With Him! ☑️

By afandima25

35.6K 3.8K 324

U Know Me?? More

I.
II.
III.
IV.
V.
VI
VII
VIII.
IX.
X.
XI.
XIII
XIV
XV.
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI

XII.

1.2K 153 9
By afandima25

Happy Reading.

*

"Kondisimu semakin baik"

"Syukurlah"

"Terima kasih"

"Ini bukan apa-apa"

"Jangan seperti itu. Aku tetap berterima kasih"

"Aku tau. Kembalilah"

"Dan kau?"

"Kau saja duluan"

*

Lelah, Aliya merasa tubuhnya remuk setelah semua aktifitasnya. Otaknya memang tidak diperas untuk berfikir tapi tubuhnya lelah atas semua aktifitasnya menjadi pelayan Cafe. Aliya menghela nafas pelan, tidak mudah menyibukkan diri. "Setidaknya aku masih berguna walaupun hanya pelayan"

Berangkat pagi pulang malam, sungguh luar biasa untuk Aliya yang tidak selalu hidup mewah dari kecil. Mencari uang nominal kecil untuk hidup. Tidak besar tapi cukup untuk membuang waktu membosankan ini.

Melirik jam dan sudah pukul 11.45 malam, hampir tengah malam dan Aliya belum membersihkan dirinya. Ya Tuhan. Berakhir bangkit dari tidurnya dan menuju kamar mandi. Aliya tidak punya pilihan lain, perlu mandi untuk istirahat yang nyaman.

15 menit Aliya keluar dari kamar mandi, dengan piama tipis. Siap untuk terjun ke alam mimpi, hari yang panjang bukan. Aliya harus bisa memanfaatkan waktunya sebaik mungkin untuk istirahat.

Walaupun besok libur Aliya tetap harus istirahat, besok pemilik Cafe ada acara dan Cafe tutup sehari, itu sebabnya Aliya libur. Cukuplah untuk meluruskan punggung dan istirahat. Aliya perlu belanja juga besok, isi kulkasnya kosong.

*

"Senang bekerja sama dengan Anda Tuan Yoo" Yoo Jisung tersenyum tipis mengangguk pelan, kerja sama dengan KJ Company, suatu keputusan yang besar untuk mencoba mencaritahu seluk beluk keluarga perempuan yang dicintai anaknya. Yah tidak bisa Tuan Yoo hanya diam menunggu Jimin saja. Harus ada pergerakan walaupun sedikit. Usaha.

"Semoga ini tidak mengecewakan" Yoo Jisung memang tidak suka terlalu banyak bicara. Hanya seperlunya dan sesingkat mungkin. Bukankah itu cara kerja orang cerdas.

"Saya usahakan tidak" Tuan Kim tersenyum ramah, sebenarnya rasa penasarannya menyeruak. Jelas dirinya coba tahan, Yoo Jisung dulu yang menghubungi perusahaanya untuk kerja sama. Tuan Kim tau jika ini pasti ada hubungannya dengan anaknya, tapi tidak mungkin langsung dirinya tanyakan. Akan terlihat memalukan sekali.

"Ah ya minggu depan ada acara ulang tahun perusahaan kami, saya harap tuan dan keluarga datang, saya akan merasa terhormat jika anda datang" cetus Yoo Jisung.

"Saya usahakan datang Tuan. Terima kasih atas undangannya"

*

Terbangun dengan sebuah tangan yang melingkar manis di pinggangnya, erat sekali sampai Aliya merasa sesak. Suara serak seperti orang baru bangun tidur. Aliya tidak mengira manusia ini akan datang dan ikut tidur bersamanya. Aliya fikir Laki-laki ini sudah mati karena tidak ada kabar setelah kepulangan mereka dari Hongkong.

"Kapan datang?" Aliya bertanya basa basi. Jimin tidak bangun-bangun dari tadi padahal sudah terbuka matanya.

"Jam 1 pagi. Aku lembur" Aliya tidak tanya lembur atau tidak. Hanya tanya jam, siapa juga yang menyuruh Jimin kerja lembur.

"Aku lapar Jim. Lepaskan ini" suara Aliya memelan, berharap laki-laki ini melepaskan diri. Nihil karena semakin erat.

"Aku lapar sialan" kata-kata kasar seharusnya menyadarkan Jimin. "Aku sudah pesan makan tadi. Tunggu saja, tidak usah cerewet" suara ketus Jimin membuat Aliya kesal sekaligus ingin memukulnya.

