ALVIVA (END)

By Kagaminetiv

1M 82K 23.1K

Sebuah perjodohan yang membuat Alvian dan Adiva harus terikat hubungan pernikahan tidak berjalan mulus. Fakta... More

Prolog 🌷
1. Undangan Pernikahan dari Pacar 🌷
2. Arabelle Pulang 🌷
3. Manusia Bertopeng Dua + Cast 🌷
4. Masa Lalu 🌷
5. Di rumah Alvian 🌷
6. Diari Vivian 🌷
7. Tandai Adiva 🌷
8. Keributan dan Pembelaan 🌷
9. Leo Samudera Oktofernandus 🌷
10. Isi Diari Vivian 🌷
Visual + Latar Belakang Tokoh 🌷
11. Pemakaman + Kuis ber-uang 🌷
12. Balikan? 🌷
13. Ketakutan 🌷
14. Dalang Kejahatan 🌷
15. Psikolog 🌷
16. Cie ... Nyariin 🌷
17. Kartu Kuning 🌷
18. Adu basket 🌷
19. Kecewa 🌷
20. Razia 🌷
21. Curahan Hati 🌷
22. Hukuman 🌷
23. Amnesia? 🌷
24. Ancaman? 🌷
25. Pindah? 🌷
26. Ambang Penyesalan 🌷
27. Penyesalan 🌷
28. Kritis 🌷
29. Harapan Hidup? 🌷
30. Hamil? 🌷
31. Penyakit 🌷
33. Kerusakan Mental 🌷
Haiii
34. Kehilangan Masa Depan 🌷
35. Titik Terang 🌷
36. Mencari Bukti 🌷
37. Bersemi 🌷
38. Sebuah Janji & Pesta Ultah 🌷
39. Hari Donor 🌷
40. Keberadaan Dira 🌷
41. Boleh Peluk Aku?🌷
42. Cerai? 🌹
43. Epilog
Pecinta Mistery/Thriller Merapat!
Info Terbit
Open PO

32. Adiva Menghilang! 🌷

21.1K 1.5K 408
By Kagaminetiv

Hi, update lagi!!

"Dipermainkan takdir, dihambat hukum alam - ALVIVA 2021."

Band KURA dengan personil lengkap, Kenny, Ugo, Robert dan Angel baru saja usai melakukan perform.

Suasana seakan tidak diberi jeda hening. Suara musik dari DJ langsung berputar, membuat panas suasana. Acara DWP tengah berlangsung dengan meriah di tengah keributan.

Anak-anak KURA berjalan di tengah lautan manusia. Mereka ingin bersilaturahmi dengan band ALEPOO yang diketuai Leo.

"Di sana," ucap Kenny melihat punggung seseorang yang tidak asing baginya.

Leo sedang memakai jaket kulit hitam, duduk sendirian sembari menikmati beer yang bercap bintang.

"Kak Leo!" teriak Angel menghamburkan pelukan ke Leo.

Leo tidak membalas pelukan. Jujur, Leo agak risih dengan tingkah Angel yang tiba-tiba itu.

"Sendirian aja, hah?!" tanya Kenny agak berteriak, karena suasana yang gaduh.

"Bareng mereka," jawab Leo dengan tatapan mengarah lurus jauh di sana.

"Loh? Itu Alvian?! Kenapa lo gak gabung sama mereka?" tanya Ugo berkerut kening.

"Itu yang berdiri di sebelah Alvian, adik kandung yang lo maksud, Le?" tanya Robert kali ini.

Leo mengangguk singkat. Ia masih belum bisa nerima kenyataan itu, jadi memilih sendirian di sini.

🌷🌷🌷

Sementara pada lain sisi, Adiva sedang memegang sebuah kue besar rasa strawberry cheese yang berbentuk bundar. "Tiup lilinnya, ayo!" Adiva agak berteriak karena kegaduhan musik.

"Make a wish dulu gak, sih?" tanya Alvian sembari mengatup kedua tangan.

"Boleh. Ayo, Al!"

Alvian langsung memejamkan mata dan mulai meminta tiga permintaan. "Yang pertama, semoga keluarga gue sehat selalu dan dijauhi dari segala musibah."

"Yang kedua, semoga band ALEPOO bisa sukses sampai terkenal dan go international."

"Yang ketiga, se--"

"Dalam hati, Al," potong Adiva cepat.

