me after you [TERBIT]

By cosmicandteddy

513K 42.8K 14.5K

[TERBIT DI LAVELLE PUBLISHER] ACT 2 - CHEMISTRY OF LOVE ❝Karena kita belum sepenuhnya berakhir.❞ Masih tenta... More

Menempuh Bersamaku
12. Halo Lio
15. Bye Bye Lio
17. Mengingatkan
18. Satu Semester
19. Liptint
21. Alkohol
24. Pulang Kampung
26. Toronto Kembali
29. Wisuda
31. Lembaran Baru
34. Cerita Malam
36. Selamat Datang Anakku
38. Buna
39. Lia Dilamar
Kamu Berada di Sini: Baca Aja
1. Halo Pak Dosen
2. Lamaran
3. Calon
4. Dari Mama Untuk Radhea
5. Ikatan Suci
6. Kanada & Peraturan
PO NOVEL

37. Leo

8.8K 1.4K 296
By cosmicandteddy

Selamat jadi papa, Mas Mark sayang ❤

Apa yang bisa membuat Mark tersenyum di pagi hari ini ketika ia membaca pesan singkat dari Heya masuk ke ponselnya. Sepanjang jalan di koridor rumah sakit, ia tak bisa untuk tak berhenti tersenyum. Ini terlewat manis bahkan sangat manis.

Mark tengah melangkah seorang diri saat ini, baru saja ia selesai dengan urusan pembayaran rumah sakit dan hari ini mereka akan kembali pulang ke rumah. Satu hal yang sangat menyenangkan dan sangat ia tunggui.

Selagi semua kegiatan di sekitarnya tengah berjalan dengan normal, Mark segera mempercepat langkahnya kembali. Ia harus menemui Heya di kamarnya dan setelah ini mereka akan segera pulang setelah beberapa hari menginap di tempat ini.

Awalnya semua normal, sampai ada satu tragedi tak terduga menimpa Mark. Seseorang datang dari arah berlawanan dan tak sengaja menabrak punggungnya saat itu.

BRRUUUK!!

"Maaf—"

Untungnya Mark tak mengalami kejadian yang cukup parah seperti terjatuh, ia menahan tubuhnya lagi. Ketika ia berbalik ke belakang. Seseorang menabraknya selagi tangannya sibuk menempelkan ponselnya di telinga kanan.

Detik-detik inilah semuanya seakan berubah. Baik Mark dan orang itu keduanya terdiam, memandang beberapa saat dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

"Maaf, saya nggak sengaja."

"Oliv?"

Seorang perempuan dengan pakaian yang tampak modern dan lebih berkelas. Ia hadir di depan Mark setelah sekian tahun lamanya berpisah, tak ada kabar satu sama lain. Semuanya sibuk. Sampai satu hari ini keduanya berjumpa kembali.

Jika kamu bertanya siapa perempuan ini, dialah Olivia yang hadir lebih dulu di kehidupan Mark. Lebih jelasnya Olivia adalah mantan pacarnya waktu Mark kuliah S1 dulu.

Olivia di depan Mark dengan satu tangan yang menggenggam tasnya dan satu lagi menggenggam jas putihnya. Dan perempuan itu sendiri menatap Mark dengan wajah datar. Ia tengah menahan satu dan arah matanya menuju pada tas jinjing kecil berwarna biru muda, tas bayi.

"Permisi." Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Olivia berlalu cepat. Ia dikejar waktu saat ini.

Sedangkan Mark berpikir, apa yang Olivia kejar saat ini adalah pekerjaannya. Dia telah tumbuh menjadi seorang dokter, persis dengan cita-citanya yang pernah mereka bisikkan satu sama lain dulu. Satu hal yang telah ia gapai setelah berpisah bertahun-tahun lamanya.

Mark kembali berjalan, ia mengabaikan kembali apa yang terjadi selanjutnya. Tapi yang pasti, cukup senang mendengar bahwa semua orang yang pernah ia temui di dalamnya telah menemukan jati dirinya masing-masing.

Siapapun mereka, Mark sangat senang bertemu dengannya dan yang pasti mereka sudah lebih baik dari diri mereka yang dulu.

□□□□□

"Selamat datang ke rumah, sayang."

Senyum manis yang mengukir di bibir Heya tak pernah padam selama seharian ini. Beberapa hari telah berlalu dan saat ia melangkahkan kakinya ke dalam rumah kembali, ia telah resmi menjadi seorang ibu. Ia menggendong dengan penuh keamanan pada bayinya di dekapan saat ini.

