Secret | Treasure ✓

By rvelie

233K 53.1K 9.8K

[TERSEDIA DI SHOPEE] "Ada kasus pembunuhan berantai yang terjadi di antara dua belas remaja di sana." --- Sej... More

CAST
PROLOG
Part 01
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
EPILOG
❗ Explanation
VOTE COVER
[ PRE ORDER ]

Part 16

4.2K 1.1K 192
By rvelie

Sore ini, Jihoon, Yoshi, dan Junkyu pergi ke taman komplek, berniat bermain skateboard di sana. Tapi yang bermain hanya Jihoon dan Yoshi, Junkyu justru duduk manis di salah satu kursi taman karna ia tak mengerti cara memainkan papan beroda itu.

Saat Jihoon dan Yoshi sedang duduk bersama Junkyu untuk beristirahat, mereka bertemu dengan Jaehyuk, Asahi, dan Haruto yang baru datang ke taman untuk jalan-jalan.

Keenam lelaki itu mengobrol sebentar, sampai kemudian Jihoon dan Yoshi melanjutkan permainan, dengan Haruto yang ikut bersama mereka karna ingin bermain juga.

Jadi tersisa Junkyu, Jaehyuk, dan Asahi di sana.

"Kenapa, Bang?" Jaehyuk menyadari jika Junkyu baru saja menatapnya dengan tatapan aneh.

"Nggak papa, emang gue kenapa?"

"Lo barusan ngeliatin gue kayak nggak suka gitu."

"Emang nggak suka." Junkyu berterus terang, dan nampak tak merasa bersalah usai mengatakan itu.

"Kenapa?"

"Masih nanya?" Junkyu menatap Jaehyuk tajam. "Lo itu udah ngebunuh dua temen gue."

Tangan Jaehyuk terkepal, emosinya mulai tersulut karna ucapan Junkyu.

Sepertinya, Junkyu masih sangat mencurigainya.

"Kenapa sih lo securiga itu sama gue?" Jaehyuk nampak kesal sekaligus lelah karna Junkyu terus mencurigainya. Padahal yang lain sudah tak separah itu.

"Gue udah pernah bilang alasannya."

"Gue juga udah pernah bilang kalo tuduhan yang tertuju ke gue itu belum jelas, Bang."

"Terus kenapa? Itu nggak ngerubah pemikiran gue. Gue tetep yakin lo pelakunya, nggak suka?"

"Siapa yang suka kalo dituduh ngebunuh temen sendiri?"

"Kenyataannya emang gitu, kan?"

"Jaga omongan lo, gue punya batas kesabaran," tukas Jaehyuk penuh penekanan, wajahnya berubah serius. Dan Junkyu dapat merasakan adanya amarah yang membara dalam nada suaranya. "Jangan sampe lo beneran gue bunuh."

Junkyu membeku, kaget mendengar perkataan Jaehyuk. Ia mendadak ciut, keberanian yang ia tunjukkan mendadak hilang dan berganti takut.

"Jae—"

"Lo nuduh gue pembunuh, kan?" Jaehyuk kembali bersuara, mengabaikan Asahi bahkan sebelum lelaki itu selesai bicara. "Mau gue bunuh beneran?"

"Jaehyuk, udah." Asahi menarik Jaehyuk mundur, menjauhkannya dari Junkyu untuk menghindari terjadinya hal yang tak diinginkan. Bagaimanapun juga, orang yang sedang dikuasai emosi itu berbahaya, ia bisa lepas kendali. "Ayo kita pulang."

"Tapi—"

"Tahan emosi lo, jangan ngomong sembarangan, bahaya. Omongan lo bisa jadi boomerang buat diri lo sendiri," bisik Asahi, berniat mengingatkan Jaehyuk untuk mengotrol diri sebelum lepas kendali.

Jaehyuk terdiam, perlahan ia melunak, emosinya mulai mereda. Jaehyuk sadar, apa yang ia ucapkan tadi salah dan bisa menyulitkan dirinya sendiri. Ia terbawa emosi hingga mengucapkan kalimat menyeramkan tanpa dipikir dahulu.

Jaehyuk melirik Junkyu yang masih duduk di kursinya, namun Junkyu justru memalingkan pandang ketika Jaehyuk menoleh ke arahnya.

Jaehyuk sadar, Junkyu nampak ketakutan sekarang, dan itu pasti karna kalimatnya tadi.

"Udah, ayo pulang."

