak bisa ia cerna dengan baik kecuali Hanan jadi seperti ini karenanya, karena keegoisannya.



2 hari kemudian.

Hanan sudah tersadar dari masa koma sejak satu hari yang lalu, dan saat ini dirinya sudah sadar sepenuhnya. Ia menatap ke arah Bunda yang tersenyum dengan senyum getir miliknya.

"Bunda.."

"Iya, nak?"

"Tadi Hanan mimpi, mimpinya sedih tapi juga akhirnya bahagia."

"Mimpi apa, anak bunda mimpi apa?"

"Mimpi sama kak Marselio. Di sana di pakek serba putih. Ganteng banget!" Katanya dengan malu-malu. Ia bisa mengingat mimpi yang tadi sempat ia lalui bersama dengan sang kekasih.

Di mimpinya Marselio memang terlihat begitu tampan dengan balutan baju berwarna putih bersih, wajahnya nampak berseri dengan senyuman teduh yang Hanan sukai. Mereka banyak menghabiskan waktu hanya untuk berpelukan, menciumi pipi satu sama lainnya. Tidak berbicara apapun, hanya menatap satu sama lain dengan tatapan penuh akan cinta.

Hanya satu yang Hanan ingat bahwa Marselio mengatakan bahwa, pemuda itu mencintainya sampai kapan pun itu.

Bunda menunduk, mencoba menyembunyikan bahwa ia merasa sesak dada mendengar nama tersebut.

"Bunda, apa kak Lio belum kesini juga? Bunda ngabarin kak Lio kan kalo Hanan udah sadar?"

Bunda mengangguk, ia mati-matian menahan tangis di depan sang anak yang baru saja pulih kesehatannya.

"Hanan tidur aja lagi mau, Nak? Pusing gak kepalanya? Dada nya, sakit?"

Hanan menunduk, melihat ke arah dada nya yang memang ada perban di sana. Sehingga membuatnya bertanya-tanya, "kok di perban, dada Hanan kenapa?"

"Jantung Hanan, karena kecelakaan kemarin jantungnya bocor, Hanan jatung baru." Kekeh Bunda, sebuah taw yang kalau di teliti lagi adalah tawa yang begitu menyesakkan dada.

Hanan terlihat kaget tentu saja, "Emang iya, Bun? Siapa yang donorin? Baik banget, semoga dia selalu bahagia di sana."

Bunda mengangguk, memerintahkan Hanan untuk segera tidur kembali. Sedang laki-laki pemilik nama Tennie itu sudah berlalu ke arah kamar mandi. Menjatuhkan air matanya yang sudah di tahan sedari tadi. Sesak rasanya berada di posisi saat ini. Hingga 20 menit berlalu ibu dari Hanan itu baru keluar dari kamar mandi, melihat ke arah sang anak yang sudah tertidur.

Belum saatnya, mungkin nanti setelah keadaan Hanan benar-benar pulih, Tennie akan memberitahu semuanya. Tentang Marselio yang mendonorkan jantungnya untuk Hanan. Tennie saat itu tidak menyetujui akan hal itu, ia tidak mau anak nya hidup dengan jantung dari pemuda yang ia sukai.

"Lio tunggu sebentar lagi, pasti pihak rumah sakit menemukan pendonornya."

Marselio menggeleng saat itu, "gak Bun, ini udah hampir habis waktunya. Lio gak mau Hanan kenapa-napa, Bunda percaya kan sama Lio? Jantung Lio sehat buat Hanan, Bun."

Bunda menggeleng, bukan masalah sehat atau tidaknya. Bunda hanya tidak ingin melihat Hanan terluka saat tahu kekasihnya sendiri rela mendonorkan jatungnya sendiri hanya agar Hanan bertahan hidup. Bunda tidak ingin Marselio pergi karena han itu, Bunda tidak akan membiarkan satu anaknya baik-baik saja sedang anaknya yang lain pergi meninggalkan dunia.

Namun ternyata semua berpihak pada Marselio, beberapa jam mereka menunggu tidak ada kabar dari pihak rumah sakit bahwa ada pendonor jantung untuk Hanan sendiri. Sedangkan saat itu Hanan semakin kritis keadaanya, mau tidak mau Marselio harus melakukan ini demi kekasih hatinya. Lagi pula ini untuk Hanan batin pemuda itu.

