DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓

By rezamelissaa

95.4K 9.7K 1.4K

"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembal... More

| FOREWARD |
| Prologue |
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38- END!
Extra Chapter🔥
Destiny 1'Nuit.
Update

Part 26

1.6K 221 26
By rezamelissaa

‼️Ga target ga seru, ga target ga bakal tau seberapa antusiasnya‼️

PART 26 👉🏻 60 VOTE


Baru aku lanjut next chapter🤭🌚

Note : Aku ga pernah langgar janji update kan kalo udah aku bilang begini begitu, jadi yokkk mangatss vote biat aku semangat juga🙌🏻🙌🏻😍

*******

Pagi di akhir pekan akhirnya tiba juga. Jimin merasa hari ini ia harus banyak istirahat, menghilangkan penat di otak dan di badan nya. Mungkin Jimin akan menghabiskan waktu bersama sang istri yang katanya sebentar lagi akan ujian kelulusan. Jimin mau memberikan semangat untuk Alisa.

Jimin tersenyum simpul memperhatikan gadis kecil yang kini sibuk dengan lembaran tugas dan laptop yang menyala mencari jawaban perihal soal yang sedari tadi ia permasalahkan. Dari tadi Jimin sudah memberikan solusi untuk tidak mengerjakan tugas itu keseluruhan dan tolong perhatikan suaminya yang minta di perhatikan.

Berharap mendapat jawaban yang manis, Jimin malah mendapat ultimatum dari bibir cerewet itu seperti, "Oppa enak sudah melewati ini semua. Itulah mengapa Oppa menggangguku. Tapi aku? lihatlah, Mina Ssaem bilang kalau menjelang ujian kelulusan, pihak sekolah akan melakukan pra-ujian untuk menguji kemampuan para murid. Memikirkan ujian yang sebenarnya saja aku sudah prustasi, bagaimana dengan pra-ujian pra-ujian yang akan di lakukan beberapa kali. Tidak bisakah sekolah itu mengerti kondisi para muridnya? andai saja ayah punya wewenang di yayasan itu, ingin sekali aku mengusulkan untuk menghapus ujian kelulusan dari poin penting akhir sekolah. Arghhhhh...."

Lihat, padahal Jimin hanya bilang, "Kalau pusing, tidak usah di kerjakan. Aku ada disini, sebaiknya kau memperhatikan suamimu, Nona."

Dan jawaban Alisa sudah seperti jalan kenangan yang panjangnya tidak terkira. Jimin sampai tidak bisa menahan tawa kala mendengar ocehan sang istri.

Dengan posisi tidur menyamping menghadap ke arah Alisa sambil satu tangannya ia gunakan sebagai penyangga, Jimin berusaha menikmati setiap keindahan dari paras cantik sang istri. Jimin merasa sedikit terlambat menyadari kalau Alisa adalah gadis yang dewasa. Dia bisa menyimpan beban nya sendirian dan tetap terlihat tenang padahal di dalam hati dan pikiran kian berserabut memikirkan rumitnya hubungan mereka.

Sedangkan Jimin? dia yang membuat masalah ini terjadi, tapi malah dia juga yang tidak tahan menahan semua nya.

Satu tangan Jimin terulur mengusap rambut Alisa yang terjurai begitu saja. Menyalipkan ke belakang telinga lalu Jimin usap pipi mulus nan lembut itu penuh sayang.

Jauh dalam lubuk hatinya, Jimin merasa berdosa besar kalau gadis polos ini akan tersakiti oleh nya. Jujur saja, waktu bukanlah permainan yang baik. Yang mana kalau seseorang ingin memutar ulang kembali atau menghapus sebagian skenario yang kini mereka tidak harapkan, maka tidak akan bisa.

Sambil mengusap-usap kepala Alisa dengan lembut, Jimin jadi teringat masa dimana pertama kali ia di ingatkan soal pernikahannya oleh sekretaris keluarga Park. Kala itu Jimin jelas menolak keras tidak setuju dengan pernikahan tersebut.