Bayi laki-laki yang tengah terlelap pulas di dekapan hangat ibunya. Heya begitu menjaganya dengan sepenuh hati dan sangat hati-hati juga. Setelah masuk ke dalam rumah, Mark ikut menyusul di belakangnya.

"Welcome home, sayang." Mark bergegas menyambangi di samping Heya. Tujuan pertama keduanya adalah berjalan ke kamar terlebih dahulu.

"Mas, gendong dulu ya."

"Sini."

Setelah Heya, kini giliran Mark yang mengambil alih bayi mereka. Heya harus mengurus beberapa barang di dalam tasnya dari rumah sakit tadi dan juga menyiapkan beberapa barang bayi lainnya di dalam kamar mereka. Untuk sekarang mereka tak akan berdua lagi di dalam sini, karena kehadiran anak mereka akan menjadi pelengkapnya.

Setelah selesai dengan urusannya, Heya mendekat kembali pada Mark yang tengah terduduk di pinggiran kasur.

"Jadi panggilannya siapa?" Heya memandang bagaimana bayi tersebut menguap dan kembali terlelap di gendongan tersebut.

"Leo," jawab Mark, "aku suka nama Leo. Leo artinya singa, hewan penguasa dan terkuat. Leo dan Agustus, sama kayak aku," tambahnya.

"Hmm... enak banget ya bisa lahiran sama kayak gini."

"Nanti yang keduanya sama kayak kamu."

Entah kenapa Mark membuat Heya ingin memutarkan bola matanya. Karena Mark dan bayi mereka ini, Heya menjadi iri akan keserasian tersebut. Tapi bagaimana pun ia juga merasa bahagia karena kemiripan keduanya.

Setelah berada cukup lama di gendongannya, Mark akhirnya membawa Leo ke dalam tempat tidur bayinya. Di sebuah kotak ranjang yang berada di dekat kasur mereka.

Beberapa hari setelah dari rumah sakit benar-benar terasa lelah untuk keduanya. Setelah kepulangan ke rumah, rasanya cukup senang bisa berbaring lagi di rumah.

"Ternyata melahirkan bakalan seberat ini," ucap Heya di sela-sela keduanya tengah berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Ia jadi terbayang kembali waktu melahirkan Leo beberapa hari lalu, dia berada di antara hidup dan mati. Jika Tuhan menghendaki keduanya bisa selamat atau tidak salah satu dari mereka akan pergi.

Dan Heya bersyukur karena Tuhan menghendaki keduanya. Ia dan bayinya bisa lahir dengan selamat dan sehat. Saat momen kelahiran itu terjadi, ada banyak tangis kebahagiaan yang tumpah dari dalam hatinya. Ia bahagia saat mendengar tangisan pertama Leo keluar, suara itu seakan memanggilnya bahwa ia kini telah hadir dengan lebih nyata setelah sembilan bulan berada di salam kandungan ibunya.

"Tapi kamu hebat loh." Mark datang dan langsung bersandar di headboard kasur sambil menatap Heya di sampingnya.

"Aku nggak bisa kayak kamu. Perjuangan kamu sembilan bulan itu luar biasa sampai kamu ngelahirin anak pertama kita. Aku rasa kamu yang paling hebat dari aku, dan kamu bahkan nemenin aku juga selama tiga tahun di Kanada," tambah Mark.

Heya tersenyum tipis, ada yang mengingatkannya kembali saat Mark bercerita mengenai Kanada.

"Yang dulu ngelamar buat minta ditemenin ke Kanada siapa?"

"Aku."

"Mas, masih inget nggak sih kejadian apa aja selama Mas S2 dulu? dan gimana sehari setelah Mas putus sama aku?"

Karena topik obrolan kali ini menurutnya menarik, Heya membenarkan posisinya menjadi menghadap miring ke arah Mark dan menopang kepalanya dengan tangan kanannya. Mark melirik pada Heya terlebih dahulu dan ia bisa mengetahui bagaimana rasa penasaran di mata itu tergambarkan.

"Kalo kejadian putus, aku biasa aja," ucap Mark.

"Serius!?" pekik Heya.

"Iya," balas Mark, "emang kamu kenapa? Oh, pasti kamu gagal move on dari aku?" tambahnya.

"Emang!" jawab Heya cepat.

Rasanya cukup tak adil, Mark bisa melupakannya begitu cepat, sedangkan Heya butuh berhari-hari bahkan berminggu-minggu lebih untuk bangkit dari hubungannya. Jika mengingat masa ini, ia bisa merasakan bagaimana beratnya perkuliahannya saat itu dengan hati yang baru saja patah karena putus. 

