AFTER 100 [REVISI]

By anomali_127

208K 9.7K 219

Niskala tak bisa menolak permintaan sahabatnya, begitu juga dengan Dipta yang terpaksa menikahi Niskala karen... More

PROLOG
KASIH SAYANG SINGKAT
PILU
WEDDING
40 HARI MITA
CINTA? LAGI?
LALAPAN PAK MUH
KERIBUTAN PERTAMA
PERESMIAN & PESTA
PERJANJIAN BATAL
PERJANJIAN BATAL (2)
KUNJUNGAN MAMA MERTUA
PEMAKSAAN MAMA
BULAN MADU, KATANYA
AKU, KAMU DAN PENYU
TENTANG NISKALA
KONDANGAN & AKUR
PULANG
ARLIDA
GANJEN
MASALAH ARLIDA
HAMPIR KELEWATAN
LOST CONTROL
DIPTA MOODY
HARI KEBALIKAN
DIPTA NGIDAM
KEMBANG API
EPILOG
JDTS?
GIRL BOSS, SHY-ON BOY

NISKALA

10.8K 450 4
By anomali_127

Jangan lupa tekan ⭐ dan komen ya...

Happy reading...

*****

Suara langkah kaki terdengar begitu sibuk memecah keheningan di lorong sebuah rumah sakit terkenal di salah satu kota. Hiruk-pikuk para pegawai tak membuat suasana di sekitarnya terasa membaik, atau bahkan mungkin bisa jadi lebih buruk.

Sementara itu, seorang dokter muda sedang melakukan sebuah operasi pada salah satu pasiennya. Operasi yang sebenarnya sangat sering dilakukan, namun sekarang rasanya ia benar-benar bertaruh dengan nyawanya sendiri.

"Kamu harus bisa selametin dia, apapun caranya!"

Kalimat itu sejak beberapa jam yang lalu terus saja mengusiknya, mengganggunya dan hampir membuatnya kehilangan fokus.

Sejak tadi pula dia langsung panik saat mendengar Mita, sahabatnya mengalami kecelakaan tunggal. Bahkan ia hampir tak bisa berpikir jernih karena merasa ketakutan.

Niskala tahu tugasnya, bahkan ia lebih dari tahu. Apalagi sosok yang kini sedang diperjuangkan hidupnya adalah sahabatnya sendiri.

Mita sedang terbaring lemah di depannya, Niskala tahu itu. Ia juga bisa merasakan bagaimana napasnya begitu tenang karena obat bius yang merasuki tubuhnya. Tapi Niskala juga tak bisa berbohong jika tubuhnya terasa gemetar saat harus melakukan tindakan operasi kepada sahabatnya itu.

"Ayo... kamu pasti bisa Niskala, kamu harus! Demi Mita!" gumam Niskala berulang kali sambil melakukan pekerjaannya.

Hingga akhirnya operasi itu berjalan dengan lancar tanpa halangan apapun, membuat Niskala diam-diam bersyukur dan berusaha menahan tangisannya.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja dan perawat yang mendampinginya mulai membersihkan peralatan, Niskala pun keluar untuk menemui orang-orang yang sejak tadi menunggunya dan juga Mita di dalam sana.

"Niskala, gimana keadaan Mita?" tanya Vani, ibunda dari Mita sekaligus wanita yang sudah hadir mengisi peran seorang ibu dalam hidupnya beberapa tahun terakhir.

"Operasinya lancar dan Mita sebentar lagi dipindah ruangan. Oh iya, Bunda kok jadi sendirian?" tanya Niskala setelah menyadari wanita paruh baya itu hanya seorang diri di depan ruangan operasi.

"Dipta lagi ngurus administrasi sama Adam, mungkin sebentar lagi mereka kesini."

Niskala mengangguk paham setelah itu dia pamit untuk membersihkan diri dan berjanji akan segera mengunjungi ruangan Mita.

Wanita itu berjalan dengan sedikit tergesa setelah membersihkan dirinya, ia benar-benar ingin segera melihat kondisi Mita sebelum melakukan pekerjaannya yang lain. Hanya untuk memastikan bahwa keadaan sahabatnya itu sedikit lebih baik.

