Restoran yang dimaksud Taufik benar-benar cocok untuk pasangan, kesan romantis terlihat di setiap sudutnya. Belum lagi interiornya mewah dan elegan, makanan yang dihidangkan pun cukup beragam. Konsep Fine Dining yaitu restoran yang menyediakan makanan secara lengkap dari appetizer, main course, dan dessert.
Setelah penyajian appetizer dan main course selesai, kini keluarlah dessert best seller restoran. Mata Keifani begitu melihat tiramisu cake dan ice cream rasa vanilla di meja, walau perutnya lumayan penuh tetapi dia tidak akan melewatkan dessert yang satu ini.
Suapan pertama membuat mata Keifani terpejam seolah menikmati rasa dalam mulutnya, Darius yang melihat itu lantas mengulum senyumnya. Hatinya membucah bahagia karena berhasil menyenangkan Keifani, ingatkan Darius untuk berterima kasih pada Taufik setelah ini.
Sampai seorang pelayan mendekat. "Permisi, Ibu, Bapak. Saya harap makanan yang kami sajikan membuat Ibu dan Bapak puas, dan karena malam tepat satu tahun restoran ini dibuka. Maka kami akan memberikan bonus untuk Ibu dan Bapak berupa vocher menginap semalam di hotel kami yang ada di seberang jalan sana." Penjelasan pelayan itu lengkap seraya menyerah sebuah vocher pada Darius.
"Hotel yang di depan itu?" tanya Darius kemudian.
"Benar sekali, Pak. Hotel itu dibangun bersamaan dengan restoran ini satu tahun yang lalu, jadi owner kami memberikan nama yang sama pada restoran dan hotel ini."
Darius baru menyadari jika nama restoran dan hotel memang sama, Summer Vibe.
"Lho, kok gedungnya dibuat terpisah, Mbak?" tanya Keifani, ternyata sejak tadi dia juga menyimak penjelasan pelayan itu meski fokusnya pada dessert.
Pelayan itu tersenyum lebar. "Gedungnya memang terlihat terpisah dari luar, tapi sebenarnya gedung restoran dan hotel kami terhubung satu sama lain. Ibu dan Bapak nggak perlu keluar dari pintu depan untuk lewat jalan raya ke hotel, Ibu dan Bapak bisa lewat lift yang ada di sana, nanti ada satu pendamping yang akan mengantar Ibu dan Bapak sampai ke kamar."
Setelah penjelasan pelayan itu, akhirnya Darius dan Keifani diarahkan ke dalam lift dengan satu pendamping yang akan mengantarnya ke kamar. Lift membawa mereka terlihat seperti ruang bawa tanah, Keifani dan Darius tak henti-hentinya berdecak kagum, pandangannya disuguhi berbagai jenis ikan, dari jenis ikan finding nemo sampai ikan pari raksasa di sepanjang koridor yang menghubungkan restoran dan hotel Summer Vibe.
Hingga sampai di kamar, pendamping yang mengantarnya tadi sudah kembali ke restoran. Kamar ini cukup luas dengan view jalan raya kota Jakarta, sebuah ranjang yang besar, TV LED 32 Inch, sebuah sofa panjang, kamar mandi dengan bathtub, dan lemari kecil di dekat pintu masuk.
"Aku nggak tahu kalau ada hotel sekeren ini," gumam Keifani seraya menatap jalanan dari balik jendela lantai lima.
"Saya juga baru tahu, hotel ini kan memamg baru setahun yang lalu. Kalau bukan rekomendasi dari Opik, saya juga nggak akan tahu hotel ini." Darius juga menatap jalanan di bawah sana. Dia menoleh sekilas pada Keifani. "Kei, benaran nggak pa-pa kita nginap di hotel malam ini?"
Keifani menggeleng tanpa mengalihkan perhatiannya. "Nggak pa-pa, Mas."
Darius melirik sofa panjang di belakangnya. "Saya bisa tidur di sofa, kamu boleh tidur di ranjangnya."
Keifani ikut melirik sofa panjang itu, dia meringis membayangkan tubuh jangkung Darius harus ditekuk untuk tidur di sana. Bukannya apa, panjang sofa itu tidak akan cukup menampung Darius.
"Aku aja yang tidur di sofa, Mas."
"Jangan!" Darius tampak menggaruk kepalanya menyadari suaranya yang cukup keras. "Maksud saya, kita bisa tidur di ranjang yang sama. Itupun kalau kamu nggak keberatan."
Keifani menimbang lama, sebelum akhirnya mengangguk malu.
***
Darius mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Keifani, dalam posisi ini dia mengulum senyum seraya menutup matanya. Matahari sudah beranjak naik tetapi Darius enggan meninggalkan ranjangnya, apalagi ada Keifani di sana, di dalam pelukannya masih tertidur nyenyak.