Tapi saat itu Alisa seperti tidak punya malu bersikeras tetap ingin menerima perjodohan ini dan akhirnya mereka menikah. Disamping mengingat perjalanan waktu mereka pasca menikah, Jimin juga teringat kala mereka di AS dulu. Jimin bahkan sengaja menghindari Alisa, sering meninggalkan Alisa sendirian di Mansion, dan selalu pergi lebih awal agar Alisa meresa kesepian. Tujuan nya hanya agar Alisa tidak tahan dan berujung minta diceraikan. Tapi rencana yang Jimin lakukan tidak membuahi hasil yang Jimin harapkan. Lalu, beberapa kali Jimin juga memperlihatkan sisi kehancuran nya saat belum bisa mengikhlaskan hubungannya dengan Hyejin. Beberapa kali Jimin merusak diri dan selalu saja Alisa yang mengurusnya dengan sabar.

Bahkan buktinya sampai saat ini, sudah masuk enam bulan usia pernikahan mereka, Alisa masih menjadi istri nya. Istri yang cerewet, cengeng, dan bisa mengamuk sampai Jimin sedikit takut kalau dia sudah benar-benar di batas kesabaran. Tapi sebenarnya Alisa itu sempurna.

Jujur, Jimin merasa tenang bahwa gadis yang ia nikahi adalah Alisa.

"Oppa kenapa?" Alisa menyentuh pipi Jimin lembut. Mengusap setetes buliran yang tergantung belum sempat terjatuhkan. "Kenapa Oppa menangis?"

Jimin tersenyum sambil menggeleng tipis. "Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja."

"Tapi Oppa menangis. Apa ucapan ku tadi menyinggungmu? maaf ...."

"Tidak Alisa. Tidak seperti itu."

"Lalu kenapa Oppa menangis?" Alisa menyingkirkan laptopnya ke sudut kasur lalu mengganti arah duduknya selaras dengan Jimin. "Apa terjadi sesuatu di kantor? apa Oppa kalah tender?"

Jimin tertawa pelan. Ia usap mata nya yang masih berair itu sebelum mencubit pipi Alisa pelan. "Sedikit informasi saja untuk istriku, aku--" Jimin menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuk. "Park Jimin. Big Bos yang tidak pernah meleset soal tender."

Mendengar itu Alisa langsung menyilaukan kedua maniknya. "Heleh...alasan."

"Aku sudah jujur. Apa kau tidak percaya pada suamimu?" balas Jimin mendramatisir.

Alisa dengan cepat mengangguk. Lalu kedua tangan nya menangkup pipi Jimin penuh. "Sudah sewajarnya aku, seorang istri akan mempercayai apa yang suamiku katakan. Aku percaya dengan setiap yang Oppa katakan sungguh!"

Jimin mendadak membisu. Ia tatap dalam-dalam kedua manik itu berbinar. Gadis ini polos sekali, Jimin tidak siap harus merusaknya dengan sebuah penghianatan. Apa ketika nanti Jimin menyakiti Alisa, senyum dan raut cantik ini masih bisa ia lihat dan ia gapai?

Tanpa sadar Jimin menarik leher Alisa turun ke tubuhnya lalu ia peluk erat. Detik itu Alisa sedikit terkejut. Tapi tubuh nya tetap pasrah begitu saja.

"Maafkan aku, Alisa." gumam Jimin lirih di balik telinga sang istri sambil berulang kali mengecup puncak kepalanya. Suara nya bahkan terdengar bergetar tak kuasa.

"Maafkan aku,"

"Kenapa?" perlahan Alisa membalas. Suara nya mendadak parau ragu. Degup jantung nya bertalu-talu ketakutan. "Kenapa meminta maaf?"

Jimin malah diam tidak menjawab.

"Oppa tidak melakukan kesalahan. Untuk apa meminta maaf?"

"Aku hanya ingin meminta maaf sebelum nanti aku melakukan nya." Jimin semakin mengeratkan pelukan dan menciumi puncak kepala Alisa terus menerus.

