Dikhitbah Anak Kyai ||Telah T...

By devani302

2.5M 183K 4.9K

Yang mau pesan novel di khitbah anak kyai, bisa hubungin langsung ke ig. Deva.ni4, nanti saya akan kirim link... More

-penjara suci-
-keseharian Anisa-
-pertemuan yang tidak di sengaja-
-sabar-
-pertemuan singkat untuk kerinduan yang menyakitkan-
-perlombaan dan surat-
-gelar-
-pulang-
-ketahuan dan kembali ke pesantren-
-Debaran-
-sekolahan baru-
-moment yang indah-
-tetap tersenyum-
-khawatir-
-melatih diri-
-perjuangan gus Aziz-
-mengajar-
-kembali berpisah-
-khitbah dan kesabaran Anisa-
-berusaha menghindar sejenak-
-nasihat abah dan umi-
-kembali-
-akhirnya-
-kumpul keluarga-
-Akhirnya-
-Honeymoon gak?-
-kewajiban dan hak-
-Edisi honeymoon-
-incident-
-Kehadiran yang tak diketahui-
-Acara pondok-
-Hadiah untuk bumil-
-Ikut suami pengajian-
-Acara tujuh bulanan-
bab 36
bab 37
hay hay
bab 38
bab 39
bab 40
bab 41
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
🌿🌿🌿
INFO!!!
🌿🌿🌿
bab 51
bab 52(end)

-sedikit kesalah fahaman-

56.2K 5.2K 105
By devani302

Jangan lupa vote dan komen

Happy reading...

🌿🌿🌿

Dia hari ketiga setelah kejadian itu, kaki Anisa sudah sembuh. Para santri yang melanggar aturan, sudah di beri hukuman sesuai aturan yang mereka langgar. Tapi, walaupun Nita tidak melanggar aturan, dia ikut di hukum oleh abah Raihan dan umi Talia. Karena Nita sudah melakukan kekerasan pada Anisa.

Nita di hukum turun jabatan. Yang awalnya dia menjadi wakil ketua pondok putri, sekarang turun menjadi seksi kebersihan. Sedangkan Anisa di angkat menjadi wakil ketua. Semua pengurus kembali di ubah oleh abah Raihan dan umi Talia. Dan Aziz ikut andil dalam permilihan pengurus baru.

Abah Raihan dan umi Talia menurunkan jabatan Nita, bukan hanya karena dia telah melakukan kekerasan pada Anisa, tapi dia juga kurang bertanggung jawab. Dia jarang ngajar santri-santri, jarang bantu di ndalem, pokoknya Nita itu jarang sekali memperhatikan dan mengurus para adik-adiknya. Nita ikut bergerak kalau ada razia aja. Dia akan berada paling depan kalau memarahi para santri.

Dulu sebelum abah Raihan dan umi Talia mengangkat Nita menjadi wakil, dia itu sangat rajin dan terlihat tegas orangnya, sehingga abah dan umi mempercayainya menjadi wakil ketua. Awal dia jadi wakil, menjalani semua tugasnya, seperti mengecek para santri, membantu umi nerima hafalan, ikut bantu bantu di ndalem, kalau di ndalem lagi ada acara pun, dia yang mempersiapkan semua hidangannya. Kalau sekarang, jangankan mengecek dan memperhatikan para santri, bantu umi Talia masak pun yang termasuk sudah tugasnya, sekarang dia sama sekali tidak pernah ikut membantu lagi.

Sepulang sekolah, Anisa langsung mandi, kemudian ia pergi ke ndalem untuk membantu umi Talia dan Erna memasak untuk para santri dan untuk keluarga umi Talia.

"Assalamualaikum" ucap Anisa ketika ia masuk ke dapur ndalem lewat pintu belakang. Karena ia bisa melihat ada beberapa sendal asing di depan rumah, Anisa pastikan kalau abah Raihan dan umi Talia sedang kedatangan tamu.

"Waalaikumussalam" jawab Erna menoleh pada Anisa.

"ada tamu ya teh?" tanya Anisa berjalan mendekati Erna yang sedang membuat jus.

Erna mengangguk saja, ia pokus memeras jeruk. "Eh, teteh lupa. Tolong belahin melon nis, itu melonnya udah di atas meja makan. Terus ambil anggur dari kulkas, hidangin di piring."

