NALLAN 2

By salsha_writer

1M 165K 178K

Bisa langsung baca tanpa baca Nallan 1 β€’β€’β€’ [Rank 1 : #mom] Mei, 2022. [Rank 6 : #spiritual] Mei, 2022. [Rank... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 49
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57
BAGIAN 58

Bagian 34

13.3K 2.5K 2.9K
By salsha_writer

Vote sebelum baca 🥰😍💘






HAPPY READING ALL❤️

(Maaf jika ada typo)

_____________




Pulang dari rumah sakit, Nalla di tuntun perlahan turun dari mobil oleh Misha, sementara Hazen, ia berjalan di belakang Nalla dan Misha.

Kini, Mereka bertiga pulang bersama supir pribadi. Sementara Ardi memilih ke kantor karena ada panggilan mendesak dari salah satu kerabat kerjanya.

Dan Alan, Laki-laki itu sedang pergi bersama beberapa bodyguard dan dua orang polisi untuk memeriksa tempat kejadian kecelakaan tadi.

Sejak tadi Nalla terus menangis di pelukan Bundanya.

Misha begitu memahami bagaimana perasaan Nalla. Melihat sang anak terluka, apalagi kini sedang tidak bersama dirinya, itu pasti sangat membuat gelisah.

Sesampainya di dekat sofa ruang tengah. Misha membawa Nalla untuk duduk di sampingnya.

Hazen, seperti orang yang tak di kenali di rumah ini, kini berjalan dengan lambat menuju lantai atas.

Namun, saat mata Nalla meliriknya, Nalla terdiam sejenak. Lalu ia pun menghapus air matanya dengan kasar dan berdiri, "TUNGGU!" teriak Nalla dengan suara lantang.

Mendengar teriakan itu, langkah kaki Hazen terhenti. Perlahan ia berbalik dan menatap kepada Nalla yang kini tampak melotot tajam ke arahnya.

Nalla berjalan mendekati Hazen.

Sementara Misha, wanita itu ingin sekali menghentikan aksi Nalla, namun Misha berpikir lagi bahwa Nalla pantas melakukan apapun karena itu adalah haknya.

"Kamu bahkan gak merasa bersalah sekalipun? Hah? Di mana letak hati kamu? Anak aku..." tunjuk Nalla ke arah pintu dengan tatapan kebencian yang masih tertuju pada Hazen, "dia di bawa paksa sama Mama aku sampai akhirnya kecelakaan, dan saat dia terluka aku cuma bisa lihat dia dari kejauhan tanpa bisa menyentuh dia!" jelas Nalla dengan isak tangis yang kembali terdengar.

"Kamu pikir aku gak punya hati nurani? Asal kamu tau Nal, aku ikut merasakan sakit saat melihat kondisi Arsyad seperti itu, kenapa kamu____"

"Ikut merasakan sakit?" nalla menjeda kalimatnya, ia menatap Hazen dengan tak percaya. "Sewaktu kamu meminta satu hal yang begitu besar akibatnya kepada suami aku, apa kamu belum punya hati nurani? Memaksa dia untuk menikahi kamu, dimana hati nurani kamu?" tanya Nalla dengan linangan air mata yang tampak begitu terasa sesak, bathinnya benar-benar terpukul saat mengingat hari itu.

Di mana berita tentang pernikahan suaminya dan perempuan ini.

Hazen terdiam.

"Kamu bisa melukai hati aku, dengan perbuatan yang menjijikan seperti itu. Memaksa suamiku menikahi kamu. Kamu lolos dari aku, tapi..." Nalla menatap lekat mata Hazen. "Tidak dengan anak aku! Kamu gak pernah sekalipun memikirkan bagaimana dia besar nanti, apa yang dia pikirkan tentang keluarganya, tentang dunianya yang berbeda dari orang lain, kamu gak pernah sekalipun memikirkan hal itu, kan!" gertak Nalla di akhir kalimat.

Misha menunduk, ia ikut menahan kesedihan yang Nalla rasakan.

"Asal kamu tau Hazen, di saat aku berusaha mengizinkan kamu tinggal di rumah ini. Demi apapun aku merasakan sakit hati! Aku bahkan berusaha tegar di hadapan semua orang, hanya untuk menghentikan kebisingan yang terus mengasihani aku." Nalla menangis, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Lalu, perlahan tangan itu turun, lalu Nalla mendongak lagi, menatap Hazen dengan sayu.