"Oppa,"

"Hmm,"

Sedikit lama menunggu, Alisa berusaha mengambil secuil keberanian dan ketegaran untuk diri nya sendiri. Mengingat teka teki yang Jackson berikan hampir ia selesaikan, membuat Alisa selalu di hantui akan kenyataan pahit yang bisa saja sedang menunggu nya. Alisa takut, sungguh.

Alisa berusaha memejamkan kedua matanya kian keras lalu berucap sendu, "Kapan Oppa akan melakukan nya?"

Detik itu juga Jimin mengurai pelukan mereka. Dan Alisa tentu saja langsung mendongak untuk menatapnya. Maniknya sudah berkaca-kaca tidak kuasa. Menatap wajah Jimin dengan segala kerumitan yang ia pendam sangat sangat menyakitkan. Ingin sekali Alisa lepaskan tapi tetap saja tidak bisa.

"Kau--"

"Aku pusing." sela Alisa cepat. Tangan nya kembali memeluk Jimin erat dan wajahnya pun ia tenggelamkan pada dada bidang itu. "Aku ingin seperti ini dalam waktu yang lama."

Lalu dalam diam, buliran itu mengalir begitu saja sedang mata nya terpejam. Alisa jadi ingat ucapan Jackson soal Jimin yang akan menikah lagi. Beberapa kecurigaan bermunculan dan berhasil Alisa temukan, tapi Alisa terlalu takut untuk memastikan. Alisa tidak siap kehilangan Jimin dan berbagi Jimin dengan alasan apapun. Alisa tidak sanggup dengan itu semua.

Alisa sangat menyayangi Jimin melebihi diri nya sendiri, meski ia tidak tahu bagaimana perasaan Jimin kepadanya.

*******

Langkah gontai itu perlahan Jimin ayunkan menyisir jalan menuju ruangan seseorang yang harus ia temui. Raut wajahnya datar, tidak berekspresi sedikit pun dan terlihat murung karna memikul beban.

Kini, Jimin merasa kalau ia tidak lagi bisa berpikir jernih. Kepala nya kian berserabut seperti benang kusut yang nihil bisa terpisah dan tersusun kembali.

Jackson Park. Jimin benci dengan fakta bahwa sampai saat ini dia tidak bisa membenci sosok tersebut. Jimin bahkan tidak bisa memperlihatkan emosinya di hadapan Jackson. Sosok kakak yang selama ini Jimin anggap terbaik dalam hidupnya.

Bukannya membenci, Jimin malah menekan diri sendiri kalau dia lah yang bersalah dan yang harus bertanggung jawab. Tidak sedikitpun Jimin mau menyalahkan Jackson.

"Hai, adikku!" Jackson berdiri dari kursi kebesaran nya menyambut sosok yang sejak kemarin ia tunggu-tunggu.

Jimin menatap Jackson datar sambil tersenyum tipis sebentar. "Ada yang ingin aku katakan." beritahu Jimin tanpa basa-basi.

"Tidak mau duduk dulu?" Jackson menunjuk sofa seraya kepalanya ia miringkan mengajak Jimin mempertimbangkan.

Tidak menjawab, Jimin langsung berjalan mendekati sofa dan duduk dengan cepat di salah satu bagian. Melihat itu Jackson tersenyum menang.

"Sebentar, aku akan menyuruh sekretarisku membawakan minuman--"

"Tidak perlu." sela Jimin cepat. "Aku tidak akan berlama-lama." sambungnya lagi tanpa menatap Jackson sedikitpun saat bicara.

Baiklah kalau begitu. Jackson pun hanya mengangguk dan perlahan mendekati Jimin ke tengah ruangan. Memilih duduk di depan Jimin, senyum mengintai dari kedua sudut bibir Jackson masih senangtiasa terukir disana tanpa mau memudar sedikitpun.

"Ada sesuatu yang ingin kau katakan, hmm?"

Jimin langsung menatap Jackson menyalak bak akan meluapkan kekesalan nya. "Iya," jawab Jimin tegas.

"Baiklah, kalau begitu kau bisa mengatakan apa yang ingin kau katakan."