Semoga cewek yang berdiri di hadapan gue cepat sembuh dari penyakitnya. Semoga dia bisa tersenyum selalu, karena kebahagiaan dia adalah semangat gue. Semoga di--

"Al, lama amat make a wish-nya. Minta banyak, ya? Satu aja kali cukup. Jangan banyak-banyak." Adiva terkekeh. "Lilinnya meleleh, nih."

Alvian membuka mata lalu merotasikan kedua bola matanya. "Ganggu aja lo! Gue lagi minta dinikahin ke sugar mommy yang seksi dan bohai."

"Jangan lupa kamu udah punya cincin di jari manis." Adiva mengingatkan.

"Oh, iya." Alvian tersenyum tipis, mengacak rambut tunangannya gemas lalu meniup lilin.

"Yey!!" Adiva bertepuk tangan.

"Makasih udah rayain gue ultah."

"Sama-sama Alvian. Aku punya hadiah untukmu." Adiva menaruh kue lalu berganti dengan hadiah di tangan.

"Apa, nih?" tanya Alvian melihat hadiah yang dibungkus cantik dengan kertas kado bermotif batik.

"Buka aja," jawab Adiva.

Adiva hendak membuka, tapi Adiva mencegah.

"Tunggu!"

"Kenapa?"

"Bukanya di rumah aja, deh. Malu!"

"Kenapa harus malu?" tanya Alvian berkerut kening.

"Hadiahnya jelek!" sahut Adiva. Ia merajut syal untuk Alvian. Itu isi kadonya.

"Maunya sekarang!"

"Di rumah aja, plis!"

"Hmm ya udah, mana ucapannya buat gue?"

"Happy birthday, Alvian!"

"Gak denger!" teriak Alvian. "Sini! Deketan!"

Adiva berjinjit dan berteriak di telinga Alvian. "HAPPY BIRTHDAY, ALVIAN INDOMARTIN!!"

Alvian mengukir senyuman di wajah. Cowok itu melingkarkan tangan di pinggang Adiva lalu mengecup pucuk kepala Adiva. "Makasih, Baby. Love you."

"Love you more," jawab Adiva tersipu.

"Dih, dih, malah ngebucin!" seru Weggyana yang baru saja tiba beserta Willy, Tio dan Popo seusai membeli minum.

"Sirik bilang Bos!" sahut Alvian anteng.

"Gak ye. Gue juga bisa ngebucin," jawab Weggyana seraya menggandeng tangan Willy.

"Gak usah pamer lo pada. Gue juga ada!" Tio merangkul pinggang Popo dengan posesif.

"Sialan. Gue gak belok!" Popo menepis tangan Tio. Semua orang terkekeh.

"Udah, ah. Kita mau ngucapin happy birthday buat Alvian tau. Happy birthday! Makin tua lo," ucap Weggyana seraya menjabat tangan Alvian.

"Nih, hadiah dari gue sama Eegku Sayang. Selamat ulang tahun, Bro." Willy menyerahkan paper bag Adidas.

"Thanks." Alvian menerima hadiah itu dari Willy.

"Kalo kita juga ada nyiapin hadiah, Al," ucap Tio lalu mengeluarkan sapu tangan hitam dari saku celana. "Tutup mata lo pake ini."

"Mau ngapain, Jing?" Alvian jadi curiga.

"Ikutin aja," ucap Popo seraya membantu Tio menutup Alvian pakai sapu tangan.

"Div, pinjem Alpian ya!" seru Tio mendorong Alvian entah ke mana.

"Ikut!" rengek Adiva tidak ingin ditinggal.

"Ini acara para lelaki!" seru Tio yang suranya sudah menjauh, meninggalkan Adiva dan Weggyana di tempat. Sementara, para lelaki pergi.

"Si Tio mau surprise-in Alvian bareng anak-anak ALEPOO termasuk Leo," ucap Weggyana yang sudah mengetahui rencana mereka.

"Aku pengen ikutan," ucap Adiva mencebikkan mulutnya.

Weggyana menghela napa, menarik kursi untuk duduk di sebelah Adiva. Cewek itu mengusap pucuk tangan Adiva. "Kalo lo ikutan, Leo pasti menjauh."

"Kenapa gitu?" tanya Adiva heran. "Aku gak paham serius. Aku tau dia itu kakak kandung aku. Aku senang banget, tapi kenapa tiap aku dekatin dia, dia pasti menjauh? Aku salah apa?"