Hazen ikut menatap Nalla. Namun dengan cepat ia menatap ke arah lain, entah kenapa ia tak bisa melihat air mata perempuan itu berlama-lama.

"Tapi aku salah. Aku sekarang udah mengorbankan anak aku demi kesalahan kamu dan Mas Alan. Mungkin bukan hanya sekarang, masa depan Arsyad juga akan terenggut nantinya!" lirih Nalla yang tak sanggup mengatakan hal ini.

Hazen meneteskan air matanya dengan tiba-tiba. Entah kenapa di saat ia mendengar tentang Arsyad, hatinya begitu terluka. Ia juga tak terima dengan kejadian yang baru saja di alami oleh Arsyad. Ia takut masa depan anak itu akan terenggut.

"Oke." lirih Hazen pelan. Ia menghapus air matanya perlahan.
"Kalau memang kebahagiaan Arsyad terhalang oleh kehadiran aku di rumah ini...aku akan pergi." ucapnya sambil menatap Nalla dan Misha secara bergantian.

Nalla terdiam mendengar itu.

"Aku akan pergi jauh dari kalian semua. Aku juga gak akan yakin kalo Mas Alan akan menghentikan aku." dengan cepat, Hazen berlari ke lantai atas menuju kamarnya.

Sementara Nalla kini masih syok dan terdiam mendengar ucapan Hazen. Perlahan, ia berbalik, menatap Bundanya.

Dengan cepat, Misha mendekati Nalla lalu memeluk perempuan itu dengan erat. Mencoba menenangkannya.

Tak lama kemudian, Hazen turun dari lantai atas sambil menggeret kopernya. Wajahnya penuh dengan air mata. Tentunya, ia tadi menangis di kamar.

Hazen memberhentikan langkahnya tepat di hadapan Nalla dan Misha.

Ia kini menatap Nalla dengan lurus. "Aku enggak tau ini bakal menjadi dosa siapa. Entah itu dosa seorang suami yang membiarkan Istri keduanya pergi tanpa mencari, entah itu menjadi dosa kamu karena sudah mengusir secara halus, Istri kedua dari suami kamu."

Ucapan Hazen berhasil membuat Nalla menahan kaget dan tak percaya.

"Untuk Ibu Mertua." Hazen menjeda kalimatnya dengan mata yang terus berkaca-kaca, "mungkin kamu bisa ikut terjebak dengan dosa ini, karena ikut membiarkan Istri kedua dari anak kamu pergi." lirihnya.

Misha menatap Hazen dengan lurus.

Namun, baru saja Misha ingin berbicara. Hazen segera pergi keluar rumah sambil menarik kasar kopernya.

Nalla kini memeluk Misha lagi, sambil menangis.










***










Saat Hazen baru saja keluar dari gerbang rumah besar itu, tampak dari jauh, sebuah mobil yang semakin lama semakin dekat.

Benar. Ternyata itu adalah mobil Alan. Laki-laki itu pulang bersama dua bodyguard-nya.

Hazen tak peduli. Ia terus menggeret kopernya menuju tak ter-arah. Ia bingung harus ke mana, tapi yang jelas ia harus pergi dari rumah ini.

Tiba-tiba, mobil Alan berhenti tepat di sampingnya. Hazen tetap melangkah menjauh.

"Hazen."

Langkah kaki Hazen terhenti, namun ia enggan berbalik.

Suara sepatu seseorang kini mendekatinya.

Ya, itu Alan.

Kini Alan berhadapan dengan Hazen. Wajahnya tampak kebingungan, ia juga melihat ke arah koper yang Hazen bawa.

"Mau ke mana kamu?" tanya Alan dengan datar.

Hazen tak ingin menatap wajah Alan, ia juga berusaha tidak terlihat sedih. "Aku mau pergi jauh, jangan pernah kamu halangi aku!" ucap Hazen yang kini melanjutkan perjalanannya lagi.

Alan terdiam di tempat.

Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Atau jangan-jangan, ada keributan di rumah sewaktu dirinya tak ada.

Tiba-tiba Alan kembali teringat dengan ucapan-ucapan Hazen yang begitu membuatnya panik kembali.

"Hazen!"

Langkah kaki Hazen terhenti.

Yang Alan takutkan adalah perempuan itu kembali melukai dirinya sendiri.

Dengan cepat Alan berjalan mendekat Hazen, lalu menarik tangan perempuan itu untuk kembali masuk ke dalam rumahnya.

Sesampainya mereka ke dalam rumah, Alan menghentikan langkah kakinya saat melihat Nalla yang menangis di pelukan Mamanya.