Mark terkekeh mendengarkannya, "Kamu bucin banget ya sama aku?"

"Ya namanya kita lagi pacaran. Kalo gak bucin udah aku cekek Mas dari dulu!" Heya berubah jadi sedikit kesal karena Mark.

"Dendam banget kamu sama aku ya. Tapi sebenarnya, aku nggak sebodoamat itu sama kamu. Aku juga gagal move on," cerita mark.

Setelah bersandar di headboard, Mark membenarkan kembali posisinya menjadi berbaring di dekat Heya.

"Aku berusaha buat ngelupain kamu. Aku hapus seluruh kontak kamu di hape aku. Biar aku lebih fokus sama masa depan aku." Mark memerhatikan mata Heya yang saat ini tengah menunduk menatap bawahnya.

"Masa depan aku ada dua. Lulus S2 dan nikahin kamu langsung."

Karena ucapan terakhir itu, Mark berhasil membuat Heya kehilangan seribu katanya.

"Rencana nikahin kamu, udah ada sejak aku masih S2. Bahkan sebelum aku kerja jadi dosen, aku cuman perlu nunggu waktu yang tepat aja."

"Mas ngelamar aku waktu aku wisuda, pas malem-malemnya."

"Itulah waktu yang tepatnya."

"Cepet banget! Bahkan sebelum aku mau ngirim CV kerja, benar-benar nggak Mas kasih napas aku habis lulus mau ngapain."

Mark terkekeh lagi, "Udah jodohnya, nggak usah ditolak. Tapi seneng kan kamu, dapet yang pertama dan terakhir?"

"Amin. Seenggaknya aku nggak banyak mantan kayak yang lain. Mas juga harus jadi yang pertama dan terakhir buat aku."

Keduanya pun tersenyum seusai obrolan kali ini berakhir. Heya merasa lelah setelah kepulangan kali ini, tapi ia belum hendak tertidur. Ia beranjak dari kasur segera dan menghampiri lagi kotak bayi yang berada di dekat kasur mereka. Di sana ia tengah melihat bayi mereka yang masih tertidur pulas, di wajahnya terlihat begitu bersih dan suci. Bayi kecil mereka yang pasti akan ia berikan selalu kasih sayang. Heya akan terus melindunginya.

Leonaja Gusta Lych

Ketika Agustus tahun ini dimulai, saat jam demi jam, menit demi menit, dan detik demi detik sebelum kamu keluar dari dalam rahim bundamu. Ingatlah Nak, kamu terlahir dari kebahagiaan kedua orang tuamu.

Mereka yang tak henti-hentinya menantikan senyummu. Mereka yang telah mempersiapkan banyak cintanya untukmu yang siap melangkah menyambut dunia. Kamu terlahir untuk orang tua yang begitu mencintaimu. Yang selalu bersiap untuk menjadikan punggung mereka sebagai sandaran saat kau berkeluh, kau menumpahkan sedihmu, ataupun memeluk ketika kau begitu bahagianya.

Kepada sang sulung yang Tuhan anugerahkan mereka tulang-tulang terkuat. Itulah dirimu, salah satu bagian dari mereka.

Dalam nama cinta yang tulus, Papa dan Bundamu.

□□□□□

Minggu pertama menjadi orang tua.

Heya mengajarkan banyak hal kepada Mark tentang ilmu yang tak pernah ia jumpai di jurnal-jurnal sains yang pernah ia baca. Tentang ilmu berharga lainnya yang ia berikan kepada bayi mereka. Mark belajar banyak kesabaran menjadi seorang ibu, belajar cara merawat anak dan memberikan banyak kasih sayang selalu yang tak pernah henti-hentinya.

Heya tak pernah mengeluh, ia mengajari kepada Mark cara menggendong yang benar, memakai pakaian ataupun memandikannya sebagai bagian yang penting lainnya.

"Udah bener belum?"

"Udah."

Barulah Mark merasa puas setelah merasa benar cara melilitkan bedung bayi. Leo telah selesai dengan sesi berpakaiannya di pagi ini. Hari ini keluarga besar Mark dan Heya akan bertemu di rumah mereka, semua dilakukan dalam rangka untuk menemui bayi mereka yang baru saja lahir.

"Selesai dalam tiga menit sepuluh detik. Besok-besok Mas harus lebih cepat lagi," komentar Heya yang mengawas di sampingnya.

