˗ˏˋ ❲ restraint; c. kai ❳ ˎˊ˗...

pwikachwu द्वारा

3.3K 627 137

❝ Chisaki Kai menyelamatkannya dari kehidupan lamanya yang memuakkan. Harus dengan apa (Name) membalasnya? Ap... अधिक

✨ Pemberitempean✨
ᴘʀᴏʟᴏɢ
sᴀᴛᴜ
ᴅᴜᴀ
sᴘᴇsɪᴀʟ

ᴛɪɢᴀ

523 117 37
pwikachwu द्वारा

(Name) tidak berbohong tentang penulis novel yang akan mengadakan jumpa penggemar. Secara tak sengaja ia melihat pengumuman itu saat perjalanan pulang.

"(Name), kami sudah menemukan tempat Chisaki." Suara Deku menyadarkan (Name).

Hari ini (Name) kembali bertemu dengan Deku. Tapi kali ini ia datang sendiri, tanpa Lemillion.

Ia mendongak. "Maaf, aku tidak membantu.."

Deku menggeleng, "tidak apa. Kami akan menyelamatkan Eri-chan besok."

"Besok? Apa tidak terlalu cepat?" Katanya pelan, namun masih terdengar.

"Tidak, kalau lebih lama lagi. Kasihan Eri-chan."

"Oh, iya. Eri.."

"Jadi, (Name). Apa yang akan kau lakukan?"

"Kalau aku membantu kalian, apa yang akan terjadi pada Chisaki-san?" Gumam (Name).

***

(Name) melangkahkan kakinya pelan di lorong rumahnya. Ketika ia hendak berbelok, suara percakapan dua orang menghentikan langkahnya.

"Besok aku akan membawa Eri dan (Name). Suruh yang lain untuk menahan para hero." Itu suara Chisaki.

(Name) diam, masih tak bergerak. Mendengarkan.

"Baik, Tuan Muda."

"Oh, kau sudah pulang?" Chisaki melihat (Name), menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan. Berharap ia tidak mendengarkan percakapannya.

(Name) mengangguk, menunjukkan buku yang dipegangnya, "aku mendapatkannya." Tersenyum cerah.

Mengerjap, ia bertanya ketika sadar Chisaki masih menatapnya.

"Ada apa, Chisaki-san?"

"Ah, tidak.." Chisaki mengusap tengkuknya. Sepertinya (Name) tidak mendengarnya.

Beruntung.

"Kau, setelah ini aku mau bicara. Ikuti aku." Chrono mengarahkan pandangan tajam pada (Name).

Baiklah, (Name) juga sudah menduga ini akan terjadi. Ia mengangguk. Menyejajari langkah Chrono yang sudah berjalan lebih dahulu.

Chisaki dengan cepat mencekal tangan (Name). "Ada apa dengan Chrono?"

"Ti.. tidak.. bukan sesuatu yang penting.." dengan cepat memutus kontak mata.

Tidak mendapatkan jawabannya dari sang gadis, kini sepenuhnya Chisaki memusatkan perhatiannya pada Chrono.

Terdengar Chrono menghela napas panjang. "Aku menyuruhnya memberikan laporan,"

"Laporan apa?" Matanya memicing.

"Tentang Eri."

***

Dengan syarat tidak boleh berlama-lama dan segera kembali, kini ia berada di ruang perawatan.

Ruangan serba putih. Hanya ada (Name) dan Chrono disini. Duduk berhadapan dipisah oleh meja kayu.

(Name) menunduk sedikit takut, "maaf, laporan tentang Eri—"

"Tentu saja itu hanya alasan. Apa kau memang bodoh?" Chrono melepas topeng wajahnya.

"Langsung ke intinya saja. Apa yang akan kau lakukan?" Sambungnya tegas.

(Name) diam. Sebenarnya ia sudah sedikit menduga topik ini.

"Yang Chisaki-san lakukan itu.. salah, kan?" Ucapnya lirih.

"Tuan Muda hanya ingin membangkitkan Shie Hassaikai kembali. Itu tidak salah, bukan?"

"Ta-tapi.. caranya itu salah! Eri tidak salah apa-apa!" (Name) menghentakkan kakinya sedikit kesal.

"Apa kau akan melaporkan ini pada Chisaki-san?" Tatapannya berubah sendu, ia tersenyum miris.