"Niskala," panggilan itu membuat langkah Niskala terhenti. Dia tahu siapa yang memanggilnya, suara itu adalah milik Dipta, calon suami sahabatnya.

"Iya kenapa?" tanya Niskala setelah Dipta mensejajarkan langkah dengannya. Niskala tahu bahwa pria di sampingnya ini sedang dilanda rasa cemas yang sangat berlebihan. Bahkan wajah yang selalu tersenyum dengan semangat itu kini terlihat jauh lebih lelah dari biasanya.

"Soal tadi, maaf aku ngebentak kamu. Aku... aku terlalu panik. Aku gak bakal sanggup kalau Mita..."

Niskala mendaratkan sebuah tepukan pelan di bahu pria itu. Berusaha memberitahunya agar berhenti berbicara kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa jadi akan mereka hadapi.

"Udah, jangan bahas itu lagi. Operasinya lancar dan Mita udah pindah ruangan. Mita pasti kuat kok!" ujar Niskala berusaha menyemangati Dipta, walau sebenarnya ia sama hancurnya. Niskala juga tak membicarakan soal bagaimana dirinya yang merasa gugup di dalam ruangan operasi tadi. Mengatakan bahwa operasi tersebut berjalan lancar saja itu sudah lebih dari cukup baginya.

"Makanya temenin si Mita, nanti kalau dia sadar terus dia gak nemuin kamu di sampingnya, kamu yang nyesel loh. Biar dia semangat juga, biar cepet pulih."

Tak ada seorang pun yang tahu, bahwa kalimat dari Niskala akan menjadi salah satu hal yang akan menyakiti mereka semua suatu saat nanti. Bahkan Niskala sendiri juga tak menyadarinya, hingga mereka berdua masuk ke dalam ruang perawatan Mita.

"Udah, duduk di sini aja tungguin calon istri kamu." Niskala menyeret sebuah kursi dan membiarkan Dipta duduk di sebelah ranjang Mita, memperhatikan kekasihnya yang sedang tertidur pulas.

Melihat Mita dan juga Dipta rasanya Niskala seperti terlempar kembali pada kejadian lima tahun lalu. Hanya saja posisi mereka berbeda di mana saat itu Niskala lah yang merasa gelisah dan putus asa. Bahkan setelah kejadian mengenaskan tersebut, sampai detik ini Niskala enggan membuka hatinya untuk orang lain.

"Jagain Mita ya... jangan bikin dia sakit pokoknya! Kamu tau kan Dip, kalau dia tuh kadang bandelnya minta ampun?" tanya Niskala sambil merapikan anak rambut yang menutupi dahi sahabat semasa kecilnya.

"Setelah dia pulih jangan bikin dia mikir berat pokoknya!" tegas Niskala sekali lagi. Seolah berusaha memastikan bahwa Dipta akan menuruti perkataannya.

"Apa arti Mita buat kamu?" tanya Dipta tiba-tiba membuat Niskla mengerutkan dahinya sambil melirik pria itu sekilas.

"Kalau kamu nanya gitu terus aku jawab, kamu mungkin gak akan percaya. Mita itu segalanya buat aku, dia itu kakak sekaligus sahabat. Dia yang bisa bikin aku ngerasain gimana rasanya punya saudara dan disayang. Dia juga yang bikin aku kayak gini. Pokoknya aku rela ngorbanin diri aku sendiri biar dia bahagia."

Tepat setelah mengatakan itu Niskala terdiam saat merasakan gerakan jari milik Mita yang ada di dalam genggamannya.

"Dipta, kayaknya Mita..."

Belum selesai berbicara Niskala langsung memusatkan perhatian sepenuhnya pada Mita yang perlahan membuka kedua matanya.

"Mita..." panggil Dipta dengan perasaan yang bercampur antara senang dan juga khawatir.

Niskala hanya diam menunggu Mita benar-benar membuka kedua matanya, dan benar saja setelah wanita itu sadar hal yang pertama dilakukannya adalah tersenyum ke arahnya.

"Hai..." suara serak Mita menyambut indera pendengarannya.

"Sayang, minum dulu ya..."