"Siap teh" jawab Anisa. Gadis itu mengambil pisau di rak, lalu berjalan ke meja makan, mengambil melon yang sudah setengah lingkaran, dan mulai memotongnya.

"Udah lama teh tamunya?" tanya Anisa tampa memberhentikan aktivitasnya.

"Belum, baru lima menitan kayaknya." jawab Erna.

Selesai Erna membuat jus jeruk, Anisa selesai memotong motong melon, mereka pergi ke ruang tamu. Di sana ada abah, umi, gus Aziz, 2 orang yang sudah tidak muda lagi, dan satu perempuan cantik bergamis panjang, dan memakai kacamata.

Erna membawa nampan berisi tiga gelas jus jeruk, dan Anisa membawa nampan berisi satu piring melon yang sudah ia potong, dan juga satu piring berisi anggur hijau dan merah.

"Gus Aziz belum punya calon istri kan?, gimana kalau di jodohkan dengan anak saya han,li?"

Anisa yang sedang menghidangkan buah buahan di meja, tentu sangat mendengar jelas ucapan pria paruh baya yang tak ia kenali itu.

Tubuh Anisa langsung terdiam saat pria paruh baya yang tak ia kenal itu berkata demikian.

"Emang Ning Farahnya belum punya calon Ar?" tanya abah Raihan pada pria yang duduk di sebrangnya. Dia adalah seorang kyai, dan pria yang di panggil Ar atau Ardi itu adalah teman abah Raihan.

"Ning? Ya Allah, aku pasti akan kalah kalau saingannya ning cantik seperti ini. Pasti abah, umi, dan gus aziz akan menyetujuinya." batin Anisa menahan tangis.

"Kebetulan belum han. Jadi gimana kira-kira nih, apakah setuju?" tanya kyai Ardi.

Erna menepuk tangan Anisa pelan, membuat Anisa tersadar. Kedua gadis itu kembali ke dapur.

"Sore ini mau masak apa teh?" tanya Anisa mencoba untuk biasa-biasa aja. Walaupun hatinya sangat sakit, otak overthinking, setelah mendengar pembicaraan di ruang tamu tadi.

Erna terdiam sebentar. Ia tau Anisa langsung bertanya demikian agar tidak terus kepikiran dengan perbincangan mereka tadi, dan Erna tidak akan membahas tentang perbincangan mereka, selagi Anisa tidak membahasanya.
"Sup ayam, telur dadar, goreng tempe, sama sambel." jawab Erna.

"Bikin sup nya biar aku aja deh, kalau goreng-goreng aku takut gosong" ucap Anisa di akhiri dengan kekehan.

Erna ikut terkekeh. "Yaudah."

Mereka mengambil bahan-bahan masakan dari kulkas, mereka duduk di lantai dan mulai beraksi. Anisa memotong sayur-sayuran serta bakso yang di bagi dua. Erna mengiris-ngiris daun bawang dan cabai merah, lalu di campur dengan kocokan telur.

Sambil memotong wortel, Anisa membatin,
"Ya Allah, aku tidak akan menyalahkan siapapun kalau memang itu terjadi. Mungkin memang aku yang terlalu berharap pada dia di sini, sampai lupa untuk mengaca. Gus dan Ning. Sangat serasi. Sama-sama keturunan kyai dan mempunyai segudang ilmu, itu sudah pasti. Kalau memang dia tidak di takdirkan untukku, takdirkanlah aku dengan sosok lelaki yang terbaik menurut_Mu. Aku tidak tau mana yang terbaik untukku ya Allah, bisa jadi yang terbaik menurutku, di matamu malah sebaliknya."

"ALLAHU AKBAR, ANISA!" tak sadar Erna memekik kaget saat melihat talenan yang di pegang Anisa, berlumuran darah. Darah mengalir dari jari telunjuk dan ibu jarinya.

Anisa terperanjat saat mendengar pekikan Erna, "Hah??! Iya kenapa teh?"

Erna segera bangkit, mengambil tisu di meja makan, kemudian duduk di samping kiri Anisa. Erna mengambil tangan kiri Anisa, "Ini berdarah banyak banget, kamu gak kerasa?" tanya Erna dengan nada khawatirnya sambil mengusap darah yang keluar dari kedua jari Anisa.

Anisa sontak menunduk menatap tangannya, "Eh, kok berdarah? Perasaan tadi enggak deh, teh."