Tangisan Nalla terhenti. Perlahan, ia dan Bundanya melihat ke ambang pintu, di mana Alan berdiri di sana sambil menggandeng tangan Hazen.

Deg!

Nalla menatap mereka berdua seperti sedang bermimpi. Bagaimana bisa, seseorang yang sudah ia cintai sejak lama, kini terus menyakiti dirinya.

Ya, Hazen kembali karena Alan yang sudah membawanya.

Alan menyadari bahwa wajah Nalla kini begitu pucat dan tampak sehabis menangis, ia pun langsung melepas tangan Hazen, lalu mendekati Nalla.

"Nalla, apa yang terjadi?" tanya Alan yang baru saja memegang bahu Nalla, namun Misha langsung melepasnya dengan kasar.

"Apa? Kamu mau menuduh Nalla atas kepergian perempuan itu?" tunjuk Misha pada Hazen yang berdiri di ambang pintu, namun mata Misha menatap tajam pada Alan.

"Cukup Ibu menyalahkan aku terus menerus! Mau sampai kapan Ibu terus membela Nalla dalam hal ini. Kenyataannya, Nalla yang udah mengusir aku secara halus dengan kata-katanya!" potong Hazen dengan napas naik-turun, menahan emosi.

Nalla melepaskan pelukannya dari sang Bunda. Lalu menatap Hazen dengan melemah, lalu kembali menatap Alan.

Alan menatap Nalla dengan sendu, ia tahu Nalla begitu sangat terpukul dengan perbuatannya. Apalagi ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengatakan tentang Hazen yang pasti akan melakukan percobaan bunuh diri jika perempuan itu dibiarkan pergi begitu saja.

Nalla berlari ke lantai atas dengan tangisan dan hati yang begitu terasa sesak.

Melihat Nalla yang sudah memasuki kamar dengan menangis kembali, Misha menatap Alan dengan penuh amarah.

Plak!

Alan di tampar oleh Misha dengan kuat.

"Tolong temui Nalla dan redakan tangisannya! Jika sampai terjadi pada Nalla dan bayi yang ada di kandungannya, saya tidak akan pernah memaafkan kamu, Alan!" ucap Misha yang di akhiri dengan gertakan. Setelah mengatakan hal itu, Misha segera pergi.

Alan berbalik, menatap Hazen dengan penuh amarah.

Lalu ia segera mendekati Hazen dengan kedua tangan yang terkepal kuat.

"Apa yang kamu inginkan Hazen? Perbuatan apa yang kamu lakukan sebelum aku datang tadi!" tanya Alan dengan tatapan tajamnya.

"Biarkan aku pergi dan bunuh diri!" Hazen berbalik dan ingin pergi, namun tangannya di cengkram kuat oleh Alan hingga Hazen merasakan kesakitan.

"MASUK KE KAMAR KAMU!" teriak Alan dengan tatapan membunuh.

Ya, tentunya Hazen menurut.

Jika bukan Alan yang memintanya, dirinya tak akan ingin tinggal lagi disini.








***











Sewaktu Alan masuk ke dalam kamarnya. Ia melihat Nalla masih menangis di tepi ranjang sambil membelakanginya.

Saat Alan mendekatinya, ternyata Nalla sedang memeluk foto Arsyad.

"Sayang, Mama tau kamu lagi nahan sakit di sana, Mama juga bisa rasain kalo kamu lagi nyari-nyari Mama. Kamu anak yang kuat sayang..." lirih Nalla yang terus mengeluarkan air matanya tanpa henti.

"Nalla."

Nalla tersadar akan kehadiran suaminya, lalu perlahan ia berhenti menangis, lalu meletakan fotonya kembali ke atas nakas.

"Bodyguard-bodyguard aku lagi pada ngikuti Mama diam-diam____"

"Apa?" Nalla menahan kaget, lalu berdiri. Menatap suaminya dengan tatapan kaget plus menahan amarah.

"Nalla, aku gak mau buat kamu kepikiran tentang anak kita kayak gini, makanya aku coba cek keadaan Arsyad_____"

"Apa kamu mau bunuh Mama aku dengan cara seperti ini!" tanya Nalla dengan gertakan.

Alan menggeleng, "Nalla, aku janji mereka gak akan ketahuan sama Mama..."