Sejujurnya Chrono masih belum menemukan jawabannya. Mengapa Chisaki masih membiarkan gadis ini di sampingnya. Padahal ia sendiri tidak menginginkan (Name) mengetahui yang sebenarnya.

Lalu, untuk apa?

Kalaupun Chrono melaporkan hal ini, kemungkinan yang dilakukan Chisaki ada tiga. Tidak percaya. Menanyakan secara langsung pada (Name), atau yang lebih parah, Chrono sendiri bisa-bisa dibongkar.

"Entahlah.." hanya itu yang bisa dikatakan Chrono sekarang.

(Name) tidak menjawab lagi, matanya berkaca-kaca sekarang. Kalau ia memutuskan membantu Eri, Chisaki akan terkhianati.

Ia membalas semuanya dengan pengkhianatan?

Dengan kesal (Name) keluar, ia sedikit membanting pintu. Lalu menyeka ujung mata yang berair dengan lengan bajunya.

Baru saja ia hendak berbelok di lorong menuju ruangannya, tubuhnya menabrak seseorang.

Mood-nya sedang buruk saat ini, membuatnya hendak memaki siapa yang beraninya menghalangi jalannya.

"Ah, siala—" matanya seketika melebar. Ia memperbaiki posisi berdirinya.

"Chi..Chisaki-san!"

(Name) buru-buru menundukkan kepalanya, menyembunyikan bekas air matanya.

"A..ada apa.. Chisaki-san?" Suaranya sedikit bergetar.

Sudah berapa kali (Name) memutus kontak mata ketika maniknya bertemu dengan milik Chisaki?

Chisaki tidak suka itu.

Dengan satu gerakan cepat, ia mengangkat dagu (Name), menatapnya langsung ke manik sang gadis. Seolah mencegahnya mengalihkan pandangan.

(Name) reflek hendak mengangkat lengannya untuk menghapus bekas air mata. Namun gerakan tangan Chisaki lebih cepat, ia menangkap lengan gadis itu menggunakan tangannya yang bebas.

"Chisaki-san..?"

Iris emas Chisaki menatap lekat wajah (Name). Maniknya menangkap bekas kemerahan di ujung mata (Name).

Ia memutar bola matanya dengan gusar. "Chrono melakukan apa padamu?" Suaranya memberat.

"Ti.. tidak.. Chrono tidak.. melakukan apapun.." (Name) menggigit bibir bawahnya.

"Lalu?"

"A..aku.. mataku—"

"Jangan kau pikir aku akan percaya dengan alasanmu kali ini, (Name)."

(Name) meringis dalam hati. Ia tidak mungkin menceritakan dengan jujur alasannya menangis bukan?

"Aku.. tidak apa, Chisaki-san.." hanya itu yang bisa ia katakan.

"Chrono, benar tidak melakukan atau mengatakan apapun padamu?"

(Name) mengangguk.

"Maaf sudah berbohong, Chisaki-san."

Chisaki menghela napas, ia menyerah, melepaskan lengan (Name). "Besok, kita pergi."

"Pe-pergi.. kemana?"

"Menghindar dari para orang gila yang akan menyerang tempat ini." Desisnya.

"Jadi seperti itu kau menganggap para pahlawan, Chisaki-san."

***

Pagi keesokan harinya, ketika matahari menampakkan diri, disaat langit masih dengan semburat birunya, (Name) sudah berada di depan ruangan Chisaki.

Ia sudah memilih jalannya sendiri kali ini.

Perlahan, ia mengetuk pintu. (Name) tahu Chisaki tidak kembali ke kamarnya kemarin malam. Maka sebelum Chrono menemui Chisaki, ia akan menemuinya lebih dulu.

Pintu berderit terbuka, Chisaki menatap heran sosok (Name) yang berada di ambang pintu.

"Chisaki-san.. aku.. mau bicara, sesuatu.."

Walaupun sempat bingung, Chisaki akhirnya membiarkan (Name) masuk.

Sementara Chisaki kembali duduk di meja kerjanya, (Name) masih berdiri.

"Duduklah, apa yang mau kau bicarakan?"

(Name) masih tidak bergeming, ia menautkan jari-jari tangannya, gugup. Kemudian melangkah menuju tepat di samping Chisaki.