"Tiga hari lagi ulang tahun PJM Corp," beritahu Jimin masih dengan suara datar. Dan Jackson pun hanya mengangguk.

"Aku tahu soal itu."

"Bertepatan dengan itu Business Scope akan di selenggarakan di PJM Corp." lanjut Jimin memberitahu.

Seketika Jackson membulatkan mulutnya seolah kaget. Padahal tanpa di beritahu Jimin pun Jackson sudah mengetahui hal itu sebelumnya.

"Wow! benarkah?"

Jimin berdecak remeh. Reaksinya berlebihan sekali, membuat Jimin geli dan jijik tidak berbeda jauh.

"Aku kesini untuk mengundangmu datang ke acara itu." lalu Jimin menjeda sebentar. Menarik napasnya sesak lalu menghembuskan nya perlahan dengan mulus. "Di hari yang sama aku akan melamar Hyejin."

Mendengar itu sontak membuat Jackson berdiri dari kursi spontan. "Wow! wow wow!" Jackson menepuk tangan nya beberapa kali seraya tertawa kemenangan. "Aku sangat terkejut Jimin. Secepat itu?"

Jujur saja Jimin tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran kakak nya kini. Kenapa dendam sudah mengusai diri Jackson dan menyulitkan kehidupan nya. Kejam sekali.

Tangan Jimin mengepal kesal. Rahangnya mengeras, mata nya memerah menahan amarah. Ingin sekali Jimin menghantam wajah menjijikkan itu. Wajah yang tertawa senang akan kehancuran adiknya sendiri. Sialan! Jimin masih tidak habis pikir saja sampai detik ini dia tetap tidak bisa membenci Jackson setelah semua kekacuan yang dilakukannya.

Tertunduk lemah, Jimin berusaha menyembunyikan kelemahan nya kini dari sang kakak. Jimin benar-benar tidak bisa berpikir apapun lagi selain pasrah dan mengikuti alurnya. Toh, setelah lamaran itu terjadi, Jimin yakin kehidupannya akan kembali seperti sedia kala. Ya, Jimin akan menemukan kebahagiaan yang selama ini dia dan Alisa cari dalam hubungan mereka.

Setelah semua berakhir, Jimin berjanji akan menerima takdirnya yaitu menjadi suami yang baik untuk Alisa. Memberikan kenyamanan dan kebahagiaan sang istri serta berusaha menjadi sosok yang akan selalu ada di samping Alisa. Ya, Jimin janji.

Mengangguk samar, Jimin ikut berdiri dari kursi. Merapikan jas nya yang tidak kusut, Jimin pun tersenyum sama halnya seperti yang Jackson perlihatkan.

"Kalau begitu aku pergi." pamit Jimin ramah. Dan dengan entengnya Jackson langsung mengulurkan tangan menujuk ke arah pintu, mempersilahkan Jimin untuk meninggalkan ruangan nya.

Bajingan!

Semudah itu dia melepaskan Jimin setelah mendengar apa yang selama ini ingin ia dengar.

Membawa perasaan sedih, kecewa karena sikap sang kakak, sebelum tungkai itu Jimin ayunkan keluar ruangan, Jimin berhasil membuat Jackson memaku dan terdiam di tempatnya tanpa sepatah katapun ketika pelukan yang sudah lama tidak ia lakukan dengan sang adik kini ia dapatkan kembali.

Ya, Jimin sempat memeluk Jackson layaknya yang sering mereka lakukan dulu ketika masih kecil.

Jimin menepuk-nepuk punggung Jackson pelan seraya ia usap penuh sayang, meski raut wajahnya datar, matanya memerah dan terlihat sangat kecewa.

"Semoga setiap hari yang kau lalui, hidupmu selalu di penuhi kebahagiaan. Terlepas dari apapun, kau tetaplah kakakku." ucap Jimin pelan, suaranya serak dan bergetar tidak kuasa.

Hal yang membuat Jackson bungkam seribu kata. Tiada kalimat pembalas yang mampu keluar dari bibir nya. Menatap punggung gagah itu melangkah jauh meninggalkan ruangan, hati Jackson mencelos begitu saja. Tiba-tiba saja ia merindukan adik nya.