Dipta bergerak cepat menyendokkan air putih dan menyuapkannya ke dalam mulut kekasihnya. Terlihat sangat berhati-hati, seolah jika ia kasar sedikit saja Mita akan kesakitan.

Perlakuan itu pun tak luput dari tatapan Niskala, yang diam-diam tersenyum lega ketika melihat Dipta sudah kembali sedikit lebih bersemangat dari sebelumnya. Mita sudah sadar dan Dipta terlihat begitu lega karenanya.

"Karena kamu udah sadar dan Dipta ada di sini aku permisi dulu ya, sebentar lagi aku ada jadwal operasi."

Niskala segera keluar dari ruangan itu meninggalkan sahabat dan kekasihnya di dalam sana. Mungkin sebentar lagi Vani dan Adam akan menyusul mereka.

*****

"Makan yang banyak biar cepet sehat..."

Niskala tertawa geli saat melihat ekspresi merengut Mita yang begitu lucu. Apalagi saat Adam menyuapi potongan buah melon ke arah adik semata wayangnya.

"Mas Adam, jangan digituin dong si Mita!" gerutu Niskala sambil menahan tawanya saat melihat ekspresi sahabatnya itu berubah menjadi kesal dan menatap ke arahnya.

"Ya biar dia gak susah makannya! Kan biar cepet sehat," kilah Adam sambil menyuapkan potongan melon ke dalam mulutnya sendiri. Niskala kembali tertawa mengejek ke arah Adam, merasa bahwa pria itu sedikit berlebihan.

"Kan waktu pemulihan setiap orang tuh sendiri-sendiri. Lama enggaknya juga pasti beda, udah deh jangan sok-sokan nyuruh Mita cepet sembuh! Inget, bukan makan banyak doang, yang terpenting tuh dukungan dari orang terdekat biar mood Mita bagus terus." peringat Niskala dengan santai dan Mita pun mengangguki perkataannya.

"Nah, itu! Jadi jangan maksa aku makan terus dong, Mas! Bukannya cepet sembuh malah cepet gendut aku nanti!" tukas Mita sambil menatap kakaknya dengan tatapan sengit.

"Meskipun gemuk kamu bakalan tetep jadi punyaku kok..."

Ketiga orang yang sedang bersenda gurau itu kompak menoleh ke arah sumber suara. Di sana ada Dipta yang berjalan dengan santai ke arah mereka, kemudian memberikan sebuah buket bunga berukuran sedang kepada kekasihnya.

"Hai, sayang. Gimana hari ini?"

Pertanyaan itu membuat Mita tersipu malu, begitu juga Niskala dan Adam yang kini sibuk menggoda sepasang kekasih itu.

"Aduh... bikin iri gak sih, Nis? Pacaran yuk?!" bukannya menjawab dengan serius Niskala malah tertawa terbahak-bahak dan sekali lagi dia hanya menganggap pertanyaan Adam sebagai lelucon.

"Jangan ngajakin pacaran Niskala! Udah ditolak berkali-kali masih aja ngeyel ya Anda?!" peringat Mita sambil tersenyum lebar ke arah sahabat dan kakaknya.

"Nis, kamu tuh harus belajar buat buka hati kamu lagi. Aku juga pengen loh ngeliat sahabatku bahagia," ungkap Mita dengan raut wajah yang sangat teduh. Niskala bahkan bisa mengetahui jika Mita memang benar-benar serius mengatakannya.

Niskala terdiam, dia tak menjawab pertanyaan itu dengan anggukan atau pun gelengan kepala. Ia tak ingin mendebat Mita soal ini.

Niskala ingin bahagia, tapi ia sendiri juga bingung bagaimana caranya. Rasanya sudah terlalu lama sejak kejadian itu, ia menutup hati kepada semua pria di dekatnya. Bahkan Adam yang telah lama mengenalnya pun hanya dianggap sebagai seorang kakak, tak pernah lebih dari itu.

Ia tak memiliki perasaan apapun terhadap pria lain, entah sampai kapan itu akan terjadi.

"Bima pasti pengen kamu bahagia juga. Jadi bisa ya... kamu belajar buka hati kamu, demi aku sama Bima..."

