AVOID

By Lovin_flour

4.2K 181 10

Ini tentang seorang gadis yang harus berjuang melawan rasa sakit, gadis itu bernama Harifa. Gadis cantik yang... More

Chapter 1|Harifa Okalia Dugols|
Chapter 2 |Rasa Sakit|
Chapter 3 |Zion Alterio Savian|
Chapter 4 |Khalisa Lagi|
Chapter 5 |Tidak Berguna|
Chapter 6 |Zion Masdep|
Chapter 7 |Sweet💖|
Chapter 8 |Promise|
Chapter 9 |Terungkap|
Chapter 10 |Ciee..Salting|
Chapter 11|Pingsan|
Chapter 12|Siapa Dia?|
Chapter 13|Sibuk? Benarkah??|
Chapter 14|Teman|
Chapter 15|Maaf|
Chapter 16|Zion Nyebelin|
Chapter 17 | Friend?|
Chapter 19 | Dia Pergi|
Chapter 20 | Penyesalan|
Extra Part |Zion Regret|
Pesan Terakhir untuk Zion
zion
Sesi Curhat

Chapter 18 |Pembalasan Terakhir|

179 7 0
By Lovin_flour

⚠Ada beberapa adegan kekerasan dan kata kasar, jangan ditiru!!

Happy Reading!!

¤¤¤

"Kalo gue ga mau, ga mungkin gue tanya," decak Aurel.

"Hehe iya juga ya. Ya udah sekarang kita teman."

Aurel tersenyum tulus. Dari awal melihat Harifa, ia ingin berteman dengan nya tapi Aurel sedikit melakukan prank. Canda prank.

"Fa, kita harus basmi hama kaya si Khalisa-Khalisa itu. Ga terima teman gue disakitin," Harifa terharu. "Lo bener, benci banget gue lihat hama kek dia," timpal Harifa menggebu-gebu.

Mobil Aurel sampai di depan gerbang rumah nya. "Makasih ya, gue jadi ngerepotin lo nih."

"Santai aja kali. Udah masuk sonoh."

Harifa mengangguk lalu turun, "Gue balik ya, bye."

Harifa mengernyitkan dahi nya bingung, kenapa mobil Zion masih di depan rumah nya. Harifa segera masuk dan disuguhkan dengan pandangan yang membuat amarah nya mendidih.

Di ruang tamu, Zion dan Khalisa sedang berpelukan tanpa menyadari kehadiran nya. Harifa mengepalkan tangan nya.

Dengan kasar Harifa menarik Khalisa, membuat kedua nya terkejut.

"Berani banget lo godain cowo orang, ga punya malu?," Harifa menatap Khalisa tajam.

Khalisa ketakutan yang dibuat-buat, Harifa berdecih sinis.

"Jawab gue, sialan," Harifa kepalang emosi hingga menjambak rambut Khalisa kuat. "Bisu lo, ban*sat."

Harifa tidak bisa mengontrol emosi nya hingga mengeluarkan kata kasar yang membuat Zion terkejut.

"Harifa lepasin Khalisa," titah Zion tegas.

"Diam Yon, ini urusan aku sama cewe gatel yang ga tau diri kaya dia," Harifa tidak menuruti ucapan Zion. Dia semakin memperkuat jambakan nya.

"Berhenti gue bilang, sialan," Zion mendorong kasar Harifa hingga jambakan nya terlepas dan ia mundur sedikit.

Harifa menatap datar kedua nya. Khalisa dengan air mata palsunya dan Zion dengan kebodohan nya.

Tanpa sekata lagi Harifa menaiki tangga lalu membanting pintu kamar nya kuat.

¤¤¤

Pagi ini Harifa memakai hodiee  untuk menutupi luka lebam di sekujur tubuh nya. Dannerd pelaku nya.

Tentu saja Khalisa mengadu dan Harifa berakhir dengan luka-luka.

Harifa tidak meminta Zion menjemput nya karena ia masih kecewa dengan Zion. Dia tidak menyesali perbuatan nya yang menjambak Khalisa justru ia ingin menambah dengan sedikit tamparan. Tapi tidak sekarang.

Harifa berangkat lebih pagi dari biasanya. Sesampai nya di kelas ia membenamkan kepala dilipatan tangan nya.

Penyakit nya seperti nya kambuh. Harifa meringis menahan sakit yang semakin bertambah.

"Fa lo ga papa?," Aurel khawatir saat mendengar ringisan Harifa.

Tadi nya memang ia ingin mengunjungi Harifa tapi dia dikejutkan dengan ringisan kesakitan Harifa.

"Sa-ki..t," ucap nya pelan.