"sebentar, teteh mau ambil p3k dulu di ruang tv ya? Ini di balut dulu sama tisu,, biar darahnya gak keluaran terus"

Anisa mencekal tangan Erna saat gadis itu akan beranjak, "Gak usah teh, nanti aja kalau selesai masak---"

"Ada ap--- YA ALLAH DEK!"

Erna dan Anisa langsung menoleh kompak ke arah pintu masuk area dapur, "G-gus?"

Aziz berjalan cepat menghampiri keduanya, ia berjongkok di samping kanan Anisa. Aziz menyikapkan sarung yang ia pakai, dan melapis tangannya dengan sarung bagian bawahnya. Lalu, ia mengambil alih tangan kiri Anisa dari Erna dengan tangan mereka terhalang oleh kain sarung Aziz, sehingga kulit mereka tidak bersentuhan langsung.

"Kok bisa gini sih, dek? Banyak banget darahnya" Aziz berucap dengan nada khawatirnya.

Anisa menunduk, pikirannya langsung teringaat dengan perbincangan mereka tadi. "G-gus kok ke s-sini, k-kalian kan lagi b-bahasa hal p-penting"

Aziz menatap wajah Anisa sekilas, lalu kembali menatap kedua jari Anisa yang ia genggam. ternyata pujaan hatinya menganggap hal itu serius. Dan sepertinya Anisa salah faham di sini.
"Hal penting apa sih dek?, gak ada pembicaraan penting ataupun serius"

"Masa depan gus loh, masa bukan hal yang penting" timpal Anisa menahan rasa sakit di dadanya.

Aziz menghela nafas, "Er, tolong ambilin p3k" titah Aziz.

"Iya gus" jawab Erna. Erna langsung beranjak untuk mengambil p3k yang selalu di simpan di ruang TV.

Anisa menarik tangan kirinya,
"Gus, udah. Jenengan balik kr ruang tamu aja, ada calon masa---"

Aziz kembali menarik tangan kiri Anisa, darah terus keluar dari jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Siapa juga yang mau terima perjodohan itu sih dek?, orang saya gak setuju, saya kan mau perjuangin kamu." ujarnya.

"Gus, dari pada perjuangin aku yang pakir ilmu, mending perjuangan ning itu yang sebanding dengan gus. sama-sama keturunan kyai, sama-sama mempunyai banyak ilmu, dan keturunan kalian pasti akan terjamin---

"Saya tidak pernah memandang seorang perempuan dari apapun. Ya kalau saya suka, saya cinta, saya sayang, ya saya akan perjuangkan. Mau asal-usul dia tak jelas pun, kalau saya suka, saya cinta, saya sayang, saya akan perjuangkan. Dan sebaliknya. Sekali pun dia keturunan kyai, keturunan habib, kalau tidak ada getaran berbeda di hati saya, saya akan biasa saja. Saya tidak mempermasalahkan ilmu, seorang kah lelaki itu harus membimbing kan? Bukan di bimbing?. saya bisa membagikan ilmu yang saya dapat pada kamu, saya akan mengajari apapun yang saya tau dari orang tua saya, dari guru saya, pada kamu. Saya cintanya sama kamu, dek. Jadi, untuk apa saya memperjuangkan orang lain sedangkan saya mencintai perempuan yang kini berada di hadapan saya?, kalau saya memperjuangkan orang lain, sama aja saya menyiksa diri saya sendiri." sela Aziz membuat Anisa terdiam.

"G-gus, sarung kamu kotor, kena darah aku" ucap Anisa mengalihkan pembicaraan.

"Gak papa, sarung bisa di cuci lagi. Yang penting darah kamu berhenti keluar." jawab Aziz santai. Ia terus menatap kedua jari Anisa. Di sana sangat terlihat jelas, goresan itu sangat dalam. Membuat darah tak berhenti keluar.

"Kan ada tisu"

Aziz beralih menatap Anisa, "Kamu mau saya sentuh kamu sebelum waktunya?"

Anisa melotot, langsung menggeleng tegas, "Gak mau gus, dosa weh!"

Aziz terkekeh, "Yaudah jangan protes. Tisu kalau kena yang basah, akan sobek. Nanti kalau saya sentuh kulit kamu gimana?"

"Gak boleh lah, haram. Lagian tadi lagi di ituin sama teh Erna, gus malah nyerobot ambil tangan aku aja" dengus Anisa.