"Chi.. Chisaki-san.. aku.. terima kasih kasih telah membawaku kemari!" Ia membungkukkan badannya.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang kau inginkan? Kau tidak pernah begini sebelumnya." Chisaki memutar kursinya menghadap (Name).

"Te.. terima kasih sudah baik padaku! Terima kasih atas semuanya! Aku.. benar-benar berterima kasih!" (Name) mengangkat kepalanya, maniknya bertatapan langsung dengan milik sang lelaki.

Chisaki memijit keningnya. Bingung? Tentu saja. Pertama kalinya ia menghadapi (Name) seperti ini.

"Kau.. ke— ah, tidak. Kau menginginkan sesuatu?" Chisaki menyimpulkan perbuatan (Name) dengan suatu hal.

(Name) menggigit bibir, masih menimbang-nimbang.

"Bolehkah.. aku.." ia menggantung ucapannya

Chisaki menghela napas, benar dugaannya. Pasti ada udang dibalik batu.

"—meminta sebuah pelukan?"

Hening.

Chisaki merasa ada yang salah dengan pendengarannya.

"... Apa?"

"Bolehkah.. aku memeluk.. Chisaki-san?" (Name) mengulang ucapannya.

Oke. Chisaki tidak salah dengar. (Name) memang jelas-jelas meminta ijin untuk sebuah pelukan.

Merasa tidak ada balasan dari Chisaki, (Name) berkata lirih. "Apa.. tidak boleh..?"

Entah apa yang merasuki pikiran Chisaki saat ini, hingga ia menganggukkan kepalanya. Mengiyakan permintaan (Name).

Tanpa menunggu lama, (Name) langsung menghambur ke arah Chisaki. Ia memeluknya erat.

Tangan kirinya berada di punggung Chisaki, sementara sebelahnya menyentuh tengkuk lehernya.

"Hangat.."

(Name) memejamkan matanya yang kini sedikit berkaca-kaca. Ia menenggelamkan kepalanya.

"Maaf.. maaf.. Chisaki-san! Terima kasih.. aku menyayangimu. Sangat."

Chisaki terdiam, sebelum kemudian tersenyum tipis dan membalas pelukan (Name).

***

Chrono melangkahkan kakinya terburu-buru menuju kamar Eri. Dengan kasar membuka pintu.

Tidak. Chrono tidak sedang marah atau kesal. Dia hanya sedang terburu-buru saja. Tidak sampai setengah jam lagi, para hero akan mendatangi tempat ini.

"Ayo, Eri." Chrono berkata tegas. Menggendong Eri, lalu menyusul Chisaki, (Name), dan Nemoto -salah satu bawahan Chisaki- yang sudah pergi terlebih dahulu.

Tidak butuh waktu lama untuk menyusul sang Tuan Muda. Chisaki hanya melirik sekilas sebelum kembali berjalan di depan (Name).

"Chrono, biar aku yang menggendong Eri." (Name) mengulurkan tangannya.

"Dan kau akan membawa kabur Eri? Aku tidak sebodoh itu, (Name)." Chrono mendelik.

"Tidak usah, biar aku saja." Sembari memperbaiki posisi Eri menjauh dari jangkauan tangan (Name).

"Tapi aku mau melakukannya!"

"Kubilang tidak usah, (Name). Apa kau tuli?"

(Name) mengacak rambutnya kesal.

Chisaki hanya menghela napas mendengar perdebatan konyol tersebut. "Biar dia saja yang membawa Eri, Chrono."

"Maaf, Tuan Muda. Tapi dia—" Chrono mengepalkan telapak tangannya. "Mungkin akan mengkhianati Anda."

Kata-kata selanjutnya hanya tertahan, tidak bisa ia ucapkan. Anggaplah Chrono hanya takut mengucapkannya. Takut apa yang Chisaki bangun selama ini hancur begitu saja.

Dengan terpaksa, Chrono menyerahkan Eri yang semula berada dalam dekapannya. (Name) menyeringai senang, kini memeluk Eri.

"Aku pasti akan membawamu keluar dari sini, Eri." Bisik (Name), mengusap surai Eri.

Eri menggeleng, suaranya bergetar. "Tapi, kak (Name).."