"Fa lo kenapa? Jangan buat gue khawatir," Aurel panik melihat wajah pucat Harifa. "Gue panggilin Zion ya, tadi dia udah dateng."

Harifa menggeleng membuat Aurel mendesah frustasi. Sepersekian detik Harifa tidak sadarkan diri. "Aduh, pake pingsan lagi."

Aurel langsung berlari ke UKS membuat siswa yang lain bingung.

Aurel membuka pintu UKS kasar. "Dokter, tolongin teman saya dia pingsan," ucap nya pada dokter yang duduk di meja ny.

"Oke, kamu tenang dulu. Kita langsung bawa ke RS aja biar saya hubungin ambulance."

Aurel mengangguk setuju lalu segera kembali ke kelas Harifa.

¤¤¤

Aurel saat ini sedang di RS bersama dengan Annie yang datang pas Harifa akan dibawa ke RS jadi dia memutuskan untuk ikut.

Dokter Rafi keluar dengan ekspresi tak terbaca. Ia sudah menduga penyakit Harifa semakin parah.

"Kalian siapa nya Harifa?," tanya dokter Rafi.

"Kita teman nya dok. Gimana keadaan Harifa?," kata Aurel cemas.

Dokter Rafi diam. Mungkin dia harus berkata jujur kepada kedua gadis ini.

"Kalian ikut saya," Annie dan Aurel mengangguk patuh.

Saat keduanya dipersilahkan duduk Annie dan Aurel diam menunggu dokter Rafi mengatakan sesuatu.

"Harifa mengidam penyakit yang tidak main-main dan penyakit ini sudah lama bersarang di tubuh nya," Dokter Rafi diam sebentar.

Annie dan Aurel syok tapi mereka tetap diam menunggu kelanjutan penjelasan dokter Rafi. "Kanker paru-paru stadium empat."

Annie meneteskan air mata nya, sungguh ia tidak percaya bahwa sahabat nya selama ini mengidam penyakit yang parah. Kemana dia selama ini? Kenapa dia tidak tahu?.

Harifa berjuang sendirian melawan sakit tanpa ada tangan yang dengan sukarela mengulurkan untuk membantu Harifa.
Annie kecewa pada dirinya sendiri.

Aurel jelas syok, ia tidak menduga hal ini.

"Harifa melarang saya memberitahu kan soal ini bahkan orang tua nya tidak tahu sama sekali," perkataan itu semakin membuat Annie menangis histeris begitu juga Aurel yang sudah dibanjiri air mata.

"Dulu saya sudah menyarankan agar Harifa kemoterapi tapi dia tidak mau. Untuk chek-up saja dia jarang datang, saya heran dengan gadis itu. Dan kanker itu sudah tidak bisa ditangani lagi, Harifa tidak akan bertahan lama lagi mungkin satu atau dua minggu lagi."

"Tuhan.. kenapa cobaan yang kau berikan begitu besar. Kenapa gue ga tau selama ini? Kenapa gue ga peka disaat Harifa sering pucat dan pingsan, hiks..hiks..." Annie menangis menyesali semua nya.

Aurel mencoba menenangkan Annie dengan rangkulan hangat. Kedua nya sama-sama menangis.

"Dokter apa nggak ada lagi cara agar Harifa bisa sembuh?," tanya Aurel berharap. Tapi harapan nya pupus saat dokter itu menggeleng.

"Kita boleh lihat keadaan Harifa?," tanya Annie.

"Silahkan."

Annie dan Aurel beranjak dari sana lalu memasuki ruang Harifa.

"Fa lo kenapa ga ngomong sama gue? Gue bisa nemenin lo kemo, chek-up, apapun itu," Annie kembali menangis.

"Fa walaupun gue baru kenal sama lo tapi gue yakin lo orang baik. Maaf karena pernah nyakitin lo."

Harifa membuka mata nya. "Hei kalian kenapa nangis? Hm?."

Lihat lah bahkan dengan kondisi yang seperti ini Harifa masih bertanya keadaan orang lain. "Fa lo kenapa ga cerita sama gue kalo lo punya penyakit kanker paru-paru? Dan itu udah stadium 4."

"Gue ga mau lo khawatir," ucap nya tersenyum.

"Tapi dengan kekgini gue ngerasa ga berguna jadi sahabat lo."

"Dengan lo selalu ada buat gue itu udah berarti banget buat gue. Umur gue ga lama lagi jadi gue punya beberapa permintaan buat kalian," kata Harifa memandang kedua nya penuh arti.

"Apa, lo mau apa. Kalo gue mampu bakalan gue lakuin," kata Annie.

