DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓

By rezamelissaa

95.4K 9.7K 1.4K

"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembal... More

| FOREWARD |
| Prologue |
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Extra Chapter🔥
Destiny 1'Nuit.
Update

Part 38- END!

2.4K 203 75
By rezamelissaa

Setiap pagi kembali menjadi sejarah untuk Alisa. Ibu hamil yang usia kandungannya kini beranjak tiga bulan itu semakin rajin bangun pagi dan memainkan perannya sebagai seorang istri yang baik.

Tidak terhalang dengan kondisi tengah hamil, Alisa tidak sekalipun mengambil kesempatan untuk bermalas-malasan dan menjadi istri bak putri ratu yang tidak akan melakukan apapun. Tidak, Alisa bukan seperti itu.

Sama seperti saat ini, pagi-pagi sekali pukul lima subuh Alisa sudah bangun. Dia berjalan dengan kaki telanjang di halaman depan rumah menginjakkan kakinya ke atas rerumputan. Kata para orang tua jaman dahulu, ketika sedang hamil, seorang ibu harus rajin bergerak dan berjalan di setiap pagi. Mereka meyakini kalau begitu ibu hamil akan di permudahkan kelak persalinannya.

Dan lihatlah, bagaimana sang suami tersenyum di setiap paginya melihat istri tercinta bertelanjang kaki mengenakan daster pendek sepanjang lutut sedang kaki putih mulus itu di pamerkannya begitu saja.

"Oppa!" Alisa baru saja menoleh ke arah pintu utama. Dia melihat Jimin dengan wajah khas orang bangun tidur, rambut masih berantakan, matanya kian sipit sedang tersenyum memperhatikan.

"Kemarilah!" panggil Alisa menggunakan tangannya. Patuh akan permintaan sang istri, Jimin pun melangkah mendekat.

"Sendalnya di buka."

Lagi--Jimin menuruti permintaan sang istri. Sendal bermerk Fil∆ berwarna hitam itu ia buka tepat di tembok pembatas taman. Jimin ikut bertelanjang kaki memijak rerumputan mendekati Alisa.

"Sudah berapa lama?" tanya Jimin lembut dengan suara parau nya. Ia kecup kening sang istri sambil memeluk Alisa tidak terlalu erat.

"Sejak tadi sih, mungkin sudah satu jam." jawab Alisa mengira-ngira. "Mau aku siapkan semuanya sekarang?" tentu saja, yang Alisa maksud adalah pakaian Jimin ke kantor dan segala sesuatu yang Jimin butuhkan.

Tersenyum manis lalu sedikit mangangkat dagu Alisa untuk mendongak, Jimin mendekatkan bibir mereka sambil menekan. "Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri."

"NO NO NO NO!" Alisa mengangkat jari telunjuknya bergerak ke kiri dan kanan menolak. "Kalau sudah beristri, maka itu adalah tugas istri. Ayo, aku akan menyiapkan semua yang Oppa butuhkan."

Alisa menarik tangan Jimin jalan mengikutinya. Dibelakang sana Jimin hanya pasrah ketika sang istri menariknya kembali masuk ke dalam kamar. Kedua orang tua mereka yang tengah sarapan di meja makan hanya menggeleng-geleng pelan sambil tersenyum melihat Alisa menyeret Jimin layaknya anak kecil yang malas mandi.

"Duduk!" titah Alisa sambil menekan kedua bahu Jimin untuk duduk di ujung ranjang.

"Ini handuknya dan celana dalam. Oppa mandi dulu, aku akan menyiapkan pakaiannya. Cepat!" usir Alisa setelah menjelaskan. Hal yang malah membuat Jimin tidak berkedip sedang bibir tebalnya melengkung sempurna.

"Oppa!"

"Iya sayang," jawab Jimin lambat.

"Cepatlah! sudah jam delapan. Kau harus segera berangkat."

"Tidak bisakah aku bekerja dirumah saja?"

"Oppa, ayolah!" Alisa menarik-narik lengan Jimin agar bangkit. Tapi Jimin sengaja memberatkan tubuhnya supaya Alisa tidak kuat menyingkirkan Jimin dari sana.