Asahi merangkul bahu Jaehyuk, lalu mengajak temannya itu pergi dan meninggalkan Junkyu sendiri tanpa mengatakan apa-apa. Bahkan mereka juga meninggalkan Haruto yang ikut bersama mereka tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

••••

Junkyu duduk seorang diri di kamarnya, tak berencana untuk pergi ke mana-mana atau melakukan apapun. Bahkan ketika Yedam mengajak untuk membahas tentang kelanjutan rencana mereka, Junkyu menolak karna tak bersemangat. Yang ia inginkan sekarang hanya tidur dan mengistirahatkan pikiran, namun tak bisa. Karna setiap ia memejamkan mata, perkataan Jaehyuk tadi sore akan kembali terlintas di benaknya.

Perkataan Jaehyuk yang terdengar seperti ancaman itu, membuat Junkyu takut. Karna bagaimana jika Jaehyuk benar-benar serius dengan ucapannya? Junkyu bisa mati, dan ia tak mau itu terjadi.

"Pusing." Junkyu merasa kepalanya mulai berdenyut karna terus memikirkan banyak hal.

Junkyu bangkit berdiri, berjalan menuju jendela untuk melihat bintang di langit, berharap itu bisa sedikit menenangkan pikiran. Namun bukannya melihat bintang, Junkyu justru melihat seorang lelaki sedang berjalan sendiri di seberang jalan.

Lelaki itu memakai topi dan jaket hitam, mungkin nyaris tak terlihat oleh Junkyu apabila dia tak melintas di bawah lampu jalan, karna pakaian yang ia pakai seolah menyatu dengan gelapnya malam.

"Dia mau ngapain jam segini di luar?" gumam Junkyu, entah bertanya pada siapa karna di sana hanya ada dirinya sendiri.

Junkyu curiga pada lelaki yang merupakan salah satu temannya itu, namun ragu untuk mengikuti karna takut terjadi sesuatu. Tapi akhirnya, Junkyu bergegas mengambil jaket dan turun dengan secepat kilat sebelum kehilangan jejak sang teman.

Junkyu merasa, ada yang tak beres. Siapa tahu, ia bisa menemukan sesuatu jika mengikuti temannya itu, kan?

Junkyu mengikuti lelaki itu dengan hati-hati, beberapa kali ia bersembunyi ketika merasa temannya itu akan menoleh ke belakang. Hingga akhirnya, Junkyu kehilangan jejak.

"Dia ke mana?"

Junkyu menoleh ke sekeliling, mencoba mencari keberadaan sang teman. Tapi tak ada, ia benar-benar kehilangan jejak.

"Sial."

Junkyu mendengus kesal, lalu hendak kembali ke rumah karna sudah kehilangan jejak. Tapi ketika mendengar suara kucing yang cukup nyaring, Junkyu menghentikan niat untuk pulang dan melangkah mendekati asal suara yang sepertinya tak terlalu jauh.

Langkah Junkyu membawanya pada sebuah taman di bagian sudut komplek. Taman yang tak pernah didatangi orang-orang karna lokasinya terlalu jauh, hingga jadi tam terawat dan ditumbuhi banyak tumbuhan liar.

Suara kucing terdengar jelas dari dalam taman, membuat Junkyu penasaran apa yang terjadi padanya.

"Jangan-jangan kesangkut ranting tanaman," terka Junkyu, lalu bergegas masuk ke dalam taman untuk menolong.

Junkyu melirik ke semak-semak, mencari keberadaan kucing tersebut. Hingga akhirnya ia menemukan sesuatu yang membuatnya nyaris pingsan karna terkejut.

Teman yang sejak tadi ia cari, ada di bawah salah satu pohon besar, sedang menyayat perut seekor kucing kecil yang kaki dan tangannya telah terluka parah karna mengeluarkan banyak darah.

Jadi, dia sang pembunuh kucing itu. Apa mungkin, dia juga pembunuh Mashiho dan Doyoung?

Junkyu mengeluarkan ponselnya dengan tangan bergetar, hendak memotret perbuatan kejam temannya itu sebagai bukti agar ia tak bisa mengelak dari tuduhan Junkyu nanti.

Namun sial, flash di ponsel Junkyu menyala, membuat keberadaannya diketahui oleh sang pelaku.

"Bang Junkyu?" Lelaki itu nampak kaget sekaligus panik ketika melihat keberadaan Junkyu. "Lo—"

Belum sempat ia selesai bicara, Junkyu sudah berlari pergi untuk menyelamatkan diri sekaligus bukti yang ia punya. Tak masalah jika ia hanya mendapat satu foto, yang penting ia punya bukti untuk membuat semua orang percaya padanya nanti.

"AAAKHH!"

Junkyu mengerang sakit ketika punggungnya ditusuk dengan sesuatu yang tajam, membuat tubuhnya ambruk saat ia baru saja keluar satu langkah dari taman tak terurus itu.