"Gue mau disaat gue pergi nanti lo berdua harus jadi sahabat dan jangan nangis. Gue ga suka lihat kalian nangis gara-gara gue."

Annie menahan air mata nya yang siap tumpah kapan saja begitu pun Aurel yang sudah terisak pelan. "Gue sama Annie bakal jadi sahabat, lo jangan khawatir ya kan Annie?."

Annie mengangguk.

Harifa tersenyum melihat mereka yang berpelukan. "Sebelum gua pergi, gue mau ngelakuin sesuatu. Kalian mau bantuin gue?."

Annie dan Aurel berpandangan lalu mengangguk.

Harifa tersenyum miring di sela-sela wajah pucat nya.

¤¤¤

Setelah dirawat 2 hari di rumah sakit, Harifa memutuskan untuk sekolah hari ini. Selama dua hari ini Harifa tidak menghubungi Zion tapi ia menyuruh Annie dan Aurel memantau kegiatan Zion.

Laporan yang ia terima semakin membuat nya benci pada sosok itu. Zion dan Khalisa semakin dekat. Bahkan tanpa sengaja Aurel melihat mereka dinner.

Let's starting to the game. Batin Harifa tersenyum miring.

¤¤¤

Kantin begitu rame saat ini. Harifa dan kedua sahabat nya duduk ditengah meja kantin.

Suara brisik memenuhi kantin. Harifa tau apa yang membuat heboh, disana ada Zion dan Khalisa sedang bergandengan menuju meja kantin. Harifa memilih fokus pada makanan nya begitu juga Annie dan Aurel.

"Zion udah gila kali ya. Pacaran sama Harifa tapi deket sama Khalisa," ucap Alvin yang melihat Harifa diam saja menikmati makanan nya. "Harifa tumben diam gitu, biasanya pasti labrak tu hama."

"Mungkin Harifa udah sadar kali, buaya ke gitu ga pantes diperjuangin," balas Andra.

Alvin mengangguk. "Semenjak ada Khalisa, Zion jarang ngumpul sama kita. Benci banget gue lihat tuh hama."

Diam-diam Andra menyetujui ucapan Alvin. Memang benar, semenjak Zion dan Khalisa dekat mereka bertiga jarang kumpul.

¤¤¤

Khalisa berjalan di koridor seorang diri dan sekolah sudah sepi. Khalisa lama pulang karena harus mengantar buku tugas milik kelas nya ke ruang guru. Zion mengatakan akan menunggu nya diparkiran.

Saat ingin turun dari lantai 2, tangan Khalisa sudah ditarik paksa.
"Lepasin gue, ngapain lo narik-narik gue, Aurel?."

"Diem, berisik."

Aurel membawa Khalisa ke Rooftop sekolah, dan disana sudah berdiri seorang gadis yang membelakangi mereka.

Khalisa tau siapa gadis itu.

Aurel mendorong kasar Khalisa hingga menyebabkan dia tersungkur di lantai. "Lo itu hama, dan hama harus dimusnahin," kata Aurel menjambak rambut Khalisa.

Khalisa meringis. "Le-..pas sialan," Aurel semakin memperkuat jambakan nya.

"Hama kaya dia patut di kasih peajaran," kata Annie yang tiba-tiba muncul.

Plak

Plak

Annie menampar kedua pipi Khalisa. "Salah gue apa? Gue ga punya masalah sama kalian," teriak Khalisa sambil berurai air mata.

"Ga tau diri banget lo. Lo ga sadar kesalahan lo apa? Sini biar gue kasih tau," Annie menekan kedua pipi Khalisa. "Lo udah rebut kebahagiaan orang lain, lo itu hama, lo cuma bisa nyusahin orang dan lo itu cewe ga waras yang rebut pacar orang. Lo ga laku sampe pengen punya pacar orang? Hah?."

"Gue cinta sama Zion dan begitu sebalik nya, kami saling mencintai. Tapi Harifa merebut segalanya, dia yang udah jadi penghalang diantara gue sama Zion."

Harifa masih diam tapi dia sudah mengepalkan tangan nya. Dari atas ini ia bisa melihat Zion yang menunggu Khalisa diparkiran.

"Giliran gue," ucap Harifa membalikkan badan nya menatap Khalisa datar.

"Saudara angkat gue, Khalisa  Astaja Dugols lo salah main-main sama gue."

Plak

Plak

Plak

Plak

Harifa menampar Khalisa empat kali. "Cih, lemah gitu aja udah tepar."

"Lemah lo bilang, lo ga tau ini sakit anjing..." teriak Khalisa marah.