(Name) tersenyum sendu. "Tidak apa, setelah semua ini selesai, aku akan—"

Ucapannya tergantung, tembok di sekeliling mereka tampak bergetar. Sebelum kemudian kembali tenang. (Name) mengeratkan pelukannya.

"Ini quirk Mimic!" Batinnya geram.

"Chisaki-san.. ini.."

"Ini hanya sementara, tidak apa. Kau tidak terluka?" Chisaki menatap wajah (Name) yang memucat.

(Name) menggeleng, "aku tidak apa.."

Bersamaan dengan berakhirnya perkataan (Name), terdengar langkah kaki seseorang di belakang mereka.

Tampaknya satu orang sudah berhasil menyusul.

"Maaf, apa aku boleh menanyakan sesuatu?"

"Lemillion?!" Tubuh (Name) mendadak kaku. Dia hampir melupakan fakta kalau dalam penyerbuan kali ini, Deku dan Lemillion berperan besar.

Lemillion yang kini menyadari eksistensi (Name) di belakang Chisaki, sama terkejutnya. Apalagi gadis itu sedang membawa Eri.

Maniknya berkilat marah. (Name) yang mengetahui hal itu langsung menggeleng pelan. Menyampaikan bahwa hal ini tidak seperti yang Lemillion pikirkan.

Sembari mengelus surai Eri, (Name) tersenyum pada Lemillion.

"Chisaki-san.. apa aku.. boleh pergi duluan?" Ia bertanya ragu.

Chrono rasanya ingin menggunakan quirk miliknya pada (Name) saat itu juga. Ia berani bertaruh, (Name) pasti akan kabur dengan membawa Eri.

Tapi hal itu urung karena Chisaki lebih dulu menganggukkan kepalanya. "Kau duluan saja."

Chrono berdecak kesal, ia menahan bahu (Name).

"Kau..! Pasti akan membawa Eri, kan?! Lalu—"

"Chrono!"

Teguran Chisaki membuat Chrono lagi-lagi terdiam. Ia memalingkan wajah dengan kesal.

Mungkin, semua sudah terlambat sekarang. Bukan begitu, Chrono?

Chisaki mengangguk pada (Name), mengode agar pergi terlebih dahulu.

Sedangkan (Name) kini perasaannya tidak keruan. Sempat berpikir untuk mengurungkan niatnya, namun segera ditepis jauh-jauh.

Ia lalu berjongkok, menurunkan Eri perlahan. "Tunggu sebentar.."

Matanya memperhatikan Chrono, dan Lemillion yang saling berhadap-hadapan. Sementara Chisaki berdiri tidak jauh dari mereka  Sepertinya ia hendak menahan Lemillion disini.

(Name) melangkah mendekati Chisaki, yang masih diam mengamati. Kali ini, tanpa aba-aba, ia memeluknya dari belakang.

Chisaki tersentak, alisnya bertaut heran. "(Name), kau—"

"Chisaki-san, terimakasih. Aku duluan, sampai bertemu lagi."

(Name) melepas pelukannya, ia meringis pelan. Kemudian membungkukkan badannya, sebelum kembali membawa Eri ke dalam gendongannya.

Sekali lagi, (Name) mengangguk pada Chisaki. Saat itu, netranya bertemu pandang dengan Lemillion, tatapannya seolah mengatakan padanya bahwa ia akan membawa Eri dengan selamat.

(Name) berjalan -sedikit berlari- menjauhi tempat yang sebentar lagi akan berubah menjadi arena pertarungan. Tanpa berbalik lagi. Sembari menahan air matanya agar tidak terjatuh.

***

Lemillion memasang sikap bersiaga. Terkena quirk Chrono adalah hal yang tak boleh sampai terjadi.

Chrono yang menyadari hal itu langsung melesat maju, hendak mempersempit jarak. Namun Lemillion lebih dulu melesak ke bawah dengan quirk-nya. Lalu muncul kembali di titik buta Chrono. Mengepalkan tinjunya

Dengan reflek, Chrono mengangkat  kedua lengannya, bersiap menahan tinju Lemillion. Tapi sepertinya percuma.

BUAGH!

Lemillion mengendalikan quirk-nya dengan sempurna. Membuat tinjunya menembus lengan Chrono, dan mendarat tepat di kepalanya.

Chrono terhuyung ke belakang, memegangi kepalanya yang sedikit berkunang-kunang.