"Bilang dari tadi bodoh, jadi aku tidak perlu mendumel"

"Kau saja yang berisik, tidak tanya lagi"

"Jika kau disini hanya untuk bertengkar denganku lebih baik kau pergi. Aku tidak memiliki tenaga untuk bertengkar"

Jimin tau Aliya bekerja jadi pelayan, hanya saja enggan menegur. Biarkan saja, Jimin akan pura-pura tidak tau. Aliya harus menyadari jika tidak ada yang gratis di dunia ini. Bukan perhitungan hanya saja harus sadar diri. Toh Jimin tidak menagih ganti, Jimin memberikan dengan suka rela.

"Hem"

Makanan mereka datang setelah 30 menit ditunggu. Jimin memesan cukup banyak makanan untuk mereka berdua saja. Satu meja makan penuh, entah habis atau tidak nanti.

"Aku akan belanja setelah ini" lebih baik Aliya memberitahu Jimin, siapa tau laki-laki ini berkenan mengantar. Bisa saja Aliya membawa mobil Jimin hanya saja pasti tidak sopan. Ada supir gratis pasti menyenangkan dan hemat.

"Aku antar" Aliya tersenyum manis dan melakukan makannya. Mengabaikan Jimin yang terus saja menatapnya, menghela nafas lelah lalu meletakkan sendoknya. Jimin tidak tau akan sampai mana ini. Ayahnya sudah ikut campur.

Jimin tau jika ayahnya menjalin kerja sama dengan KJ Company. Entah apa alasannya, yang pasti Jimin yakin ada hubungannya dengan Aliya. Tua bangka itu memang tidak bisa diam.

"Ayahku mulai mencaritahu tentang mu" Aliya jelas mendongak. Jimin bilang apa tadi?

"Aku tidak bisa menahannya untuk diam saja. setelah 26 tahun baru kau yang ketahuan pergi denganku dan dia tidak akan tinggal diam saja. Kuharap kau tidak risih atau merasa terbebani" tidak ada cara lain, Jimin tidak mau Aliya kaget karena tiba-tiba diikuti oleh orang. Jimin tau bagaimana sikap ayahnya. Mudah sekali ditebak.

"Dan apa yang akan dia lakukan padaku? Minta tanggung jawab kartu kreditmu yang aku pakai"

Cetus Aliya menebak, tidak mungkin ayah Jimin tidak tau soal kartu kredit Jimin yang Aliya pakai. Kurang lebih ada hubungannya. "Kau bodoh atau apa sih? Bukan soal kartu kredit. Tapi kau yang dekat denganku dan mengenai hubungan kita setelah ini"

Aliya hanya mengangguk faham. Hubungannya dengan Jimin? Memang apa? Mereka tidak ada hubungan spesial. Apa orang tua Jimin mengharapkan lebih dari ini. Semisal hubungan menantu padanya?

Aih tidak mungkin, orang tua Jimin pasti selektif untuk memilih menantu dan dirinya? Perempuan tidak bisa diatur dan seenaknya sendiri. Tidak mungkin masuk kategori menantu. Lagi pula Aliya tidak berharap banyak dari ini. "orang tuamu tau latar belakang ku?"

"Hanya keluarga. Selebihnya tidak" ah jadi itu. Mereka tidak tau keburukannya dan harapan tipis untuk mengerti. Ah masa bodohlah, toh Aliya tidak berharap banyak.

"Biarkan saja. Lagipula aku tidak memikirkan apapun dan soal kartu kredit aku akan berusaha tidak memakainya banyak-banyak biar kau tidak rugi besar" hanya itu yang Aliya fikirkan.

"Terserah padamu"

*

"Yoo Jisung mengundang kita diacaranya dan Aliya ikut?" Tuan Kim hanya mengangguk pelan. Undangan yang jelas hanya saja tidak tau bagaimana caranya mengajak Aliya. Anak itu tidak akan mau ikut dalam acara formal.

"Aliya mau?" Tuan Kim mengangkat bahunya acuh, tidak tau karena belum bertanya. Kemungkinan tipis.

"Coba hubungi Aliya dan ajak dia. Yoo Jisung menyampaikan undangan sendiri dan dia ingin Aliya ikut"

"Apa ini ada hubungannya dengan Jimin?" Berhubungan dengan pertemuan mereka di Hongkong memungkinkan alasan Aliya diundang juga. Terlihat jelas.

"Kemungkinan besar ada. Bujuk saja dia"

*

Aliya tau jika kunjungan Jimin akan berakhir seperti ini. Mudah ditebak dan Aliya sudah memprediksi sejak pagi tadi. Basa basi Jimin terlalu mudah ditebak.