Harifa tertawa bagai pysco membuat Khalisa bergidik ngeri. "Sakit ya? Sakit mana sama gue yang disiksa sama bokap gue sendiri, lebih sakit mana sama gue yang dicambuk, ditendang, ditampar dan ga dianggap? Hah? Jawab gue bangsat."

Fakta baru itu mengejutkan Annie dan Aurel. "Mereka, kedua orang tua gue benci sama gue karena lo, sialan. Lo membalikkan fakta dan gue terima. Tapi kali ini gue akan balas semua nya."

Aura menyeramkan Harifa membuat mereka ngeri. Tenggorokan Khalisa tercekat saat Harifa mendekati nya.

Bugh

Bugh

Plak

Harifa dengan emosi nya menendang kaki dan memukul wajah Khalisa tanpa rasa kasian. "Lo pantes dapat itu."

PLAK

Hingga tamparan terakhir ia layangkan membuat Khalisa pingsan.

"Aurel panggil Zion kesini."

"Hah?," beo Aurel bingung. "Panggil Zion." Tekan Harifa.

"Lo gila! Bisa ketahuan, udah ayo pergi."

"Gue harus mempertanggung jawabkan kesalahan ini, gue ga nyesal udah ngelakuin nya dan memang ini yang gue mau. Gue terima resikonya. Ini pembalasan terakhir sebelum gue mati."

Aurel dan Annie masih bungkam. Mereka tidak habis pikir dengan jalan pikiran Harifa.

"Panggilin Zion."

Aurel beranjak turun menuju parkiran. Dari atas Harifa bisa melihat kecemasan Zion dan berlari ketika Aurel menyampaikan sesuatu.

Zion membuka pintu rooftop kasar. Matanya membelalak kaget melihat Khalisa yang sudah tidak sadarkan diri dengan lebam diwajah nya.

Mata nya menyorot tajam Khalisa yang menatap nya santai.

"Lo apain Khalisa? Apa yang udah lo lakuin bangsat," teriak Zion murka.

"Gue tampar, pukul trus dia pingsan," ucap nya tenang.

"Bangsat, saudara macam apa lo yang tega mukulin sampai pingsan, ga waras lo?."

"Saudara macam apa dia yang tega rebut kebahagiaan orang lain bahkan rebut pacar nya?."

"Khalisa ga rebut gue dari lo tapi gue cinta sama dia," desis Zion tajam.

Harifa tersenyum miris. Ini yang dia mau, Zion mengakui perasaan nya. Dengan santai Harifa mendekati Zion tanpa rasa takut.

"Dari pada debat sama gue, sebaik nya lo bawa tu hama ke rumah sakit sebelum nyawa nya melayang."

Zion tersadar lalu mendorong Harifa. Ia menggendong Khalisa lalu menatap tajam Harifa. "Lo tunggu hukuman lo," dan Zion segera pergi dari sana.

Harifa menghela nafas nya. Rasa sesak menjalari hati nya.

"Fa, gimana ini?," panik Annie.

"Gimana apanya? Lo berdua cukup tutup mulut, kalo nanti malam terjadi sesuatu sama gue lo berdua harus stay dengan ponsel kalian.
Masalah ini urusan gue, kalo nanti gue udah ga ada jangan coba-coba meluruskan semuanya biarin berjalan seperti biasa."

Annie dan Aurel bungkam. Bahkan kejadian ini Harifa menyalahkan diri nya sendiri tanpa membawa nama mereka.

"Ayo pulang."

¤¤¤

▶ini part terpanjang dalam cerita ini dengan 1916 kata. Mau bikin sampe 2 ribu tapi jari gue udah pegel

▶Ada yang mau disampaikan ke
-Harifa👉
-Zion👉
-Khalisa👉
-Annie👉
-Aurel👉

Jangan lupa Vote, komen nya



Continue Reading

You'll Also Like

DANDELION By Caramel

Teen Fiction

1.5M 90.6K 56
Sedari kecil tinggal di panti asuhan tak membuat Caramel Malaika Princessa atau yang biasa disapa Kara ini tak bahagia.... Buktinya, ia selalu bisa t...
4.4M 98.7K 48
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
150K 5.1K 30
"Kalo Lo korban, terus kenapa Lo masih hidup? Kenapa Lo nggak mati?? Kenapa??!" _______ "KENAPA KAMU SELALU SAJA MEMBAWA KESIALAN DI KELUARGA ADITAMA...
37.8K 2.2K 41
Judul awal : We Are The Same (Ka_Zra) RANK IN; #1 - wwc2020 #2 - wwc2020 #3 - wwc2020 #4 - wwc2020 #4 - fiksiremaja Karan dan Karin, si kembar yang h...