Menghela napas ringan, menatap Jimin yang masih tersenyum dan nampak malas, Alisa memutar otaknya merayu sang suami.

Dia melepaskan tangan yang memegangi lengan Jimin tadi, lalu beralih duduk di atas pangkuan pria itu sambil kedua tangannya melingkar di leher Jimin dengan sempurna.

"Oppa, ayolah! kau harus bekerja hari ini." bujuk Alisa dengan wajah yang sangat terlihat seperti bayi. Bibir kecil berwarna merah itu sedikit mengerucut, membuat kesan gemas untuk setiap penikmat, contohnya saja Jimin.

Bukannya menjawab dan mengindahkan, Jimin malah menyandarkan kepalanya di depan dada Alisa sambil mengatup kedua mata setelah bibir tebal itu mengecup dada Alisa sebentar.

"Aku malas," jawabnya seperti anak kecil. "Hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, Alisa. Seharian, berpelukan, ciuman, tidur siang, makan berdua, berenang, dan menemanimu jalan-jalan sore di taman."

"Astaga!" Alisa menepuk punggung Jimin gemas  "Sudah dua bulan Oppa bermalas-malasan seperti ini. Apa yang ayah pikirkan nanti?"

"Aku ini putranya, dia tahu kalau aku punya istri yang sedang mengandung cucunya, dia tidak bisa memarahiku Alisa."

"Oppa!" Alisa mengambil kepala Jimin menjauh dari dada nya. "Lihat aku!" dan Jimin langsung menatapnya dengan mata sayu. "Kau tidak mau mendengarkanku?"

Mendengar itu, Jimin langsung was-was. Dengan cepat dia merubah raut wajahnya menjadi sangat menyedihkan. "Ah, ayolahhh... apa kau akan mengancamku lagi?"

"Dulu Oppa tidak begini, dulu Oppa tidak pemalas seperti ini. Kenapa sekarang malah begini, hmm?"

Tanpa merasa bersalah pria itu melebarkan senyuman sampai deretan gigi putihnya ditampilkan. "Ini semua karna junior, sayang" lantas Jimin mengecup perut Alisa yang kini sudah sedikit membesar. "Ikatan seorang ayah dan anak sudah tenggelam jauh diantara kami, itu sebabnya kami selalu ingin bersama-sama."

Alisa langsung mencibir. "Alasan!"

"Aku serius, sayang." wajahnya ia tempelkan ke pipi Alisa tanpa pergerakan. Mengendus-ngendus harum kulit lembut itu dalam-dalam penuh sayang. Kedua tangan nya pun kembali melilit tubuh ramping itu erat-erat. "Aku ingin seperti ini sampai nanti, besok, besok lagi, besok nya besok lagi, dan besok besok besok--"

Cup

Alisa langsung meragut dagu Jimin sedikit mendongak lalu ia kecup sambil menekan. Disambut demikian malah membuat Jimin tersenyum senang sedang bibirnya menempel tanpa celah dengan bibir sang puai.

Tidak lama, ciuman pun Alisa urai.

"Lagi," pinta Jimin candu.

Cup

"Sekali lagi," ajaknya. Dan Alisa tidak bisa menolak.

Cup

"Lagi, lagi, lagi dan lagi lagi, banyak-banyak, sangat lama, jangan di lepas!"

"Oppa!" Alisa ternganga tidak percaya. "Aku mau mandi. Meladenimu tidak akan ada habisnya, sampai malam pun kau akan menciumku." tidak menunggu lama, Alisa pun langsung beranjak dari paha Jimin.

Sadangkan sang empu yang kini tengah di bicarakan hanya tersenyum menatap punggung kecil itu mendekati arah kamar mandi.

"Alisa tunggu!" panggil Jimin sambil beranjak dari ranjang dan melangkah pergi.

Langkah Alisa pun spontan berhenti. Ibu hamil itu menoleh lambat menatap sang suami yang tengah membuka baju kaus nya. Sehingga tubuh bagian atas yang tak tertutupi sehelai benang itupun terpampang jelas di depan mata.