"Kan kamu ada disini sama aku. Aku udah bahagia kok walau cuma sama kamu, aku belum butuh pria mana pun. Aku masih pengen sendiri,"

"Sampai kapan, Nis?" tanya Dipta yang sejak tadi hanya diam memperhatikan interaksi ketiga orang di depannya.

Niskala mengangkat kedua bahunya, memberi isyarat pada semua bahwa dia sendiri juga tak tahu seberapa lama dia akan bertahan. Hatinya hanya belum siap kehilangan lagi, terlalu menakutkan.

"Aku gak tau, aku juga gak mau tau. Mungkin... memang udah begini,"

"Terserah kamu nyamannya gimana. Asalkan kamu harus bahagia sama pilihan kamu sendiri. Lagipula emang susah kalo udah punya trauma, tapi tenang aja selama kamu butuh seseorang buat bersandar, aku ada di sini. Aku gak akan pergi kalau itu buat kamu," ujar Adam dengan tulus sedangkan Niskala hanya tersenyum seraya mengangguk pelan.

Niskala sudah bahagia dengan cara ini dan sudah sejak lama menutup hatinya. Jadi baginya, tak ada lagi hal lain yang akan bisa membuatnya bahagia.

Niskala sudah memiliki sahabat yang baik kepadanya, begitu juga dengan keluarga Mita yang juga menyayanginya dengan begitu tulus. Lalu ia memiliki pekerjaan yang selama ini diimpikan, hidup berkecukupan dan sangat layak. Tak ada lagi yang ia butuhkan.

Soal pasangan hidup pun tak pernah melintas dalam pikirannya, meskipun hanya satu detik. Ia benar-benar membiarkan hati dan perasaannya hambar begitu saja.

*****

"Kenapa kamu baru ngasih tau aku soal ini?" pertanyaan itu keluar dari bibir Dipta yang bergetar, antara menahan amarah dan juga tangis yang sebentar lagi akan menguasai dirinya.

"Dipta duduk dulu... biar aku jelasin semuanya." pinta Mita dengan lembut. Bahkan wajah pucatnya masih terlihat begitu cantik dan anggun.

Niskala yang sejak tadi berusaha menahan diri agar tak menangis pun mulai mengeluarkan air matanya dalam diam. Benar-benar tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut sahabatnya.

Ia bahkan tak pernah tahu soal penyakit yang sudah lama diderita oleh sahabatnya. Jangankan Niskala, Adam dan Vani pun baru mengetahui siang ini.

"Jadi... aku sakit sejak kuliah semester tiga. Awalnya aku ngira itu mimisan biasa, tapi makin lama aku ngerasa aneh kenapa makin sering mimisannya. Akhirnya aku beraniin diri buat periksa ke dokter dan ternyata, aku mengidap leukemia."

Niskala masih terdiam dan menunduk dalam, merasa gagal menjadi seorang sahabat sekaligus dokter. Dan perasaan bersalah itu semakin besar saat melihat Mita yang sudah dua hari ini menahan sakit karena penyakit yang dideritanya sudah begitu parah.

"Mita... kamu nyembunyiin semua dari aku selama ini? Dari Bunda, dari Mas Adam juga?"

"Aku takut kamu bakalan bilang ke Bunda sama Mas Adam soal penyakit itu. Aku gak mau nambah pikiran mereka..."

Mita menatap sahabatnya dengan lekat. Jauh dalam hatinya, ia merasa tak tega ketika melihat dokter muda itu menangis dan menujukkan ekspresi sedih. Ia juga takut jika nanti dirinya pergi, Niskala akan semakin menjadi pribadi yang dingin dan tertutup. Maka untuk mengantisipasinya, Mita sudah mempersiapkan diri sambil merencanakan sesuatu jauh sebelum penyakitnya diketahui oleh orang-orang terdekatnya.

"Mita..." keluh Niskala sambil menatap sahabatnya itu dengan lekat.

"Nis, aku bisa minta sesuatu ke kamu gak? Aku harap kamu gak akan keberatan soal ini dan... Dipta, aku juga minta tolong sama kamu..."