Terakhir diranjangnya dan pasti berantakan. Laki-laki mesum. "tunggu dulu" Aliya menghentikan Jimin yang akan masuk kedalam tubuhnya.

"Apalagi?" Kesal Jimin yang sudah menahan diri dari tadi. Tinggal sedikit saja mereka akan menyatu dan Aliya justru menahan dirinya.

Aliya merogoh tasnya dan mengeluarkan benda yang membuat Jimin melongo. "Pakai ini?" Ketua Aliya yang menyodorokan kondom pada Jimin. Mengabaikan wajah tolol Jimin sepenuhnya. Aliya antisipasi, beberapa hari ini adalah masa suburnya dan Aliya tidak mau kebobolan untuk kedua kalinya.

"Kau...."

"Pakai dan lanjutkan kegiatan kita tidak melakukan ini sama sekali"

Dalam hati Jimin ingin mengumpat Aliya, bagaimana bisa wanita ini memikirkan kondom dan kapan Aliya beli. "Aku sengaja memasukkan ini tadi saat belanja. Aku tau jika kunjungan ini akan berakhir seperti ini. Aku antisipasi" Jimin meraihnya dengan kasar. Memakainya dengan cepat dan kembali menarik kaki Aliya untuk terlentang dibawahnya.

"Dan aku pastikan kau tidak akan keluar dari kamar ini sampai besok siang" dan setelahnya Jimin menghentakkan kuat, masuk kedalam tubuh Aliya tanpa henti. Jimin akan balas dendam pada Aliya yang berani mengatur dirinya melakukan ini.

Wanita ini terlalu banyak memberikan batasan pada hubungan ini. "Terserah" Aliya pasrah seutuhnya. Anggap saja balas dendam padanya atau apa. Aliya tidak peduli, mau Jimin apakan yang penting Jimin mengenakan pengaman.

"Arrrhgggg...."

*

Aliya meraba nakas saat mendengar bunyi dari benda pipih itu, susah karena Jimin memeluknya dengan erat dan Aliya tidak bisa bergerak sama sekali. "Jim kendorkan sedikit, ada telfon" berusaha keras untuk meraih benda itu karena Jimin tidak bergerak sama sekali.

"Siapa?" Suara serak Jimin terdengar khas dan Aliya berhasil meraih ponselnya. Ternyata Ibunya.

"Ibu. Diam dulu kau" Jimin hanya bergumam dan memeluk erat Aliya kembali. Bersiap tidur lagi jelas, Jimin mengantuk.

"Ya bu?"

"Aku baru bangun. Kenapa?"

"Pesta?"

"Aku tidak janji untuk datang"

"Tapi.... Bu... Bu" Aliya harus menahan umpatanya karena telfonnya sudah mati duluan. Kebiasaan sekali wanita ini, selalu mematikan ponsel sepihak dan selalu saat Aliya protes.

"Kenapa?" Jelas Jimin terganggu karena Aliya berisik.

"Ibu. Dia memaksa untuk datang ke pesta" Cetus Aliya jengkel. Jimin membuka matanya dan menantap Aliya yang kesal. "Pesta? Pesta siapa?"

"Entahlah. Aku tidak tau, belum sempat menolak sudah dimatikan" Jimin terkekeh dan mengeratkan pelukannya.

"Kau tidak akan mati hanya karena datang ke Pesta sayang"

Untuk beberapa saat keduanya diam dan tidak terlibat dalam pembicaraan. Jimin masih sibuk memejamkan matanya, dan Aliya sibuk mendumel kesal.

"Kau tidak kerja?"

"Aku libur 3 hari" dan mata Jimin kembali terbuka. Menampilkan wajah polos Aliya yang ada didepannya, seolah bertanya apa?

Jimin langsung melempar selimut yang membungkus tubuh mereka dan menindih Aliya. "Belum siang kan?" Jimin melirik jam dan masih setengah sepuluh. Masih ada 2 jam untuk makan siang. Manfaatkan waktu sebaik mungkin.

"Apalagi?" Jengah Aliya karena Jimin sudah menarik pinggangnya dan memposisikan diri dengan baik. Apalagi dengan kakinya yang dibuka lebar. Laki-laki ini tidak lelah?

"Membuat anak" dan setelahnya Jimin menelusupkan kepalanya di pusat tubuh Aliya, sontak saja sang empu menggeliat dan menjepit kepala batu Jimin dengan kuat tidak lupa dengan desahan merdu yang terdengar nyaring di mulut Aliya. Jimin sialan.