"Kau mau mengajakku mandi bersama?" tanya Jimin langsung dengan raut wajah kesenangan.

Sedangkan sang puai malah mengerutkan kening bingung. "Tidak, aku mandi sen--"

"Ini buktinya." bibir tebal itu langsung menunjuk ke arah handuk Jimin yang Alisa pegang kini berada di tangannya. "Kau membawanya. Itu artinya--"

"Tidak. Jangan harap! CEO pemalas seperti Oppa tidak ada jatah mandi bersama."

"Aaaa... Alisa!" rengek Jimin seperti anak kecil. Pria yang sudah kepala tiga dan sebentar lagi akan di panggil papa muda itu memang sering bertingkah layaknya bocah. Tapi Alisa tidak peduli.

"Alisaaaaa...."

"Tidak!"

"Aaaa... Alisaaaa."

"Sekali tidak, ya tidak!"

"ALISAAAA!!"

"JANGAN BERTERIAK!" balas Alisa lebih gila. Sedetik setelah itu Jimin sukses mengulum bibirnya ke dalam.

"Mandi berdua ya, ya ya ya?" Jimin berlari kecil mengejar Alisa yang sudah memasuki kamar mandi. Tangan nya dengan cepat mengunci pintu dan memeluk Alisa dari belakang.

Menghela napas dalam-dalam, Alisa menurunkan tatapannya ke bawah, dimana tangan Jimin mulai bergerak manarik daster yang ia pakai ke atas. "Oppa,"

"Mandi berdua ya?"

"Oppa tidak akan ke kantor kan?"

Mendengar sebuah negosiasi yang baru saja sang istri ucapkan, dengan cepat Jimin membalik tubuh ramping itu berhadapan dengan nya. Wajah tampan itu mengangguk antusias dan tersenyum puas. "Iya iya iya, aku ke kantor hari ini. Kau senang?"

Kebiasaan. Tapi Alisa suka.

"Iya, sangat senang."

"Berarti mandi bersama?" Jimin melingkarkan kedua tangannya ke balik pinggang Alisa. Menarik tubuh berperut sedikit buncit itu menempel di dada telanjang nya. "Berdua kan?" ulangnya memastikan.

Oke, seperti biasa. Alisa tidak akan pernah menang begitu saja melawan dan menaklukan Jimin.

Maka, merasa keinginannya melihat Jimin bekerja hari ini akan terpenuhi, kedua tangan berjemari lentik itu terangkat mengalung di leher Jimin.

"Aku yang menimba, Oppa yang menyabuni. Bagaimana?"

"Di shower saja bagaimana?"

Alisa tidak setuju. "Aku malas berdiri."

"Duduk di pangkuanku kalau begitu" balas Jimin lagi tidak menyerah.

Meski begitu, Alisa juga sama keras kepalanya dengan Jimin. Dia menggeleng lagi tidak setuju. "Tidak, bobotku sudah bertambah sepertinya."

"Tapi aku suami yang kuat asal kau tahu."

"Tetap saja aku tidak mau."

"Kalau begitu--"

"Mandi sendiri-sendiri saja. Selesai!" sela Alisa muak.

Mendengar keputusan akhir dari Alisa barusan, Jimin spontan langsung memeluk sang istri erat-erat. "Tidak tidak tidak tidak mau!" kepalanya menggeleng-geleng tidak setuju. "Kalau kita tidak mandi bersama, saat kau mandi aku akan mematikan air nya. Atau saat kau keluar, aku akan mengambil handukmu. Atau kunci lemari pakaian aku simpan di tempat yang tidak bisa kau temukan, biar istriku yang cantik ini telanjang sampai malam lalu kedinginan dan dia akan memeluk ku erat-arat. Ahhh~~nikmaddhhhh." ucapnya sambil mendesah. Dasar suami mesum!

Park mesum setiap malam Jimin!

Kemudian Jimin menatap Alisa lagi. "Jadi, kau pilih yang mana, Alisa?"

Baiklah, kalau sudah begini tidak ada pilihan lain selain mandi bersama sambil bermain bebek-bebekan, membentuk rumah balon di dalam buthup seperti yang biasa mereka lakukan sebelum benar-benar mandi.