Belum sempat memikirkan langkah selanjutnya, tinju Lemillion kembali melayang. Kali ini menargetkan perut Chrono.

BUAGH!

Chrono terpental beberapa meter dari tempatnya. Darah menetes dari sudut bibirnya, yang langsung diseka menggunakan punggung tangan. Ia mendecih pelan.

Sementara Lemillion masih memasang posisi siaga. Chrono bangkit sekali lagi, ia mendecih kesal. Mengaktifkan quirk-nya.

Rambut dengan ujung meruncing membentuk jarum jam itu mengarah pada Lemillion.

"Serangan seperti ini.." Lemillion menghindar cepat ke kanan, membuat serangan Chroni hanya menyentuh angin, "mudah sekali dihindari!" Lalu ia menghilang menembus dinding.

Chrono mengesampingkan rasa sakit pada ulu hatinya, kini ia menatap siaga pada sekelilingnya. Quirk Lemillion membuatnya bisa muncul darimana saja.

Benar saja, dengan tiba-tiba Lemillion muncul dari bawah, dan langsung mendaratkan tendangan keras pada kepala Chrono.

Chrono yang belum siap menerima serangan tiba-tiba, tentu saja hanya bisa pasrah menerima tendangan dari Lemillion. Ia terbentur menabrak tembok di belakangnya.

"Satu sudah. Tinggal bossnya, huh?" Lemillion mengusap peluh yang menetes dari dahinya. Menatap Chisaki yang masih berdiri mengamati.

"Apa kau hanya berdiam disana selamanya?" Tantang Lemillion.

Chisaki menyeringai, melepas sarung tangannya. "Tentu saja, tidak!" Ia menyentuhkan telapak tangannya ke bawah.

Lemillion sudah bersiap jika lantai yang dipijaknya hancur, atau setidaknya, Chisaki akan merubah susunan lorong ini.

Namun tidak terjadi apa-apa. Lengang.

Chisaki mengerang frustasi. Quirk-nya tidak aktif.

"Lemillion!" Seruan seseorang di belakang memecah fokusnya. Ia menolehkan kepalanya.

"Deku! Eraser Head!" Lemillion tersenyum melihat Deku dan Eraser Head yang berhasil menyusulnya. "Jadi, quirk Chisaki.." pandangan Lemillion mengarah pada Chisaki.

Eraser Head mengangguk. "Aku berhasil menghapusnya untuk saat ini."

"Lemillion, Eri-chan.. dimana?" Deku mengedarkan pandangannya menyadari tidak menemukan sosok Eri.

"(Name) sudah membawanya pergi tadi." Bisik Lemillion.

"Benarkah?! Kalau begitu, sekarang tiga lawan satu." Deku berseru, maniknya mengawasi Chisaki.

Deku melesat cepat, diikuti Lemillion dan Eraser Head tepat di belakangnya.

Chisaki mendecih, ia menatap Chrono yang masih terbaring. "Bangun, Chrono!"

Chrono tidak pingsan. Ia hanya sedikit lemas terkena pukulan dan tendangan dari Lemillion. Setelah mendengar Chisaki meneriakinya, ia memanjangkan sehelai rambutnya, berniat menargetkan tiga orang sekaligus.

"Awas, Deku! Lemillion!" Eraser Head yang lebih dulu menyadarinya, mendorong Deku dan Lemillion menjauh. Membuatnya tergores serangan Chrono. Gerakannya seketika melambat.

"Eraser Head!"

"Tadinya aku inginn mengenai kalian sekaligus, tapi insting seorang pro hero memang beda,"

"Chisaki!" Deku melesat menggunakan quirk-nya. Menyiapkan tenaga di kepalan tangan, hendak meninju Chisaki. Sementara Eraser Head yang terkena quirk Chrono tidak bisa membuka matanya lebih lama.

"Aku tidak bisa, menahan untuk tidak berkedip!" batin Eraser Head. Kelopak matanya perlahan menutup.

Chisaki mengangkat tangannya, bersiap menyentuhkannya pada permukaan. Tepat ketika Deku berada di depannya.

"Semuanya—"

Deku yang sudah terlambat menghindar, hanya bisa menahan napas, pasrah dengan nasibnya kali ini.

"Setidaknya, Eri-chan sudah selamat."