Weggyana kembali menghela napas berat. "Lo gak salah, Div. Yang salah itu takdir. Takdir udah mempermainkan perasaan dia."

"Perasaan gimana maksudnya?"

"Astaga!" Weggyana jadi geram sama ketidaktahuan Adiva. "Lo gak peka banget, sih! Leo itu suka sama lo, dodol!"

"Su-suka?" Dunia Adiva terasa membeku.

Weggyana menampar mulut sendiri. "Anjir, gue keceplosan!"

"Apa maksud kamu, Na? Leo suka sama aku? Tapi, aku sama dia saudara kandung--oh ... itu alasannya dia menjauh?"

Weggyana mengangguk. "Leo gak bisa damai sama perasaannya. Dia frustrasi mikirin perasaan dia ke lo. Perasaan suka sebagai cowok cewek, bukan adik kakak."

Adiva membisu. Selama ini, Leo memang sangat baik terhadapnya sampai Adiva enggak sadar jika Leo memiliki perasaan lebih.

"Kasih dia waktu, Div. Dia butuh cerna itu semua baik-baik," lanjut Weggyana.

🌷🌷🌷

Adiva merasa suasana terlalu gaduh. Ia butuh keheningan untuk memikirkan perkataan Weggyana tadi.

Adiva meninggalkan lokasi dan berjalan ke depan.

"Leo beneran suka sama aku?" tanya Adiva kepada diri sendiri.

Secuil perasaan bersalah tumbuh. Adiva seharusnya menjauh dari Leo jika tahu akan seperti ini.

Jujur, selama ini Adiva tidak berpikir aneh-aneh. Ia hanya menganggap Leo seperti sahabat sendiri. Leo yang selalu membantunya yang kesusahan membuat Adiva merasa sangat berterima kasih.

Adiva masih ingat perasaanya ketika iai tahu jika Leo adalah kakak kandungnya, Adiva senang bukan main. Ia nyaris jingkrak-jingkrak. Namun, Adiva tidak tahu jika fakta itu justru menghancurkan hati Leo hingga berkeping-keping.

Leo memilih untuk menjauh dari Adiva agar perasaan sukanya bisa berkurang. Awalnya Adiva bingung kenapa Leo menjauh, tapi sekarang ia sudah tahu jawabannya dari Weggyana.

"Aku harus gimana supaya Leo bisa hapus perasaannya kepadaku?" Adiva mengambil duduk di halte. Cewek itu mendongak untuk menatap bintang-bintang di langit.

"Kamu itu seperti bintangku. Kamu orang yang spesial. Aku gak mau kehilangan kamu. Aku gak mau karena hubungan darah kita, kamu menjauh dari aku," ucap Adiva seolah Leo berada di sana.

Adiva memejamkan mata membiarkan angin semilir membuat rambutnya berterbangan dan menerpa wajahnya.

Suasana saat ini sangat hening. Tidak heran juga, karena jam telah menunjukkan pukul 12 malam.

"Siapa?!" Adiva reflek bangkit berdiri ketika sebuah tangan menyentuh bahunya.

"Aku." Cowok itu menampilkan wajah khawatir. "Maaf ngagetin."

Adiva agak mundur untuk berjaga jarak. Adiva was-was, mengingat terakhir kali pertemuannya dengan Rean di parkiran rumah sakit sangatlah tidak enak. "Kak Rean? Kenapa bisa ada di sini?"

"Aku lagi mau ke apotek," jawab Rean. "Eh, malah ketemu kamu di sini."

"Ke apotek?"

"Ya! Arabelle sakit perut dan mengalami pendarahan kecil."

"Hah? Kok, bisa?"

"Entah. Tadi dia ke rumahku. Kita baru ngobrol bentar, tiba-tiba dia kayak gitu."

"Kenapa gak langsung bawa ke rumah sakit?"

"Belle gak mau. Dia takut orang-orang tau kehamilannya," jawab Rean lalu mengatup kedua tangan di depan dada. "Div, aku khawatir banget. Takut Ara kenapa-napa sendirian ei rumah. Kamu boleh ke rumahku gak? Jagain dia sampai aku selesai beli obat."

"Ya udah. Aku ke sana sekarang."

"Aku bawa motor. Aku anterin kamu ke rumahku duluku baru beli obat."