"Apapun bakal aku lakuin buat kamu, biar kamu semangat buat sembuh..." tukas Niskala dengan begitu yakin. Meski sebenarnya ia tahu jika hal itu sangat mustahil untuk terwujud. Tapi apa salahnya meminta satu keajaiban saja, pikirnya.

"Dokter Arya bilang, umur aku mungkin gak akan lama karena sakit aku udah stadium akhir. Kalau sewaktu-waktu ada hal buruk yang terjadi, kamu mau ya nguatin Dipta?"

Niskala menggeleng sambil mengernyit tak suka ketika mendengar penuturan Mita, begitu juga dengan Dipta yang kini mengerang kesal.

"Gak! Kamu gak akan kenapa-kenapa dan gak akan ada yang boleh pergi di antara kita!" elak Dipta dengan tegas namun suranya terdengar bergetar ketakutan. Pria itu tak ingin kehilangan seseorang yang dicintainya.

"Dipta bener Mit, gak akan ada yang pergi di antara kita semua. Aku yakin kamu bakalan sembuh! Aku yakin kamu bisa!" bentakan itu berasal dari Adam yang mulai frustasi melihat dan mendengar kalimat adiknya. Itu terdengar seperti Mita akan meninggalkan mereka semua.

"Mita, kamu pasti sembuh nak... anak gadisnya Bunda kan kuat, ya..."

Ada perasaan iri dalam diri Niskala yag muncul begitu saja ketika melihat reaksi ibu Mita yang menangisi anaknya. Memberi semangat kepada sang putri, satu hal yang tak pernah dirasakan oleh Niskala. Bahkan dia saja tak tahu bagaimana suara dan raut wajah ibu kandungnya.

Meskipun keluarga Mita juga memperlakukan dirinya seperti anggota keluarga mereka sendiri, Niskala tetap saja merasa kosong. Ia juga memimpikan sebuah keluarga yang hangat, satu hal sederhana yang tak pernah didapatkannya sejak kecil.

"We never know..." hanya itu jawaban yang mereka semua dapatkan dari Mita yang kini memejamkan kedua matanya. Menarik napas dengan berat seolah sebuah batu mengganjal jantungnya.

Bagaimana pun, mereka semua harus siap dengan apa yang akan terjadi setelahnya. Mereka tak bisa melawan takdir yang sudah membentuk jalannya sendiri. Bahkan rasanya kini berharap pada keajaiban tak akan ada gunanya.

*****

Malang, 07/04/2022

Jeng jeng jeng!!!

Kenalan yuk sama cerita romance kedua yang aku tulis di sela-sela cerita genre werewolf. Karena aku udah janji mau upload cerita ini, jadi ya udah sekarang aja.

Curhat dikit ya bund, sebenernya cerita ini terinspirasi dari seorang ibu, yang aku kenal & dateng ke mimpi aku. Beliau bilang gini, "Setiap pertemuan itu, pasti ada yang namanya perpisahan. Awal, udah pasti ada akhir. Tapi selama masih ada kesempatan, kamu bisa membuat awal baru yang lebih bahagia. Masalalu yang menyakitkan itu jangan dieluh-eluhkan terlalu lama."

Jadi ya, setelah mimpi itu langsung besoknya bikin draft cerita ini. Untuk jadwal updatenya menyesuaikan ya, aku gak bisa janji hari apa aja karena ceritaku yang satunya juga masih on going meski udah mau tamat.

Semoga kalian suka sama cerita ini...

See you...❤️

Continue Reading

You'll Also Like

15.3M 217K 8
Sudah terbit
2.7K 824 12
FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ _____________________ JUDUL AWAL : DEVANDRA ingin bahagia, membahagiakan dan di bahagiakan from : eona _____________________ �...
Garis Luka By Rani

Teen Fiction

11.3M 1.1M 49
"Lo suka sama gue kan?" Zeta mengangguk cepat dengan matanya yang berbinar. "Mau jadi pacar gue kan?" Zeta mengangguk lagi. Agra tersenyum, senyum...
262K 10.6K 35
TERSEDIA DI SHOPEE Mungkin kebahagian sedang tak bersahabat denganku Atau aku yang tak pantas untuk bahagia? Disaat anak-anak lainnya menghabiskan h...