Jimin menyeringai puas, Jimin pastikan akan balas dendam atas insiden kondom semalam. Aliya tidak akan merecoki dirinya lagi soal Kondom.

"Ughhhh....."

Aliya mudah terpancing dan Jimin mudah lepas kendali.

"Ahhh...."

Melepaskan diri dan memposisikan tubuh mereka untuk menyatu, tidak lupa dengan ciuman manis di bibir Aliya untuk beberapa detik dan menyatukan dengan perlahan.

"Jimhmmm...." Jimin suka wajah merah pasrah Aliya yang mendesah pasrah dibawah kendalinya. Mulut  terbuka lebar dengan suara merdu yang terus saja terdengar. Mengabaikan bibir Aliya dan menikmati bongkahan dada Aliya yang menggoda. Ukurannya semakin besar saja dan sangat tegang.

"Sialan kauhhh...." Mengabaikan umpatan Aliya dan terus saja mendesak masuk terus menerus. Keluar masuk dengan ritme yang semakin kuat, Jimin mengejar pelepasannya yang sempurna didalam tubuh Aliya.

Jimin ingin meledak dengan puas tanpa halangan karet sialan itu. Sepertinya Jimin akan membuat Aliya mabuk hingga tidak sadar lagi soal karet itu.

"Together....."

Tubuh Aliya terkulai dengan kepala mendongak keatas dan mata terpejam menahan nikmat, dirinya sampai bersama Jimin. Rasanya hangat!

Hangat?

Mata Aliya terbuka sempurna dan melihat Jimin yang tersenyum puas diatasnya. "Kau tidak menggunakan kondom?"

Jimin menunduk dan mencium bibir Aliya, menunjukkan wajah polosnya. "Tidak akan pernah" dan berikutnya terdengar desahan sekaligus umpatan Aliya karena Jimin kembali bergerak dengan kuat dan keras, memompa tubuh mereka tanpa tau aturan dan ritme dan jelas Jimin tidak mengenakan pengaman atau apapun itu.

"Yaaa....Yoo Jiminnnnnn...."

*

"Cantik sayang"

Aliya mengamati dirinya dicermin, memang cantik hanya saja Aliya tidak niat datang makanya wajahnya datar dan tidak berselera. Siapa juga yang mau datang ke pesta bodoh tersenyum seperti orang tolol selama acara dan bertemu orang-orang yang suka pamer.

"Ayo berangkat. Kita bisa terlambat" membenahi tatanan Aliya dan Nyonya Kim menariknya. Mereka memang bersama-sama memakai satu mobil. Nyonya Kim melarang Aliya mengenakan mobil sendiri karena yakin Aliya akan kabur ditengah jalan atau ditengah acara.

"Cobalah sedikit senyum" Aliya membuang wajahnya ke jendela. Mengabaikan perintah Ibunya. Siapa juga yang mau senyum kalau tidak ikhlas datang.

Tuan Kim tidak berkomentar, hanya diam melihat dua wanita yang sibuk dengan permintaan masing-masing. Kepalanya pusing, wanita memang merepotkan.

"Pesta siapa Bu?" Aliya bertanya setelah sampai ditempat, sebuah Hotel mewah dan Aliya yakin ini pesta orang kaya. Sangat kaya.

"Jimin tidak bilang padamu" mendengar nama laki-laki sialan itu sontak saja Aliya menatap polos ibunya. Kenapa nama Jimin disebut?

"Apa hubungannya dengan Jimin?"

"Ini pesta keluarga Jimin" mata Aliya membola lebar. Ibunya tidak salah ucap?

"Bu...."

"Tuan Kim" belum sempat Aliya bertanya lebih jauh seseorang memanggil ayahnya.

"Mati kau Aliya" itu Orang tua Jimin. Mampus saja Aliya.

"Kemana?" Tangan Aliya dicekal saat akan kabur. Astaga ibunya ingin dirinya dihakimi. "Buuu...."

"Akhirnya anda datang" Penyambutan yang ramah dan bersahabat. Keduanya berteguran layaknya orang akrab dan kenal lama.

Dalam hati Aliya mengumpat Jimin, kenapa tadi laki-laki itu tidak bilang. Sebelum datang kerumah orang tuanya mereka sempat bersama sampai sore di Kamar. Dan Jimin tidak mengatakan apapun. Laki-laki bisu.

"Maaf terlambat tuan. Wanita memang sedikit lama jika bersiap"

"Aku maklum. Ah ini putri anda" Aliya tersenyum kikuk dan menunduk hormat. Tidak tau mau bilang apa?