"—sia-sia saja!" Chisaki menyeringai dari balik topengnya. Skakmat. Ia yang menang.

Setidaknya itulah yang ia pikirkan.

Napasnya tercekat. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

Quirk-nya. Tidak aktif.

Berkali-kali ia menyentuhkan telapak tangannya ke permukaan, tidak ada apapun yang terjadi. Tidak ada yang terbongkar.

Kepalanya tertoleh pada Eraser Head, yang kini ditahan oleh Chrono.

Bukan. Bukan Eraser Head penyebab quirk-nya tidak aktif kali ini.

"Siapa?! Adakah hero yang bisa menghapus—"

Tidak. Ia melupakan seseorang. Dengan kemampuan menghapus quirk. Walaupun hanya sementara.

(Name). Gadis itu yang melakukannya.

"Tapi, kapan?! Dan mengapa?!" Otaknya berpikir keras. Mengingat kapan kira-kira tengkuknya disentuh oleh gadis itu.

Mengingat sesuatu, pupil matanya melebar. Ya, pasti saat itu.

Pagi, saat (Name) memeluknya. Dan meminta maaf padanya.

Deku, yang walaupun heran mengapa Chisaki tidak bisa menggunakan quirk miliknya, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia bergegas menahan kedua tangan Chisaki. Ia makin bingung ketika menyadari Chisaki tidak melawan.

(Name), mengkhianatinya? Apakah itu mungkin? Dan, sejak kapan? Apa alasannya? Kenapa tidak dibicarakan baik-baik?

Kepala Chisaki dipenuhi beribu pertanyaan. Sementara (Name) sudah pergi entah kemana. Ia tidak yakin kalau mereka akan bertemu lagi sesuai ucapannya.

Walaupun dikhianati, entah mengapa ia tidak merasa sampai ingin membunuh (Name).

Marah? Tentu saja. Siapa yang tidak marah ketika dikhianati oleh orang yang selama ini bersamamu.

Tapi sepertinya, Chisaki tidak akan sanggup membunuh (Name). Tidak sekarang, atau kapanpun itu saat ia bertemu dengannya lagi.

"Baiklah, aku terima permintaan maafmu, (Name)." Chisaki memejamkan matanya, "dan selamat tinggal."

***

"Nah, Eri. Setelah belokan ini, akan ada para hero dan polisi." (Name) tersenyum, menurunkan Eri.

Eri menatap (Name) yang kini sudah kembali menegakkan badannya. "Kak (Name).. tidak ikut?"

"Tidak, aku tidak ikut." Ia meringis pelan.

"Ke.. kenapa?"

(Name) terdiam, maniknya menatap kosong. "Tidak ada alasan pasti. Hanya.. tidak ingin saja."

"Tapi tenang saja, Eri sudah bebas sekarang. Sudah tidak akan ada yang menyakitimu lagi!" Dengan cepat raut wajahnya berubah, (Name) tersenyum lebar pada Eri.

Eri menggeleng pelan. Matanya berkaca-kaca. "Aku.. tidak mau.. kak (Name) harus—"

"Sudah sudah, tenang saja. Aku tidak apa sendiri." (Name) sedikit mendorong bahu Eri. "Kapan-kapan, kita bertemu lagi, ya." Gumamnya pelan.

Walaupun masih sedikit ragu, akhirnya Eri pergi, meninggalkan (Name) sendiri.

Sepertinya tidak ada masalah, seorang hero bersurai biru terang sudah menyadari kehadiran Eri. Kini ia memeluknya erat. (Name) tersenyum mengamati dari balik tembok.

"Baiklah, semua.. sudah selesai, kan?" (Name) melangkah menjauhi TKP. "Tapi, kenapa.. terasa.. kosong disini.." matanya berkaca-kaca menyentuh dadanya.

(Name) meringkuk di sebuah lorong, berkali-kali mengusap air matanya.

"Semua.. sudah selesai.. Eri selamat.."

Hening, hanya terdengar suara isak tangis tertahan.

"Kalau begitu.. selamat tinggal, Chisaki-san."

***

Ok, tamat.g

Canda tamat :v

***

-Time skip-

Bersama dua pro hero disampingnya, (Name) melangkah memasuki sebuah ruangan yang tampak asing.

Warna putih yang mendominasi, ditambah dengan minimnya benda di ruangan tersebut, menambah kesan sedikit mencekam.