"Kenapa lo bisa ada di sini?" Lelaki tersebut menduduki tubuh Junkyu dan mengarahkan pisaunya yang berlumuran darah tepat di depan wajah sang teman, membuat Junkyu membeku karna takut diserang apabila memberontak. "Lo ngikutin gue?"

"Iya." Junkyu berterus terang. Berbohong juga percuma, ia sudah tertangkap basah.

"Lo liat apa yang gue lakuin tadi?"

"Iya, gue liat lo ngebunuh kucing nggak bersalah itu." Junkyu kembali berterus terang, dengan jantung yang semakin berdebar kencang karna pisau di hadapannya terasa kian dekat. "Lo psikopat."

"Baru tau? Udah lama kali."

Junkyu terperanjat. "Jangan bercanda."

"Lo liat sendiri apa yang gue lakuin tadi, kan? Gue suka ngeliat kucing itu kesakitan."

"Lo gila." Junkyu nampak emosi, tak menyangka jika ia mempunyai teman sekejam itu. "Gue bakal aduin lo ke semua orang, gue punya bukti."

"Lo pikir gue bakal biarin itu terjadi?"

"Lo nggak bisa ngehentiin gu—AAKH!"

Junkyu menjerit ketika pisau menggores pipi kanannya, hingga mengeluarkan darah segar karna lukanya yang cukup dalam.

"Lo kebanyakan ngomong." Lelaki itu bergantian menggores pipi kiri Junkyu, kali ini dengan luka yang lebih dalam hingga pisau nyaris menembus masuk dalam rongga mulut. "Lo pernah denger pepatah 'mulutmu harimaumu', nggak? Itu cocok sama lo."

Lelaki itu kini menempatkan pisaunya di atas bibir Junkyu dengan posisi tegak, lalu menekannya dengan kuat hingga bibir atas dan bawahnya terbelah pada posisi vertikal.

"Gue nggak pernah berniat untuk bunuh lo, tapi lo terlalu menganggu gue dengan mulut lo ini," katanya sambil menunjuk bibir Junkyu yang kini dibanjiri darah. "Seandainya lo nggak sibuk ngurusin urusan orang lain, lo nggak bakal celaka kayak gini."

Junkyu tak menjawab, karna tidak sanggup. Bibirnya terlalu sakit hingga suara tak dapat keluar, yang bisa ia lakukan hanya menangis dan terus memanjatkan doa dalam hati, berharap ada yang datang untuk menolongnya sebelum teman gilanya itu mencabut nyawanya malam ini.

"Kenapa nangis? Perasaan biasanya lo sok jago banget, berasa pahlawan." Lelaki itu mulai memainkan pisaunya di dada Junkyu, memberikan banyak goresan hingga kaos dan kulitnya sobek.

Air mata Junkyu kian deras, tubuhnya benar-benar sakit sekarang, ia merasa seperti sedang dalam proses pencabutan nyawa.

"Gue capek ngomong. Jadi langsung aja, ya?"

Lelaki itu mengangkat pisaunya tinggi-tinggi, lalu menancapkannya tepat di dada Junkyu hingga darah segar keluar dan mengotori pakaiannya sendiri. Hal itu ia lakukan berulang kali hingga Junkyu menghembuskan napas terakhir dan menutup mata, menandakan jika jiwanya telah meninggalkan raga untuk selamanya.

Lelaki itu kembali menusuk kedua pipi Junkyu hingga pisau benar-benar menembus rongga mulut, lalu memainkan pisaunya di dalam sana secara asal hingga membuat bagian dalam mulut Junkyu terluka parah dan mengeluarkan banyak darah.

"Akhirnya lo bisa diem untuk selamanya, Kim Junkyu."

Lelaki itu lantas berdiri dan mengambil ponsel Junkyu yang terkapar di atas jalan, lalu melangkah pergi dengan santai, tanpa merasa berdosa atas apa yang telah ia lakukan.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 221K 55
Solidarity M Forever! Semua tahu jika slogan itu sudah menggema dari Teknik Mesin berarti akan ada warga mesin yang baru. Ya, setiap mahasiwa baru Te...
4.7M 496K 61
[NOVEL DAPAT DIBELI DI CLOUDBOOKSPUBLISHING] Bagi Luna, kebahagiaan nya cuma Gerhana, cowok jutek yang selalu menolaknya. Cowok yang membuat Luna ing...
9.8M 886K 51
#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap har...
2M 254K 39
"Pembunuh tetaplah pembunuh. Maka sebagai gantinya, kau juga harus mati." "Harusnya kau yang mati, lantas kenapa harus dia?" "Semua ini karena kau!" ...