"GAK AKAN KETAHUAN APA? KALO SAMPE MAMA LIHAT SEDIKIT AJA, KAMU TAU KAN APA YANG AKAN TERJADI? CUKUP BUAT HATI AKU SAKIT DENGAN KAMU MENJAUHKAN ANAK AKU DARI AKU, JANGAN SAMPAI MAMA AKU JUGA YANG AKAN MENJAUH DARI AKU!" teriak Nalla penuh amarah.

Alan terdiam beberapa saat, hingga ia mulai berpikir keras dan..."Oke, Nal. Oke....aku akan nyuruh bodyguard aku putar balik sekarang." ucap Alan yang kini mengeluarkan ponselnya.

"Hallo, kalian semua putar balik sekarang. Batalkan rencananya." ucap Alan dengan tegas.

"Siap, bos."

Nalla segera bergegas keluar kamar, namun Alan lebih cepat menangkap tangannya lebih dulu.

"Bentar," ucap Alan yang kini melemparkan ponselnya ke atas ranjang. Lalu ia mendekati sang Istri.

"APA LAGI!"

"Nal, aku mohon sama kamu..." Alan menggenggam erat kedua tangan Nalla, menatap mata perempuan itu dengan intens, "tolong jaga kesehatan kamu, aku tau dari wajah kamu, kamu lelah Nal."

Dengan cepat, Nalla menyentak tangan Alan, lalu ia segera keluar kamar sambil menangis kembali tanpa suara.








***










Malam ini, sekitar pukul sebelas malam. Tidur Nalla benar-benar tak nyenyak. Sebenarnya ia tidak tidur, ia hanya berusaha memejamkan matanya karena Alan sejak tadi terus mengawasinya.

Alan tampak sedang mengerjakan sesuatu di laptop, tepatnya di atas ranjang di samping Nalla, namun matanya sesekali menatap punggung Nalla yang tidur membelakanginya.

Ia benar-benar tak fokus dalam mengerjakan pekerjaan ini. Ia terus memikirkan kondisi Nalla dan Arsyad. Kedua orang itu bahkan saat ini memenuhi pikirannya hingga ia melupakan apa yang seharusnya di kerjakan di laptop ini.

Nalla berhasil terjun ke dalam mimpinya. Hingga tiba-tiba suara tangisan keras dari Arsyad membuatnya langsung tersentak kaget dan segera duduk.

"ARSYAD!" teriak Nalla dengan penuh keringat di pelipisnya.

Alan meletakkan kasar laptopnya di ranjang, lalu ia segera mendekati Nalla dan segera memeluk perempuan itu dengan erat.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Alan khawatir.

Nalla menangis dalam pelukan itu, sesekali mulutnya memanggil nama Arsyad.

Alan yang setia memeluk Nalla kini tangan kanannya langsung mengambil ponsel yang terletak di atas nakas. Lalu ia mencari nomor Mama mertuanya.

"Bentar ya, aku coba telepon Mama." ucap Alan yang kini mulai mencari nomor Mama mertuanya.

Saat mulai menelpon, tak hanya Alan, Nalla juga dapat mendengar suara operator yang mengatakan nomor itu sedang tidak aktif.

Dengan kasar, Nalla melepaskan pelukan dari Alan. Lalu ia berlari ke balkon kamarnya sambil menangis.

Melihat itu, Alan segera mengambil segelas minuman yang tersedia di nakas, lalu ia berjalan menuju balkon sambil membawa gelas itu.

"Bukan hanya kamu Nal yang rasain kegelisahan itu, aku juga sama. Arsyad adalah anak kita." jelas Alan.

Nalla tak menanggapi, ia terus menatap langit malam yang begitu indah, namun tak seindah hatinya sekarang.

"Kalau kita besok ke Bandung, kamu mau kan?" tanya Alan hati-hati.

Nalla kini menatap Alan penuh amarah. Dengan wajah kesalnya, Nalla kembali menahan is akan tangis. "Tolong hentikan ini. Cari cara lain agar dari kita gak ada yang bisa jumpai Mama. Kalo sampe itu terjadi, aku pasti akan menyesalinya seumur hidup..." jelas Nalla.

"Ayo minum dulu." Alan menyerahkan gelas itu kepada Nalla.

Namun, entah sengaja atau tidak, Nalla mengambil gelas itu dengan paksa lalu menggenggam gelas itu dengan sangat kuat hingga akhirnya ia membantingnya ke lantai.

Prang!

Bunyi pecahan kaca itu membuat Alan menahan kagetnya saat melihat Nalla yang tampak sedang menahan nyeri.

"Nalla! Apa tangan kamu luka?" tanya Alan yang panik. Namun, Nalla menyembunyikan tangan kanannya lalu berpura-pura kaget.