Sayangnya ini bukan weekend, dia punya tanggung jawab dengan pekerjaannya. Begitupun Keifani.
Apa mereka bolos saja ya? Apa Keifani akan marah kalau Darius membiarkannya bangun kesiangan agar mereka bisa punya alasan untuk bolos?
Namun, memeluk Keifani merupakan kenyamanan bagi Darius. Rasanya sayang saja kalau dia melewatkannya, karena dia tahu sepulang dari sini, mereka akan tidur terpisah lagi.
Terlalu banyak melamun dia sampai tak sadar Keifani sudah membuka matanya, perempuan itu menggerakkan tubuhnya untuk bisa melepaskan pelukannya.
"Mas, peluknya jangan terlalu erat. Aku sesak napas nih," protes Keifani yang terus menggerakkan tubuhnya.
"Eh! Maaf," ucap Darius meringis, bukan melepaskan tetapi hanya mengedurkan pelukannya.
"Jam berapa?" tanya Keifani mencari ponselnya.
"Jam 7.00, Kei."
"Apa?!" jerit Keifani sontak terbangun hingga pelukan Darius benar-benar terlepas. "Kita telat, Mas." Perempuan berseru panik, segera bangkit dari ranjang ke kamar mandi. Namun, tubuhnya kembali terhempas di atas ranjang karena sebuah tarikan dari belakang.
Siapa lagi pelakunya kalau bukan Darius!
"Mas, kok aku malah ditarik sih." Keifani mendelik ketika Darius kembali memeluknya seraya terkekeh.
"Ehm," Darius berdehem meredakan kekehannya, wajahnya terlihat serius. "Kei, gimana kalau hari ini kita bolos kerja aja?"
Keifani mendongak dalam pelukan Darius. "Bolos? Terus kita ngapain dong."
Darius menundukkan kepalanya hingga tatapan mereka bertemu, dari jarak sedekat ini dia bisa merasakan hembusan napas lembut Keifani menerpa wajahnya. Apalagi lagi ketika tatapannya makin turun sampai pada bibir ranum perempuan bermata kelam itu, Darius harus menahan diri untuk tidak meraup bibir merah muda itu dalam mulutnya.
"Mas," panggil Keifani membuyarkan pikirannya dari hal yang mantap-mantap.
"Ya, Kei?" Bahkan Darius sangat sadar suaranya beruabah menjadi serak.
"Kita ngapain di sini seharian kalau nggak kerja, Mas?" tanya Keifani gemas.
"Bikin anak mungkin."
Plak...
Darius merasakan lengannya panas akibat pukulan Keifani yang lumayan meninggalkan bekas merah. "Auch, Kei! Aku kok dipukul sih?" protesnya sembari mengusap lengannya, pelukannya juga terlepas.
Keifani mengambil kesempatan itu bangkit dari ranjang, sambil berkacak pinggang di pinggir ranjang. "Abisnya Mas ngomong aneh-aneh." Perempuan itu melotot kesal tetapi tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya merona.
Darius tersenyum jail. "Aneh gimana? Wajar dong, kalau suami istri membahas soal anak." Dia bermaksud menggoda Keifani, wajah merona perempuan sungguh membuatnya gemas setengah mati.
"Tapi bagaimana dengan kontrak kita, Mas?" Pertanyaan dari Keifani menamparnya pada kenyataan yang dilupakannya karena euforia kebahagiannya menghabiskan waktu bersama.
Darius sontak terdiam.
Suasana kamar hotel yang tadinya penuh dengan kesan romantis berubah canggung, baik Keifani maupun Darius hanya mematung di tempatnya masing-masing.
"Siap-siap, Kei. Kita akan pulang ke apartemen."
Setelah keheningan yang panjang, Darius membuka suaranya. Dia beranjak dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi tanpa menoleh lagi.
Keifani menatap punggung lebar Darius yang tertutup kaos putih polos yang membalut tubuh tegapnya menghilang di balik kamar mandi. Dia menghela napas panjang, dia memukul bibirnya pelan. Bagaimana bisa dia malah mengingatkan soal kontrak pada Darius di saat hubungan mereka sudah mulai ada kemajuan.
Keifani tidak bermaksud mengatakannya, hanya saja dia tak tahu harus menanggapi Darius yang tiba-tiba mengajaknya bolos kerja untuk menghabiskan waktu mereka lebih lama di sini. Ini akibat jantungnya yang berdebar tak karuan membayangkan seharian bersama dengan Darius.
Itulah sampai kata-katanya tidak bisa dia kontrol.
Sungguh, Keifani sangat menyesal sekarang.
Andai waktu bisa diputar kembali, sayangnya waktu itu bukan oreo yang bisa diputar, dijihat, apalagi dicelupin.
***
BERSAMBUNG
Yeyeye mas uus kesayangan kei up lagi nih hehe senang kan senang dong ya 😂
Janglupa vote dan komen ya teman2 🙏
See you next part