Apalagi bangunan ini terletak jauh dibawah permukaan tanah.

(Name) mengamati ruangan ini lebih seksama. Tidak banyak yang bisa ditangkap oleh netranya, selain sebuah kursi besi, yang dihadapkan pada pembatas kaca tebal anti peluru. Yang membatasi dua ruangan tersebut. Dan mikrofon untuk berkomunikasi dengan seseorang di sisi berlawanan.

Ruangan diseberangnya justru tidak menampakkan apapun yang menarik.

Akses masuk benar-benar berasal dari pintu besi di tiap ruangan.

(Name) mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit. Di keempat sudutnya terdapat kamera dengan sensor. Mungkin dia tidak akan terkejut jika ditempat ini dipasang penyadap.

Tidak, semua ini tidak berlebihan. Tidak untuk titel penjara dengan keamanan tinggi. Tartarus.

Terletak di sebuah pulau sekitar lima kilometer dari daratan, dikelilingi oleh tembok raksasa.

Satu-satunya akses ke penjara adalah jembatan panjang yang terhubung ke kota dengan pintu masuk dijaga oleh dua atau lebih penjaga yang memeriksa setiap kendaraan yang masuk.

Yap, (Name) kini berada di dalamnya. Ruang kunjungan lebih tepatnya. Ia tidak akan bisa kemari jika tanpa kawalan pro hero.

Menghela napas, (Name) mengambil langkah menuju kursi, lalu mendudukinya. Mengangguk pada All Might, dan Midnight -kedua pro hero yang bersamanya-, memberi kode pada mereka.

"Bawa dia kemari." All Might berbicara melalui alat di tangannya. Yang sepertinya terhubung pada ruang kendali.

Tak menunggu lama, terlihat pintu besi di sisi seberang terbuka. Menampilkan dua orang. Seseorang duduk terikat di kursi, sementara seorang lagi mendorongnya masuk.

Kini (Name) hanya terpisah lapisan kaca dari seorang lelaki di seberangnya. (Name) memejamkan matanya, mengambil napas sejenak.

"Maaf, bisa beri kami privasi? Aku janji tidak akan melanggar peraturan." (Name) menoleh pada Midnight di belakangnya.

Awalnya Midnight terlihat ragu, tapi All Might menepuk bahunya, mengangguk sembari tersenyum. Kemudian mereka berdua pergi, meninggalkan (Name), dan sang lelaki.

(Name) menatap sosok di depannya dengan pandangan.. entahlah, sulit dideskripsikan.

Rambut cokelatnya, iris emas yang dulu penuh dengan impian. Setelah lama tidak melihat sosoknya, ah, (Name) merasa dadanya menghangat. Inikah yang mereka sebut dengan perasaan rindu?

"Jadi, sampai kapan kau mau menatapku?"

(Name) sedikit panik, ia segera mengalihkan pandangannya. "Ma..maaf."

"Apa kau.. sudah bebas sekarang?"

"Maksudnya..? Aku tidak pernah merasa terkekang, tuh?" (Name) kembali menatap wajah lawan bicaranya.

Lelaki itu tampak terkejut, ia terkekeh pelan. "Begitu.. ya,"

(Name) tersenyum. Senyuman itu, mengingatkan sang lelaki akan masa lalunya. Sedikit menyakitkan, tapi menyenangkan di waktu yang bersamaan.

"Bagaimana kabarmu selama ini, Chisaki-san?"

***

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

Love Syndrome ChiCia द्वारा

किशोर उपन्यास

4.3K 1.5K 44
UNTUK DI BACA BUKAN DI TULIS ULANG! Beberapa chapter di privat, follow untuk membaca seluruh chapter 🤍 Sudah dicintai kok nggak mau mencintai balik...
5.2K 837 9
Female reader insert. Judi itu berat, tapi kayaknya ga bakal jadi berat lagi kalo taruhannya udah tergantung sama nasib orang, ambil contoh kedua in...
Adopted Child k द्वारा

फैनफिक्शन

213K 32.6K 59
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1.9K 274 28
┌──── " 💭 „ └➤ Buku || Nefelibata FA 。✑ ─────┐ ❝Mendifinisikan seseorang yang berkelana dalam garis mimpi, tetapi menyadari realita dari bayang ilus...