"Maaf dia kaku untuk orang yang baru ditemui" Yoo Jisung mengangguk pelan.

"Yah.. Kau?" Jimin yang datang untuk memanggil ayahnya terkejut saat melihat Aliya. Sontak saja Jimin melihat kaget ayahnya dan orang tua itu hanya tersenyum penuh arti. Jimin tau artinya.


"Ini putraku, pasti anda sudah mengenalnya kan" kekehan Tuan Yoo membuat mereka kikuk. Jimin pernah jadi pesuruh masalahnya.

"Aliya tidak tau jika ini pesta kami?" Aliya menggeleng pelan dan tersenyum tipis. Demi Tuhan Aliya tidak tau, jika tau Aliya tidak sudi datang. Sumpah.

Dan berakhir lah semuanya menjadi pembicaraan bisnis bagi kedua kepala keluarga ini. Aliya sibuk menunduk karena tidak tau harus melakukan apa. Sementara dua nyonya itu sibuk dengan sosialnya.

Tiba-tiba Aliya ditarik dan saat tau siapa yang menarik tangannya dirinya langsung diam. Jimin keparat.

"Kau sengajakan?"

"Kepalamu. Aku saja tidak tau jika kalian diundang" Aliya menghela nafas pelan, melihat reaksi Jimin tadi sepertinya memang Jimin tidak tau apa-apa.

"Kemana?" Aku mengajaknya naik lift entah kemana.

"Kamar"

"Kau gila?"

"Memang"

Keduanya sampai di lantai 10, reservasi kamar Jimin.


Aliya melepaskan diri dan duduk disana. Masa bodoh dengan gaun nya yang kusut. Jimin sendiri  langsung di sofa single di depan Aliya.

"Kau cantik" Aliya mendengus dan melemparkan sepatunya pada Jimin. Jimin tentu saja menangkapnya, tidak lupa dengan kekehanya.

"Tau ini pestamu tidak akan datang aku" maki Aliya dan melepaskan sepatunya yang sebelah. Kaki Aliya pegal menggunakan HighHeals.

"Benarkah" Jimin sakit dari duduknya dan berjongkok didepan Aliya.

"Buktinya kau datang" Jimin menaruh kaki Aliya diatas pahanya dan memijatnya perlahan. Reaksi Aliya langsung saja terlentang kebelakang. Aliya lelah.

"Entahlah. Aku seperti boneka" Aliya diam saat melihat wajah Jimin yang sudah ada diatasnya. Laki-laki ini sangat tampan dengan setelah jas. Aliya akui Jimin sangat menawan seperti ini. Terlihat dewasa.  Jemari Aliya mengusap wajah Jimin perlahan.

Jimin mengenakan matanya menikmati usapan Aliya. "Ayahmu sepertinya dalang semua ini" Jimin mengangguk, semakin menunduk dan mempertemukan bibir mereka, hanya beberapa detik saja.

"Aku tau"

*

"Kemana mereka?" Dua manusia yang ada dikamar jadi bahan pencarian, masalahnya dua-duanya tidak ada dan pasti pergi bersama. Anak-anak muda sekarang, tidak bisa ditinggal sebentar.

"Apa tidak ada pandangan untuk apa yang mereka jalani? Maksudku hubungan mereka?" Nyonya Yoo berbicara karena menurutnya Jimin dan Aliya sudah sangat jauh. Firasat seorang ibu tidak pernah salah.

"Maksud anda Nyonya?"

"Mereka, apa tidak ada jalan keluar untuk hubungan yang lebih pasti? Status yang jelas?"

Mereka sudah sama-sama dewasa dan tidak mungkin keduanya main-main saja. Mereka sudah sangat jauh dan Nyonya Kim tau mereka. "Entahlah, biarkan saja mereka yang bilang nanti. Sebagai orang tua kami hanya bisa menuruti apa yang mereka mau" Nyonya Kim tidak mau salah langkah lagi. Kejadian Alisha menjadi pembelajaran dan dirinya tidak akan mengulangi di Aliya.

"Kami faham"

To be continued

Continue Reading

You'll Also Like

215K 23K 43
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...
32.3K 1.1K 23
Hancur sudah hidupnya. Setengah usia ia habiskan untuk menderita? Adilkah? Hanya karena tidak sengaja mengotori pakaian seorang pemuda, Leonora tidak...
57.6K 6K 27
Dia gadis ceroboh, pelupa, dan pembuat onar. Hari itu ia mendadak dipindahkerjakan ke sebuah perusahaan raksasa bertitel Genius Inc. Aneh? Memang. Ka...
417K 30.7K 40
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG