Perjuangan tidak akan berhenti hanya karena dua hati tak bersatu lagi
***
Sepasang netra hitam tidak hentinya menatap gelisah rumah besar milik sang musuh yang selama ini sangat dia benci.
Entah keberanian dari mana lelaki pemilik mata gelap itu datang ketempat yang dulu sangat sering dia kunjungi,ya dulu sebelum terjadi tragedi itu dan sekarang hanya status musuh yang mereka sandang. Tapi sepertinya sejarah baru akan dimulai lagi malam ini.
Melihat pintu yang tiba-tiba terbuka membuat lelaki bermata gelap tadi langsung kelabakan ditempatnya, sudah pasti dirinya ketangkap basah sedang berdiri dipekarangan rumah musuhnya.
"Arzou? Lagi apa disitu kenapa tidak masuk,"ucap wanita berumur empat puluhan dengan senyum ramahnya.
Zou seperti kehilangan separuh kesadaran, kakinya berat untuk melangkah dan mulutnya seakan terkatup rapat.
Wanita tadi mendekati dirinya dan mengajaknya masuk.
"Tante senang sekali kamu mau datang kesini lagi. Kamu sudah besar ya, Tante sampai pangling,"cecar wanita itu seraya menyuruhnya duduk.
"Cari Marcell ya,"tebak wanita itu tersenyum senang.
Zou hanya diam tapi wanita tadi malah pergi, sepertinya memanggil putranya.
Kedua matanya sibuk menelusuri setiap jengkal bagian rumah yang menurutnya tidak berubah sama sekali, baik tata letak sampai barang dan perabotan. Semua masih sama seperti tiga tahun yang lalu saat dirinya masih sering berkunjung kerumah ini.
Tiga tahun bukanlah waktu yang lama,tapi bagi mereka yang menjalani terasa sangatlah lama apalagi tidak pernah bertegur sapa ataupun saling menatap terasa seperti orang asing walau sebenarnya saling mengenal.
Mungkin memang ini sudah saatnya menyudahi permusuhan dan kebencian. Memulai kembali pertemanan yang sempat terhalang oleh waktu.
"Zou."
Merasa dipanggil Zou menoleh memperhatikan Tati--mama Marcell yang kembali menghampirinya.
"Langsung ke dalam aja, Marcell lagi sibuk sama gamenya,"kata wanita itu sambil berjalan kearah dapur.
"Zou langsung pulang aja ya Tante."
"Jangan! Udah masuk aja. Biasanya kan gitu,"bujuk Tati mengingat masa itu.
Zou menghela nafas malas, sepertinya memang dia yang harus memulai menyudahi perselisihan antara mereka.
Dengan langkah gontai dia mulai menuju tempat Marcell biasa bermain game. Bahkan semua ruangan masih sangat hafal diingatanya.
Melihat Marcell yang sedang sibuk dengan stik game ditangannya, reflek Zou menarik nafas dalam-dalam menetralkan wajahnya yang tegang.
"Sibuk bener."
Sangat familiar dengan suara dibelakangnya, Marcell langsung menoleh memastikan siapa tamu yang dimaksud ibunya tadi.
Saat netra keduanya saling bertemu stik game ditangannya langsung terjatuh dilantai seketika keheningan menyelimuti, rasanya aneh tapi jujur dia merindukan temannya yang satu itu.
"Ngapain lo kesini?"tanyanya ketus.
Mengabaikan itu Zou langsung mendaratkan tubuhnya disamping Marcell.
Marcell menatapnya sinis dan segera mengambil stik game yang terjatuh tadi.
"Siapa yang nyuruh duduk?"
"Emang gak boleh."
"Terserah,"gumam Marcell pelan.
"Rumah lo gak berubah ya,"kata Zou sambil celingukan.
"Iyalah. Emang elo gampang banget berubah."
Zou terkekeh,"mana stik game buat gue. Masak cuma liatin lo doang."
Marcell terdiam, membanting stik game ditangannya dan menatap sengit Zou.
Kenapa Zou menyerang dirumah seperti ini,sama saja mengepung kandang lawan.
"Maksud lo apa sih? Sengaja datang kerumah gue dan mau nyerang gue langsung. Gue males berantem sama elo ya. Jangan mentang-mentang didepan ada nyokap gue terus lo bisa seenaknya!"cecar Marcell ketus.
Zou menautkan alisnya tidak mengerti,"apaan si lo gue gak ada ngajak ribut. Lo aja yang emosian."
"LO PIKIR GUE--,"
"Seru banget ngobrolnya ya. Maklum udah lama gak ketemu kan." Suara ibunya yang baru masuk membuat Marcell memalingkan wajah, apa tadi kata ibunya, ngobrol? Yang benar saja.
Tati meletakkan jus jeruk yang tadi dia buat dan stoples cemilan dihadapan mereka. Rasanya senang melihat anaknya bisa bertemu dengan teman lamanya, pasti Marcell sangat merindukan Zou.
"Tante keluar dulu ya."
Setelah memastikan ibunya benar-benar pergi, Marcell dan Zou saling melirik penasaran. Seperti anak kecil yang bertengkar karena berebut mainan.
Tak lama keduanya sama-sama tersenyum dan saling menatap satu sama lain. Tidak tahan dengan kelucuan yang terjadi, keduanya tertawa bersama menertawakan diri sendiri yang selalu bertingkah konyol jika bertemu.
Marcell menepuk pundak Zou kuat sampai membuat cowok itu terguling. Melihat Marcell lengah Zou gantian memukul punggungnya kuat.
Keduanya saling melepas tawa seakan lupa dengan apa yang sudah terjadi.
Zou mengulurkan tangannya,"sorry ya Cell." Ucapnya tulus.
Bukanya menjawab Marcell malah menarik tangannya, mereka berpelukan untuk sekian lamanya.
"Gue yang minta maaf Zou. Gue emosian banget sampai kalap kalau liat elo."
"Udah lama banget gue gak ngobrol santai sama lo. Pasti selalu pake urat kalo kita ketemu,"ujar Zou seraya menegak minumannya.
"Kaya bocah ya kita,"sahut Marcell tersenyum geli,"jujur gue capek berantem sama lo,"kata Marcell terkekeh.
"Sama gue juga. Sampai meregang semua otot gue,kalau kita adu jotos."
Lagi-lagi keduanya tertawa, mengingat kebodohan mereka.
Setelah lelah bermain dengan takdir akhirnya mereka menyerah dan mulai berdamai, seperti yang Naya harapkan selama ini.
"Naya pasti seneng kalau tau kita baikan. Soalnya dari dulu dia selalu berharap gue sama lo bisa damai, bahkan setelah elo sama dia putus Naya tetep Keukeh nyuruh gue baikan sama lo,"jelas Marcell tersenyum getir.
Zou tidak menyangka jika Naya selalu memikirkan dirinya, gadis itu terlalu baik untuk terus disakiti.
"Tapi jangan sampai semua orang tau kalau kita udah damai ya Zou,"peringatan Marcell menatap serius.
"Kenapa?"
"Ya males aja kalau nanti kita jadi bahan gosipan."
"Bagus dong. Jadi trending topik Kartika Nusa,"jawab santai Zou.
Keduanya lantas terdiam membiarkan keheningan menyelimuti mereka. Ada sesuatu yang ingin Zou minta tapi takut jika Marcell marah lagi.
"Cell."
"Apa."
"Gue boleh minta tolong gak."
Marcell memincingkan mata,"boleh lah. Tapi jangan aneh-aneh."
"Tolong bantu memperbaiki hubungan gue sama Naya!"
Marcell terdiam, rasanya tidak sanggup merelakan gadis yang dia cintai diam-diam itu harus bersama dengan lelaki lain.
Tapi akan lebih egois jika dirinya tidak membantu Naya menemukan kebahagiaannya. Karena Zou adalah sumber bahagia dan cinta Naya.
Setelah berfikir keras akhirnya Marcell mengangguk mengiyakan,"tapi inget jangan lo sakitin lagi. Apalagi lo tinggalkan dia. Dan jaga baik-baik lupakan Anas dan belajar menerima dia apa adanya."
Zou memberi hormat, apapun akan dia lakukan demi mendapatkan cinta sejati dan ketulusan hati Naya.
***
Naya berulang kali menghapus ketikan dilayar laptopnya karena salah mengetik pencariannya di google. Semua referensi pelajaran dia pelajari baik dari buku ataupun dari internet.
Akhir-akhir ini dia terlalu menyibukkan diri dengan pelajaran. Pulang sekolah langsung belajar, siang juga belajar bahkan sampai malam dia disibukkan dengan pelajaran.
Dia bertekad pada dirinya jika diwisuda perpisahan nanti ingin namanya dipanggil karena meraih nilai tertinggi, mungkin dengan itu dia dapat membuktikan pada ibunya jika dia bisa berprestasi dan tidak memalukan.
Belakangan ini sikap ibunya juga sedikit baik, iya hanya sedikit. Menurut Naya tidak ada bentakan dan tatapan sinis adalah bentuk kasih sayang. Tapi jika perlakuannya tetap sama yaitu tidak perduli setidaknya itu lebih baik dari sebelumnya.
Sidar yang membawa segelas susu hangat dan roti hanya memandang Naya dari balik pintu kamarnya yang sedikit terbuka.
Naya terlalu sibuk belajar sampai lupa akan kesehatan, bahkan makan pun jarang. Bukan khawatir hanya saja Sidar malas harus membawa kedokter.
"Kenapa enggak langsung masuk aja ma."
Sidar terlonjak kaget, hampir saja nampan ditangannya terjatuh karena Nara.
"Kamu saja yang masuk dan berikan ini. Katakan padanya untuk istirahat setelah selesai belajar."
Setelah memberikan nampan berisi segelas susu dan roti isi,Sidar lantas pergi. Bisa besar kepala jika Naya tau.
Nara tersenyum senang, sebenarnya Mama sangat menyayangi Naya tapi entahlah kenapa sulit sekali memperlihatkannya.
"Jangan lupa makan entar lo sakit Naya,"cecar Nara meletakkan nampan disamping laptop Naya.
"Makasih Nara."
"Langsung tidur ya udah malam."
Nara berjalan keluar, ternyata Naya sangat serius berubah rajin belajar. Padahal ini bukan kebiasaan Naya.
Karena sifat asli gadis itu yang pemalas dan tidak perduli.
________________________
See you again 😘
29/05/2021