"Emang salah, tolongin calon istri?, Enggak kan?, Yang penting kita ada jarak, walau sejengkal. Dan tangan saya gak kena kulit kamu secara langsung. Saya kan mau jadi pertolongan pertama buat calon istri saya"

🌿🌿🌿

Malam ini, Anisa tidak tidur sendiri. Karena ada Erna yang menemaninya. Malam ini, Erna memutuskan untuk tidur di kamar Anisa. Semenjak acara razia malam itu, Nita tidak pernah masuk ke kamar. Dia selalu menyuruh Alda, atau adik-adiknya yang lain untuk sekedar mengambil baju ganti, atau uang untuk jajan. Tiga hari ini, Erna selalu tidur sendirian di kamarnya, yaitu di bawah.

Semua santri tidur di lantai atas, hanya dirinya yang tidur di bawah, kan serem. Serasa hidup di pesantren sendirian. Soalnya kalau malem itu, sepinya bukan main. Sehingga suara jarum jam bergerak pun, Erna bisa dengar sangat jelas.

"Assalamualaikum" ucap erna membuka pintu kamar Anisa menggunakan kakinya. Karena tangan kirinya membawa kasur busanya yang bisa di lipat tiga, tangan kanannya membawa botol minum warna hitam kesayangannya dan bantal guling. Bantal yang ia taruh di bahu kiri, di apit oleh kepala dan kasur agar tidak jatuh.

"Waalaikumussalam" jawab Anisa dari dalam kamar. Gadis itu sudah berbaring di kasur busa yang kebetulan sama persis dengan Erna, dengan tasbih di tangan kanannya.

Erna tersenyum pada Anisa sebentar, lalu mengampar kasurnya di samping Anisa. Kasur mereka menempel dengan rapi.
"Nyut-nyutan gak tangannya?" tanya Erna sembari mendudukan tubuhnya di atas kasur yang sudah ia gelar.

Anisa terkekeh, lalu mengangguk.
"Banget, kerasa sekarang mah yah sakit sama perihnya. Tadi waktu ke iris, aku gak ngerasa apapun."

"Itu kan karena kamu lagi ngelamun overthinking tentang permbicaraan mereka" ujar Erna dengan nada menyindir.

"Teteh kan udah lama ya mondok di sini, dan teteh juga lebih tau tentang gus Aziz, teteh gak ada rasa suka atau kagum gitu sama gus Aziz?" tanya Anisa. Karena kalau ia pikir, ia saja yang baru tau, baru melihat aziz waktu itu, langsung terkagum-kagum.


Sontak Erna langsung tertawa keras saat Anisa melontarkan pertanyaan itu. "Tenang aja nis, teteh gak pernah suka sama gus Aziz kok. Kalau kagum sih ada, siapa yang gak kagum coba liat gus Aziz yang dari kecil sudah mau mondok? Dari umur 7 tahun udah mau mondok loh itu. Tapi hanya sebatas kagum aja, gak lebih. Lagian, teteh gak baperan orangnya, liat cogan doang apa atuh, di goda,di rayu, di gombalin aja teteh diem aja, gak baper sama sekali. Apalagi cuma liat cogan doang."

"Berarti aku baperan dong?, soalnya waktu pertama kali aku liat gus Aziz, aku langsung suka."

"Kamu sendiri loh yang bilang, bukan teteh" ucap Erna tertawa kecil.

🌿🌿🌿

Awas, jangan lupa vote dan komen😤

Hayoo, siapa yang belum follow akun ini?, yang belum, follow yuk! Gratis😍

Bantu follow akun ig aku juga
:deva.ni4

Itu akun baru ya guys, akun yang lama ilang entah kemana aku gak tau, padahal pengikutnya lumayan☹️

Tapi gak papa, yuk bantu follow

Sampai sini dulu

Assalamualaikum😍👋

Continue Reading

You'll Also Like

129K 14.2K 18
Bukan BL Arkanna dan Arkansa itu kembar. Tapi mereka sudah terpisah semenjak masih bayi. Dulu, orangtua mereka menyerahkan Arkanna kepada saudara yan...
692K 20.3K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
1M 33.4K 45
-please be wise in reading- βˆ† FOLLOW SEBELUM MEMBACA βˆ† Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
945K 2.9K 19
21+ Ria, seorang ibu tunggal, berjuang mengasuh bayinya dan menghadapi trauma masa lalu. Alex, adik iparnya, jatuh hati padanya, tetapi Sheila, adik...