"Iya, boleh. Ayo, cepat. Aku khawatir."

Rean segera menyalakan motornya. "Naik."

Adiva tanpa pikir panjang dan langsung naik ke atas motor.

Motor yang dibawa Rean melesat cepat. Tidak ada percakapan selama perjalanan. Adiva hanya terus berdoa dalam hati semoga Arabelle tidak kenapa-napa. Sementara itu, Rean memperlihatkan senyuman menyeringai yang tidak dapat Adiva lihat.

Selamat datang di kandang buaya, Adiva. Mari kita senang-senang.

🌷🌷🌷🌷🌷

"BEL!" Adiva langsung berlari ke dalam kamar Rean, mendapati kamar Rean yang kosong. "Belle mana Belle?"

"Bel!" teriak Adiva membuka kamar sebelah. Masih saja kosong.

"Kak Rean, Belle mana?" tanya Adiva yang semakin panik mendapati seisi rumah kosong tanpa ada siapapun selain dirinya dan Rean.

Rean tidak menjawab. Cowok itu memunggungi Adiva sembari menyembunyikan senyuman menyeringai.

"Kak Rean?" tanya Adiva menepuk bahu Rean.

Rean masih tidak jawab. Cowok itu mengunci pintu rumah lalu menyimpan kunci ke dalam saku.

"Kak Rean kenapa dikunci pintunya? Kamu gak pergi? Katanya mau beliin obat?" tanya Adiva masih berusaha positif thinking.

"Aku ingin bermain denganmu, Sayang." Rean akhirnya membuka suara. Cowok itu berbalik badan untuk menatap Adiva penuh gairah. Cowok itu menjilat bibirnya yang kering.

"Hah?" Adiva mundur beberapa langkah. Namun, Rean malah ikutan maju.

"Kenapa mundur, Sayang?"

"STOP! Jangan maju lagi!" seru Adiva. Sial. Detik ini, ia sadar jika dirinya dalam bahaya.

"Sini, Sayang. Aku ingin ngobrol."

"Ya-ya udah di situ aja!"

"Kata ibu tirimu, kamu rindu sama aku. Jadi, aku undang kamu ke sini."

"Tante Dira? Nggak. Tante Dira ngadi-ngadi. Kamu jangan percaya!" seru Adiva melihat Rean yang masih menyeringai.

"Itu gak penting. Yang penting malam ini kita bisa bermain-main, Sayang. Sini, Sayang!"

Adiva segera menggerakkan kakinya untuk membebaskan diri dari rumah ini. Namun, langkahnya kalah cepat. Sial. Rean langsung mengejarnya. Kini pergelangan tangan dicengkeram erat oleh Rean.

"Awas! Lepasin!" Adiva merontah, tapi hasilnya nihil.

"Mau ke mana, Sayang?" Usai mengucapkan itu, Rean mengangkat tubuh Adiva ala bridal style.

"LEPASIN! TOLONG! SIAPAPUN!" Kepingan memori di kolong jembatan, menyerangnya bertubi. Adiva takut kejadian pelecehan itu kembali terjadi. Adiva sangat ingin menyelamatkan diri!

Rean melempar Adiva ke atas kasur. Adiva langsung mundur hingga punggungnya menabrak tembok. Tangan Adiva berusaha meraih sesuatu untuk melawan, tapi sialnya kamar ini kosong. Hanya ada sebuah kasur besar.

Adiva meneguk ludah kasar. Bisa habis dia malam ini di tangan Rean. Rean jelas sudah merencanakan ini semua dari jauh hari. Pantesan saja, kamar ini kosong.

"Aku akan melakukannya dengan pelan-pelan. Eh, kamu udah punya pengalaman, kan? Harusnya gak akan sakit. Kamu akan terbiasa," ucap Rean yang tengah melepaskan baju.

Gila! Ini benaran gila! Adiva tidak paham lagi kenapa kejadian yang sama harus menimpahnya lagi.

"Kak Rean! Kamu akan nyesal! Aku yakin Alvian akan dateng nyelamatin aku!"

Mendengar itu, Rean ketawa terbahak-bahak. "Gak usah harap kamu!" serunya lalu naik ke atas kasur untuk bermain dengan Adiva.

"Ngapain masih pake tas?" Rean melepas paksa tas selempang yang dipakai Adiva, lalu membuang jauh-jauh tas itu.