Memang aneh semenjak beberapa bulan belakangan, tapi Alisa tetap cinta. Tapi kadang-kadang serasa ingin menempeleng tetap ada terlintas dalam benak Alisa. Lihat saja nanti kalau Alisa sudah melahirkan.

🗝
🗝️
🗝️

Biasanya akhir pekan adalah hari favorit kebanyakan orang untuk melakukan sesuatu melepas penat, menyugarkan otak dan menenangkan diri. Tapi entah kenapa berbeda sekali dengan Jimin dan Alisa.

Agaknya sebulan belakangan, semenjak Alisa mendapatkan kelas ibu hamil, Jimin memilih menghabiskan waktu akhir pekannya dengan menemai Alisa senam, berenang, pijat sampai terapi perut agar janin di dalam perut Alisa mendapatkan ketenangan--katanya, sebenarnya tanpa melakukan terapi pun bayi di dalam sana tetap tenang. Tapi amatir seorang ibu hamil apalagi di kehamilan pertamanya membuat Alisa banyak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan ibu hamil dan bayi.

Dan seperti inilah Jimin kini,

Mengenakan baju kaus hitam, celana training, kaca mata sebagai pemanis yang tidak pernah lupa dan topi hitam mahalnya. Pakaian yang sederhana tapi jika di totalkan bisa membeli satu bibir manusia-manusia tidak berguna yang selalu pandai membicarakan Jimin.

Pria yang sebentar lagi akan berumur tigapuluh dua tahun itu tengah duduk termangu menunggu sang istri yang sedang di pijat sebelum lanjut melakukan olahrga renang untuk ibu hamil.

Sudah empatpuluh menit lebih agaknya Jimin menunggu di luar ruangan. Menatap hamparan luas yang memanjakan mata.

Jimin memberanikan diri lagi menatap ke dalam ruangan. Menatap sang istri yang kini tengah di bantu memakai pakaian oleh wanita tua yang bertugas memijit Alisa.

"Sudah," beritahu gadis itu dengan wajah lebih bugar dari sebelumnya. Tangan cantiknya langsung memegang lengan Jimin bergelayut manja.

Jimin pun tersenyum. Balik memasang kaca mata yang tidak hitam itu lalu melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut.

Di dalam mobil, ibu hamil yang kini tampak lebih bugar setelah di pijit itu tidak henti-henti nya mengoceh. Yang ia ceritakan seputar bagaimana wanita tua yang memijitnya dengan lembut, menyuruh Alisa membuka baju agar leluasa, memijit kaki Alisa yang sering terasa pegal dengan lembut dan minyak beraroma vanila yang di gunakan untuk memijit tampak berkesan bagi Alisa.

"Nenek itu juga bertanya tadi," ucap Alisa antusias menceritakan.

Jimin dengan lambat menoleh sambil tersenyum. "Bertanya apa?"

"Dia bertanya berapa umurku. Lalu aku jawab sembilan belas tahun. Nenek itu nampak terkejut." semburat tawa nya pun terdengar. Hal yang membuat Jimin juga tidak bisa mengabaikan kebahagiaan sang istri.

"Nenek itu bilang, bagaimana bisa aku hamil ketika tanda kelulusan dari sekolah saja belum keluar." Alisa lagi-lagi tertawa. Bagi gadis itu, hal tersebut sangatlah lucu.

"Lalu bagaimana kau menjawabnya?" Jimin ikut berpartisipasi menaruh peduli terhadap kebahagiaan sang istri. Meski bukan sesuatu yang lucu untuk di tertawakan, setidaknya Jimin berusaha menjadi pendengar yang baik dan peduli terhadap apapun tentang istrinya.

"Oppa tahu," Alisa sampai mengubah posisi duduknya kesamping agar leluasa menatap Jimin. "Saat aku mengatakan kalau aku menikah karna di jodohkan oleh kakek nenek kita sejak lima puluh tahun yang lalu, nenek itu tidak percaya. Wajahnya berubah ketus, dia pikir aku melebih-lebihkan cerita."

"Kalau aku yang mengatakannya pasti nenek itu percaya." Jimin menoleh sambil tersenyum. "Iya kan?"

"Kenapa begitu? apa bedanya kalau aku yang memberitahu dengan Oppa yang mengatakannya?"

"Tentu saja beda, sayang."

"Kenapa?" Alisa terpancing. Apa maksud Jimin, nenek tadi meremehkan Alisa begitu? dia kan menceritakan apa yang sesungguhnya.

"Kau itu anak kecil." ucap Jimin sambil mengusap-usap puncak kepala sang istri. "Anak kecil yang sebentar lagi melahirkan anak kecil."

"Oppa!"

"Apa aku salah?" jawab Jimin cepat.

Mengerucutkan bibirnya tidak suka di ejek anak kecil terus, Alisa beralih menyandarkan punggungnya lemas ke sandaran kursi. "Tidak salah sih. Tapi--ahh sudahlah, lupakan." putus Alisa pada akhirnya.

🗝️
🗝️
🗝️

Semiggu pun berlalu, hari-hari yang Alisa dan Jimin lalui semakin membaik. Kehidupan mereka kembali normal seperti orang-orang suami istri pada umumnya.

Meski sudah melewati berbagai halangan selama menikah, nyatanya semua itu adalah pengalaman berharga yang tidak akan bisa mereka lupakan. Keduanya berusaha menerima setiap kesakitan yang sudah mereka terima. Wajah, ikhlas dalam melewati masalah yang Tuhan berikan adalah cara manusia untuk dewasa. Begitu ungkap Jimin kepada sang istri.

Contoh saja malam ini. Seluruh keluarga mengadakan pesta perayaan seratus tahun persahabatan kakek dan nenek mereka dahulu.

Pesta ini hanya berlangsung bersama para anggota keluarga saja. Tidak ada tamu lain yang di undang. Cukup dengan tujuh keluarga saja sebuah geduh mewah yang mereka gunakan tampak ramai jadi nya.

Ada keluarga besar dari Kim Sokjin, Min Yunggi dan Jung Hobi. Lalu ada juga keluarga besar Kim Namjun dan Jeon Junggook. Di tambah dengan keluarga besar Alisa dan keluarga besar suaminya. Masing-masing dari keluarga berjumlah lebih kurang sepuluh orang, termasuk cucu dan menantu mereka.

Dengan begitu, tentu saja Shin Hyejin ikut berada disana malam ini. Sebab, hanya dia satu-satunya menantu yang bukan berasal dari keluarga sahabat pun telah menjadi istri dari kakak tercinta, Kim Taehyung.

Beberapa susunan acara sudah mereka lewati. Alisa dengan perutnya yang sudah terlihat buncit berdiri menggandeng tangan Hyejin di dekat meja ditengah ruangan besar tersebut.

Kedua gadis cantik itu tengah menyaksikan lomba paku botol antara Jimin dan kakak iparnya, Taehyung. Selaku para istri, tentu saja Hyejin dan Alisa mendukung suami masing-masing.

"Ayoo, Oppa! semangat!!" teriak ibu hamil itu sambil sebelah tangannya ia angkat. "Kalahkan Oppa! ayo Oppa semangat!"

Hyejin yang sejak tadi kebingungan pun lagi-lagi hanya tersenyum. Selucu itu Alisa di mata Hyejin. Namun, sesekali gadis itu sebenarnya tidak habis fikir lagi, ternyata takdir lebih lucu dari pada Alisa. Bisa-bisanya mereka sedekat ini kini. Bisa-bisanya gadis yang menjadi istri pria yang ia cintai dulu menjadi adik iparnya. Rasanya Hyejin ingin mentertawakan takdir. Sengaja sekali menyatukan mereka setelah kerumitan yang mereka alami.

Melihat kakak iparnya seperti mentertawakan, Alisa langsung menoleh cepat.

"Eonnie, kenapa? apa ibu hamil sepertiku lucu? mirip panda ya?"

Hyejin lagi-lagi tertawa sambil memukul pelan bahu Alisa. "Lebih lucu dari panda, Al." jawabnya menggoda.

Mendengar itu Alisa pun ikut tertawa. "Seperti kerbau ya? kerbau lucu sih."

Hyejin tidak tahan, Alisa polos-polos minta di tampar ternyata. Perutnya sampai keram karna mentertawakan kelucuan Alisa yang kalau bicara suka asal-asalan tapi terdengar lucu oleh.

"Hahaha, sudahlah. Kau hanya membuat perut ku sakit saja." cegah Hyejin sebelum Alisa kembali berucap dengan kata-kata tidak masuk akalnya.

"Eonnie," gadis itu menggoyang-goyangkan lengan Hyejin pelan. "Tebak, siapa yang akan menang. Suamiku atau suamimu?"

Hyejin sempat berpikir sebentar sebelum gadis itu menjawab yakin. "Bukankah sudah jelas kalau suamiku yang akan menjadi pemenangnya?" tatapan Hyejin mengajak Alisa untuk memperhatikan lagi dua pria tampan di depan sana sedang bertaruh harga diri.

Tidak mungkin kan salah satu di antara mereka kalah dalam lomba memasukkan paku kedalam lubang sebuah botol?

Keduanya jelas memiliki gengsi yang tinggi. Melukai harga diri mereka hanya karna tidak bisa memasukkan paku ke dalam lubang botol adalah kesalahan yang tidak dapat mereka bayangkan. Hyejin dan Alisa jelas tahu soal itu. Suami mereka sedang berusaha mempertaruhkan harga diri masing-masing demi kenyamanan negara dan dunia.

"Lihatlah, Oppa sangat berjuang keras." puji sang istru sekaligus adik. Lantas ibu hamil itu kembali bersorak menyemangati. "Oppa! semangat!! cepat kalahkan dia, Oppa!"

Hyejin tidak lagi kuasa. Dia menahan lengan Alisa yang terangkat tinggi tengah menyemangati.

"Hentikan!" cegah Hyejin cepat. Ekspresi wajahnya tidak bisa ia sembunyikan. Gadis itu tertawa begitu manis.

"Hentikan menyoraki 'Oppa' kepada mereka. Sebenarnya siapa yang sedang kau semangati, Alisa?"

Mendengar itu Alisa lantas tertawa. Ternyata Hyejin menyadari ucapan liciknya sedari tadi.

Mengangkat kedua bahu remeh, Alisa pun menjawab, "Karna keduanya di panggil 'Oppa', ya sudah aku menyemangati keduanya saja."

Hyejin dengan cepat menepuk lengan Alisa. "Kau curang! kau membuatku bingung dan bodoh saat ini."

"Loh, kenapa? tentu kalian punya panggilan khusus kan, ucapkanlah. Pasti Oppa akan mendengarkannya."

Dengan cepat Hyejin mencomot bibir Alisa. "Berhenti mengatakan Oppa Oppa Oppa, aku tidak tahu Oppa yang kau maksud siapa? jangan sampai aku menyemangatii suamimu karna salah paham. Bisa-bisa sepulang ini nyawaku melayang."

Alisa langsung meledak dalam tawa. Meski perlakuan sang kakak yang kejam kala itu kepada Hyejin masih membekas di ingatannya, tapi ucapan Hyejin barusan benar-benar terdengar lucu. Gadis itu terlihat ketakutan dan menghargai sang kakak dalam satu kondisi. Wajah panik dan kesalnya lagi-lagi membuat Alisa tidak tahan untuk tidak tertawa. Dan dalam hitungan detik, wajahnya mendadak merah dan air mata Alisa jatuh begitu saja.

Dia menangis dalam tawa.

Sontak raut wajau Hyejin langsung berubah panik. "Al—-,"

Alisa langsung memeluknya.

Gadis itu memeluknya erat, sangat erat dan sesekali terdengar isakan.

Untuk beberapa lama, Hyejin membiarkan gadis itu lemah dalam pikirannya sendiri, sebelum tangannya mengusap-usap di punggung Alisa menenangkan.

Terasa sangat lama akan berakhir dengan isakan Alisa, entah kenapa seperti nya gadis itu memberikan perasaan yang sama kepada Hyejin. Hingga Hyejin pun merasakan sendu yang amat kelewat. Hyejin tidak mengerti perasaan apa ini. Tapi tiba-tiba hatinya sedih, hatinya sendu, hatinya kosong seperti hilang dimakan kenangan. Hyejin ingin berteriak, dan marah-marah. Tapi untuk apa?

Kemudian tanpa alasan, Hyejin menangis.

"Alisa, berhentilah." suaranya bergetar, hatinya pun pilu. "A-aku tidak bisa melihat orang menangis. Kau akan membuatku menangis juga, aku mohon berhentilah."

Tapi Alisa tidak mengindahkan. Ibu hamil itu semakin memeluk Hyejin erat.

"Maafkan aku," lirihnya. "Maafkan aku, Eonnie. Maaf kan aku."

"Heyy.." sekuat tenaga berusaha tegar, Hyejin mengurai pelukan. Kedua tangannya menangkup wajah Alisa yang sudah basah. "Kau tidak melakukan kesalahan apapun Alisa. Kenapa kau menyesali sesuatu yang tidak pernah kau perbuat?"

"Gara-gara aku, hidupmu berantakan. Gara-gara aku, Yeonjun--"

"Sstt..." Hyejin mengusap pipi Alisa yang beriliran air mata. Dia cantik, tapi ketika menangis, Hyejin jadi melihat sisi tidak sempurna dari seorang Alisa. "Ini adalah takdir. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun. Kau tidak salah, Jimin tidak salah, keluargamu tidak salah, Taehyung juga tidak salah. Tidak ada yang bisa di salahkan, Alisa."

"Tapi aku tetap bersalah, Eonnie. Gara-gara aku, kau tidak bahagia, gara—,"

"Aku bahagia!" sela Hyejin cepat. Wajahnya mendadak serius dan suaranya menekan telinga Alisa. "Aku bahagia dengan kehidupanku. Aku bahagia Alisa, aku bahagia."

"Eonnie—-"

Hyejin kembali memeluk gadis itu erat. "Berhentilah, aku mohon. Atau, aku pun akan merasakan hal seperti yang kau rasakan."

Benar saja, Alisa langsung berhenti menangis. Balik membalas pelukan Hyejin sambil mengusap-usap punggung gadis yang menjadi kakak iparnya itu lembut. Baik Alisa atau Hyejin hanyut dalam perasaan mereka masing-masing.

Alisa yang tenggelam dalam rasa bersalah karna turut menghancurkan hidup Hyejin. Dan Hyejin pun sama persis, turut bersalah sebab tidak tegas dengan keputusannya sedari awal ingin meninggalkan Jimin sampai terjebak bersama Jackson.

Kedua gadis itu saling memeluk erat dan menenangkan di balik punggung mereka sambil lelehan air mata itu terus mengalir tanpa bersuara. Sesak sekali rasanya. Ternyata begini rasanya hidup mengikuti jalan takdir yang sudah di siapkan Tuhan.

Ada yang beruntung selamanya, ada yang susah dulu baru senang, ada yang menyesal selamanya, dan ada yang beruntung dulu baru susah kemudian. Hyejin tidak mengerti dan tidak mau menebak di jalur takdir mana ia berpijak kini.

Sampai akhirnya mereka merasakan sebuah dekapan hangat di balik punggung masing-masing. Dua pasang lengan kekar bersama aroma tubuh khas pria yang harum dan sejuk mengintrupsi penciuman dua gadis yang masih berpelukan tersebut. Alisa sadar di belakangnya, Jimin tengah memeluk. Sebab dia bisa melihat Taehyung kini berada di belakang punggung Hyejin memeluk gadis tersebut.

Begitupun dengan Hyejin. Gadis itu tahu Taehyung tengah memeluknya, sebab di depan sana ia melihat Jimin di belakang Alisa, memeluk ibu hamil itu sambil menciumi leher Alisa berulang kali. Melihat Jimin menyayangi istrinya, seketika Hyejin melengkungkan senyum bahagia.