Marselio rela memberikan apapun asal itu untuk kekasihnya. Ia rela Hanan hidup dan bernapas di dunia ini dengan jantung miliknya. Tidak masalah dirinya yang pergi untuk selamanya, Hanan harus hidup untuk kedua orang tuanya, untuk masa depannya. Mungkin ini lah bisa Marselio berikan untuk membalas semua ketulusan dan kebaikan Hanan dalam hidupnya.



Hanan Giovanni, pemuda berumur 20 puluh tahun itu menatap kosong gundukan tanah yang berada di hadapannya sekarang ini. Satu bulan berlalu semenjak kejadian yang tak ingin Hanan ingat itu hatinya masih sama, dirinya seakan kehilangan separuh dari hidupnya.

Air mata tak henti menetes begitu saja dari kedua mata lelah miliknya. "Jadi mimpiku waktu itu tandanya ini ya, Kak? Curang kamu." Katanya dengan pelan. Sebanyak-banyaknya Hanan berkunjung kemari, baru kali ini ia berani membuka suara miliknya.

"Kamu bahagia, sedang aku menderita dengan semuanya. Kak.. aku gak butuh, aku gak butuh jantung kamu. Aku butuhnya kamu, Kak!" Hanan menatap ke arah nisan dengan tatapan kecewa, bagaimana bisa Marselio egois dengan cara meninggalkannya begitu saja?

"Kamu bilang mau kita sama-sama, kamu bilang jangan tinggalin aku. Tapi apa? Kamu ninggalin aku gitu aja. Tanpa pamit, tanpa persetujuan." Hanan mulai sesegukan, rasanya sangat sesak.

"Seengaknya izin dulu, seenggaknya selesain skripsi kamu! Tapi Jangan pergi setelah itu." Katanya dengan tangis yang pecah. Tidak ada yang bisa Hanan katakan lagi, ia sudah tidak sanggup. Kenapa kehilangan rasanya begitu sesakit ini?

"Kosong, rasanya kosong, Kak. Gak ada lagi yang manja ke aku, gak ada lagi yang bawel, gak ada lagi yang cemburu sampe diemin aku seharian lagi. Gak ada.."

Cukup lama Hanan terdiam, ia hanya menangis sambil mengingat kenangan yang mereka sempat lalui, belum lama kisah mereka berjalan, namun takdir begitu kejam sehingga hubungan mereka kandas karena sebuah pengorbanan.

Hanan berjongkok setelahnya, menghapus air mata yang masih terus mengalir dengan begitunya.

"Okee, kalo kayak gini akhirnya. It's Okay.. Hanan kamu ini bakal jaga jantung punya kamu dengan sangat baik. Makasih atas semua pengorbanan yang kamu kasih ya, kak. Bahagia di sana. Hanan pamit dulu.." Hanan terdiam sejenak, lalu mengulas senyum manis miliknya. "Hanan juga cinta banget sama kakak." Katanya menjawab kata-kata Marselio dalam mimpinya waktu itu.

Hanan berdiri setelah mengecup lama nisan yang tertuliskan nama kekasihnya di sana.

Marselio Vernando.

Nama yang akan Hanan kenang untuk selamanya, cinta pertama dan bahkan terakhir yang ia punya.

~~

SIAPA KEMARIN YANG MINTA MARSELIO DAPET KARMA???

Udaah yaa guyss:) iya-iya gapapa ayoo kesal dengan Jee..

Ending yang sangat memuaskan bukan? :)

Sekian.. terimakasih.

Ini beneran usah end. Nanti kalo jee sempet, Jee buatin bonusnyaa.

Bye byeeee ❤️❤️❤️❤️

Continue Reading

You'll Also Like

736K 58.9K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
1M 76.3K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
17.7K 751 17
"haechan, udah putusin aja kak mark gue udah muak sumpah." "bisa diem ga sih jem?" haechan dan mark adalah sepasang kekasih, semua orang selalu berta...
1.4K 197 6
Terkadang, merelakan sesuatu adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan saat kehilangan.