"JANGAN!" Adiva berteriak, karena di dalam tas itu ada penyelamatnya. Ponsel!

"Udah, nurut aja. Ini waktunya kita main-main, Sayang."

🌷🌷🌷

"Babi, Monyet, Anjing, Bangsat! Kalo Adiva sampai kenapa-napa, gue gak akan maafin lo!" Alvian berteriak di hadapan Weggyana.

"Ye, gue mana tau Adiva gak balik-balik lagi. Emangnya gue baby sister-nya? Dia mau pergi, gue harus ikutin?" tanya Weggyana sewot. Tidak ikhlas ia disalahkan.

"Ya, tapi lo tau dong. Adiva itu sakit! Kalo dia pergi sendirian terus pingsan di tempat gimana? Ini juga udah malem banget, bangsat! Bahaya sendirian di luar sana!" seru Alvian kesal.

"Ya, gue baru tau kalo Adiva punya penyakit leukimia barusan. Kalo dari awal gue tau, gue gak akan ngebiarin dia pergi sendiri!" sahut Weggyana. Memang beberapa saat yang lalu, ia baru tahu dari Alvian.

"Lo pikir kenapa Adiva gak mau kasih tau lo? Karena mulut lo kayak comberan. Ceplas-ceplos ke mana-mana!" balas Alvian dongkol.

"Oh, jadi gue gitu di mata Adiva? Okay!"

"Hei, udah. Udah. Yang penting sekarang nemu Adiva dulu." Popo datang menengahi. "Mulut lo juga lain kali dijaga, Na. Jangan ceplas-ceplos begitu. Perasaan Leo seharusnya gak lo kasih tau ke Adiva tadi."

"Iye, gue tau itu gue salah!" balas Weggyana. "Gimana, Leo? Udah diangkat Adiva?"

Leo menggeleng. "Terhubung, tapi gak diangkat."

"Duh, ke mana dia. Ini udah jam 1 malam, loh. Coba telepon Om Lereng," ucap Weggyana panik.

"Gue udah telepon. Kata Om Lereng, Adiva gak pulang ke rumah," balas Alvian.

"Eh, Tio sama Willy balik tuh!" seru Weggyana melihat dua motor mengarah kepada mereka.

"Gimana? Ketemu Adiva gak?" tanya Weggyana.

"Gue udah cari di sekitar sini, gak nemu," jawab Willy turun dari motor.

"Sama," lanjut Tio singkat.

"AH! BABI!" Alvian mengacak rambut frustrasi. Seharusnya ia tidak meninggalkan Adiva tadi. Seharusnya tidak! "Feeling gue gak enak banget. Gimana kalo dia kenapa-napa?! Gue gak akan bisa maafin gue sendiri!"

"Ini hape Adiva aktif. Lo punya GPS-nya gak?" tanya Leo. Cowok itu selalu yang paling tenang di segala situasi.

"Gak pu--bentar." Alvian tiba-tiba teringat jika ia pernah memasangkan GPS di ponsel Adiva atas perintah Lia. "Gue punya."

"Langsung lacak!" seru Weggyana.

🌷🌷🌷🌷🌷

Fiuh.

Kira2 Alvian keburu gak ya nyelamatin Adiva?

Gimana dengan part ini?

Ada yang mau diomongin ke mereka?

Alvian

Adiva

Leo

Rean

Weggyana

Tio

Popo

Next part 1K+1K!

Jangan lupa follow instagramku @Kagaminetiv

Spam next di sini.

Papay!

Continue Reading

You'll Also Like

29.2M 2.5M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...
AREKSA By Itakrn

Teen Fiction

34M 3.3M 64
"Perasaan kita sama, tapi sayang Tuhan kita beda." ****** Areksa suka Ilona Ilona juga suka Areksa Tapi mereka sadar... kalau mereka berbeda keyakina...
56.2M 5.6M 51
"πš‚πšŽπš™πšŠπšœπšŠπš—πš πš•πšžπš”πšŠ πš’πšŠπš—πš πš‹πšŽπš›πšŠπš”πš‘πš’πš› πšπšžπš”πšŠ." -π’œπ“‚π‘’π“Žπ“ˆπ’Ύπ’Άπ’Ά, 𝟒𝟒.𝟒𝟒 "Tolong jemput gue, Ka," pinta gadis itu. "Gak bisa, gue...