"Ops. Pecah ya. Kamu luka gak? Kaki kamu gak kena serpihan-serpihannya kan? Atau kamu ke injek belingnya?" Nalla menunduk, melihat-lihat ke arah kaki Alan dengan wajah panik.

Alan mengerutkan dahinya, ia bingung dengan sikap Nalla yang tiba-tiba seperti ini.

"Aku gak terluka. Kamu kenapa?" tanya Alan sambil terus menatap wajah Nalla.

Nalla berhenti menunduk, kini ia menatap suaminya sambil menyipit.
"Iya...kamu memang gak terluka sama sekali dengan semua ini. Tapi aku!" Nalla menunjukan tangan kanannya yang kini berdarah karena pecahan gelas tadi.

Alan melotot kaget, dengan cepat ia membuka baju kaosnya, lalu segera menarik tangan Nalla dan berusaha mengingat luka itu.

Di tengah Alan sedang mengikatnya, Nalla terus berbicara. "Kamu gak akan terluka karena semua ini. Yang terluka hanya aku dan Arsyad."

Selesai mengikat luka itu, Alan terdiam mendengar ucapan Nalla.

Nalla memukul dada bidang laki-laki itu beberapa kali sambil menangis.
"Kenapa harus anak kita yang menerima semua ini, kenapa harus dia...kenapa! Hiks...hiks..." ucap Nalla yang terus menangis.

Tok...tok...

Nalla terdiam. Begitupun dengan Alan.

Mereka berdua kini sama-sama melihat ke arah pintu kamar.

Ternyata pintunya lupa di kunci.

Di sana berdiri seorang Hazen yang kini berjalan mendekat ke arah balkon kamar Alan dan Nalla.

Hazen menatap bingung dengan kedua orang itu. Mulai dari pecahan gelas yang berantakan di lantai, tangan Nalla yang terlilit kain dan Alan yang bertelanjang dada.

"Maaf, ada apa? Aku tadi dengar pecahan barang." tanya Hazen dengan tampang tak berdosa.

Nalla tersenyum miris, "bahkan, privasi rumah ini juga udah hilang."

"Privasi? Aku tau, Nal. Ini privasi kalian berdua. Gak seharusnya aku masuk ke sini. Tapi, jika ada hal-hal seperti pecahan  kaca atau sejenis itu, aku pantas datangi kalian. Kamu tau kan, aku juga Istri kedua Mas Alan."

"IYA! KAMU ISTRI KEDUANYA. IYA, BENAR. BENAR SEKALI HAZEN." Nalla melepaskan dengan kasar baju Alan yang terlilit di tangannya lalu melempar kasar ke arah Alan.

Nalla kembali menatap Hazen dengan tatapan tajam. "Malam ini kita tukar kamar! Aku tidur di kamar kamu, dan kamu tidur di sini, bersama Mas Alan!" tekan Nalla yang akhirnya pergi keluar dari kamar ini, meninggalkan Alan dan Hazen.






__________

Hazen be like : "Mantap."

SATU KATA UNTUK NALLA :

SATU KATA UNTUK ALAN :

SATU KATA UNTUK HAZEN :

LAGU APA YANG BARU AJA KALIAN PUTAR?

SEBUTIN SATU BIAS KALIAN?

SATU KATA UNTUK AUTHOR?

ADA NIH, SATU ORG YANG LEBIH BEJAT DARI HAZEN. TAPI MASIH RAHASIA.

VOTE AND SPAM KOMEN.

FOLLOW YUK IG AKU :")

ADANY.SALSHAA
NALLAN.OFFICIAL

Continue Reading

You'll Also Like

22.5K 2.2K 34
Bagaimana jika seorang Danafa Arza yang hidup tanpa kasih sayang sang Ayah, justru jatuh cinta pada adik tirinya sendiri?
4.4K 104 6
Drama / High H / Kecantikan Shou/ NPH (Novel terjemahan) Tang Xiaotang meninggal, bertemu dengan sistem, dan kemudian memulai perjalanan cepatnya.
25.8K 5.1K 25
! Awas bengek! Kenalin nama gue Darrel inget ya dable 'R' awas kalo satu. Nama pendek gue Darrel, nama panjang gue Darrellllllllllllllllll eh ngga...
2.5M 48.7K 16
"Bersamamu adalah sebuah kesalahan" Gieyra Arunika Salma gadis kuliahan semester 5 yang tinggal jauh dari keluarga dan berkuliah di Jakarta karena be...