Benar, tidak semua kisah harus berakhir bahagia. Tidak semua keinginan berjalan sempurna. Bahkan, jalanan berbatuan yang susah di lalui pun akan berselimut aspal hitam nan mulus bersama penantian waktu untuk merubahnya.

Ibaratkan buah mangga berkulit mulus, banyak orang mengatakan kalau isinya bagus dan manis. Tapi tidakkah mereka sadar, mangga yang kulitnya dipenuhi bercak hitam dari getah tangkainya lebih bagus ketimbang buah mangga berkulit mulus.

Mungkin kehidupan Hyejin selanjutnya akan seperti mangga tersebut. Bisa saja manis di awal tapi hancur kembali belakangan. Atau, sulit dulu yang ia alami saat ini menuju kebahagiaan yang akan ia tempati.

Sontak Alisa dan Hyejin mengurai pelukan. Keduanya tersenyum sambil mengusap sisa air mata yang membasahi pipi sebelum keduanya serentak membalik badan dan memeluk pria yang berdiri dibalik punggung mereka.

Hangat dan tenang pun mereka rasakan.

Alisa percaya, berawal dari kegigihannya membuat Jimin jatuh cinta, lalu banyak kesulitan yang ia alami semenjak pernikahan, semoga saja ini adalah akhir dari semuanya. Alisa bisa mewujudkan impiannya untuk hidup bahagia bersama keluarga kecil yang ia cintai pun sehidup semati bersama Jimin--pria yang sangat berarti dalam hidupnya.

Ya, kali ini Alisa percaya dengan ucapan Hyejin. Takdir manusia tentu saja berbeda-beda. Dan mungkin inilah Destiny In My Life yang Tuhan gariskan. Semoga Alisa bersama Jimin dan Taehyung bersama Hyejin mendapatkan kebahagiaan selamanya.

Semoga saja!!

**

(Westlife - Nothing's Gonna Change My Love For You)



TAMAT.

*
*
*
*



🥺🥺🥺🥺🥺🥺
Destiny In My Life END!

Sebelumnya aku mau ucapin terimakasih untuk kalian semuanya🥺😭 berkat semangat yang kalian kasih ke aku dalam bentuk vote dan komen, akhirnya cerita ini selesai juga aku tulis🙏🏻🙏🏻🥺🥺

Maaf sebelumnya kalau tulisan aku kurang ngena/ngefeel ke kalian🙏🏻

Maaf sebelumnya tulisan aku bikin kalian bingung karna terdapat banyak kata yang di ulang🙏🏻🙏🏻

Maaf sebelumnya tulisan aku banyak typo dan update suka lama🙏🏻

MAAF DAN TERIMAKASIH TETAP BERSAMA-SAMA SAMPAI AKHIR CERITA 🥺🥺😭🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Aku hanya penulis baru yang punya impian besar suatu hari nanti bisa aku wujudkan.  Sedikit dan banyak kesalahan tolong di maafkannya. Kalau ending ga sesuai dengan harapan kalian, aku minta maaf yaa 🙏🏻🙏🏻

Sekian_Terima_Jimin_Junior😭😭😅

Lopyu😍

Tungguin yaa Destiny Series Kim Taehyung & Shin Hyejin.

Park Ji Min

🗝️

Alisa Kim.

🗝️

Kim Taehyung.

🗝️

Shin Hyejin.

Undur diri🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

139K 6.9K 8
[ Completed ] Menurut Jimin, pertemuannya dengan Yoora sangatlah aneh, karena dia bertemu dengan gadis itu ketika Yoora pingsan di halte bus. Pertemu...
183K 5.3K 31
[COMPLETED]🍼🍑👶 Yugyeom kecil harus terjebak di tubuh orang dewasa. Fluff baby Yugyeom story 🍼18++++ #1 in Yugyeom #1 in Youngjae #3 in Jaebum #1...
43.6K 5.8K 31
[ Completed ] Junghye itu adalah gadis pendiam dan juga dingin di kelas. Jimin merupakan seorang guru di sekolah yang berada di Junghye. Pria terseb...
152K 20.7K 26
Mc dari Uchiha (Name) di cerita Little bijuu