Adik kecil yang sangat amat ia sayangi sedari dulu--sampai kini pun tetap begitu. Tapi tidak pernah lagi Jackson perlihatkan. Karna, kalau Jackson tidak bisa kejam dan menyakiti Jimin, maka sakit yang ia pendam dan yang dirasakan oleh ibunya dulu sampai akhirnya sosok yang amat ia sayangi itu tiada, tidak akan pernah terbalaskan.

Selama ini, sekeras mungkin Jackson berusaha memisahkan perihal hubungannya dengan Jimin dan tujuan balas dendam terhadap keluarga Park tersebut, yang tidak lain adalah keluarganya juga. Tapi, karna merasa tidak pernah di anggap dan tidak pernah diinginkan, Jackson pun memupuk kebencian itu kian dalam terhadap orang-orang yang seharusnya memberikan tempat ternyaman dan kasih sayang dimana Jackson membutuhkan itu sebagai pelarian dari kehilangan sosok yang sangat amat ia sayangi.

Pria tua yang kejam, yang memiliki kuasa besar terhadap dunia, tega menyakiti hati dan perasaan sang ibu. Ya, Park Do Han--sang kakek, yang sangat amat Jackson benci. Dia berhasil mengatur jalan hidup putranya--Park Yohan, dengan sebuah perjodohan yang sampai saat ini masih berkelanjutan.

Dan untuk sang ayah yang tidak punya hati, pun ikut tidak memikirkan bagaimana perasaan sang ibu dulu, berhasil menghancurkan kepercayaan Jackson dan rasa bangganya terhadap Yohan.

Tidak itu saja, untuk sosok wanita jahat yang tega menyakiti hati sesama wanita--ya, Bae Sora. Jimin membencinya. Benci karna Sora tega menghancurkan masa depan sang ibu. Melenyapkan secuil senyuman dari bibir sang ibu. Memberikan tekanan dan kesakitan yang luar biasa setiap hati sang ibu rasakan. Dengan wajah tidak bersalahnya, sering kali Sora tertawa dengan Yohan di depan Areum. Seringkali mereka memperlihatkan hubungan mereka berujung bahagia. Pernikahan mereka berhasil, tapi pernikahan Aruem tidak. Jackson benci mereka semua. Manusia-manusia kejam yang telah membunuh ibunya.

Tanpa sadar sebutir beningan jatuh dari sudut mata Jackson. Dengan cepat ia usap.

Setelah itu tanpa angin dan tiada hujan, Jackson tersenyum simpul sambil mengeluarkan benda pipih yang ada sejak tadi di kantong celana nya. Dua jemari itu pelan mengetikan sesuatu pada papan tombol layar ponselnya.

Sambil tersenyum, Jackson kembali membaca sebuah pesan yang baru saja ia kirimkan ka Nam. Pesan tersebut berisi sebuah perintah yang harus Nam selesaikan sesuai keinganan Jackson yaitu,

"Bereskan semuanya malam ini. Target tepat saat Business Scope berlangsung."

Tidak menunggu lama, balasan dari Nam pun menarik atensi Jackson untuk segera membacanya.

"Kau bisa mempercayaiku sepenuhnya Tuan. Aku akan memastikan semua berjalan sesuai keinginanmu."

[]

Continue Reading

You'll Also Like

142K 14.5K 32
[𝐁𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐝𝐢𝐫𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢] "Aeryn, mau menikah denganku tidak?" Berawal dari keisengannya yang bermain-main di tempat mewah milik Park Jimin hanya...
1.4M 135K 43
Choi Hana dipertemukan lagi dengan Min Yoongi. Bukan lagi dalam ikatan teman masa kecil, melainkan dalam ikatan sebuah pasangan suami istri. Di luar...
43.6K 5.8K 31
[ Completed ] Junghye itu adalah gadis pendiam dan juga dingin di kelas. Jimin merupakan seorang guru di sekolah yang berada di Junghye. Pria terseb...
111K 15.9K 26
MC from Uchiha Reader