"Aku belum pinter buat ngurus ginian. Tapi aku bakal belajar banyak dari kamu," balas Mark.

"Good papa." Heya tersenyum. Ia mulai memindahkan Leo dari kasurnya ke dalam gendongan Mark.

"Aku mau siap-siap, nanti mama bakalan dateng." Setelah Heya menjauh dan segera bersiap-siap untuk membersihkan dirinya ataupun menyiapkan penyambutan di rumah.

Penyambutan kali ini akan terasa sangat spesial, pasalnya seluruh keluarga dimulai Johnny yang jarang pulang ke Indonesia karena sibuk bekerja di New York ataupun Windy yang baru juga pulang dari pengabdiaannya di luar kota. Orang-orang yang sulit ditemui akan berkumpul kembali hari ini.

Pukul sebelas pagi, rumah mereka mulai menunjukkan keramaiannya. Mama, papa dan Johnny datang ke rumah disusul oleh Windy yang juga datang bersama mamanya. Satu lagi kedatangan yang tak terduga, Lucas juga hadir di rumah ini. Ia rela datang bersama adik dan mamanya dari Surabaya.

"Demi apa! Aku jadi om!"

Lucas begitu senang ketika ia melihat bayi tersebut di dalam gendongan Heya. Saking senangnya ia sampai terharu dan bingung harus bereaksi apa lagi.

"Kakak mau gendong Leo?" tawar Heya yang tentu saja disambut senang dengan Lucas.

Lucas menerima Leo di pelukannya dengan sangat hati-hati. Tatapannya tak berhenti menatap bagaimana Leo masih tertidur pulas saat itu.

"Aku seneng banget loh waktu denger kabar Leo udah lahir. Dia mirip sama aku," ucapnya dengan pelan pada Heya di depannya.

"Mirip apanya??" Tentu bukan Mark jika tak mendengar pernyataan yang ia anggap aneh dari sepupunya itu.

"Mirip namanya. Aku Lucas, dia Leo, kami dobel L. Bapaknya biasa aja kali." Lucas juga tak mau kalah dalam membalas Mark.

Mark mengawas di dekat Lucas yang sangat senang bisa menggendong anaknya itu. Sedangkan Heya beralih menuju adiknya Lucas, Reyna, yang terdiam di kursi ruang tamu melihat kakaknya di sana. Semua orang di rumah ini tampak sibuk melihat Leo dan dia seorang terdiam di tempatnya. Omong-omong, tahun ini usia Reyna telah beranjak ke umur dua belas tahun.

"Halo Rey." Heya datang menyambutnya selagi memberikan beberapa potong kue dengan hiasan saus cokelat warna warni di atasnya. Mark pernah berkata bahwa sepupu kecilnya satu ini menyukai apapun berwarna warni seperti pelangi.

"Mau?" tawar Heya dan gadis kecil itu terdiam menatapnya sejenak. Awalnya ragu-ragu, tapi ia menerimanya juga.

"Udah lihat Leo belum?"

Gadis itu menggeleng menjawab pertanyaan Heya. Sebelum Heya hendak mengajaknya mendekat, Lucas sudah datang duluan ke arah adiknya.

"Rey, ada temen kamu nih," ucap kakaknya itu.

"Leo bukan temen aku," balas Reyna dan itu cukup mengejutkan untuk dua orang yang berada di dekatnya saat itu.

"Emangnya kenapa?" Heya bertanya padanya dengan lembut.

"Leo masih kecil," jelas Reyna.

"Kan nanti dia bakal tumbuh besar. Dia bakal main dengan kamu kok," jawab Lucas.

"Kalo Leo udah tumbuh besar, aku juga bakal tumbuh besar, Bang. Kalo aku udah.... delapan belas, Leo masih enam tahun."

"Terus?"

"Aku nggak bakal bisa sering main sama Leo. Rumahku juga jauh."

Dari ucapan Reyna, ini cukup mengejutkan karena Heya tak akan terbayang akan jawaban seperti ini sebelumnya. Tapi ia meyakinkan sekali lagi pada gadis kecil itu.

"Nanti, Leo bakal ke rumah Reyna kok. Nanti Leo juga sering-sering ke Surabaya, Reyna boleh main kapanpun sama Leo dan nggak perlu harus nungguin Leo besar."

Sekali lagi berusaha untuk meyakinkan, akhirnya Reyna mengangguk dan Heya berhasil menarik hati gadis kecil itu. Dari Reyna, ia beralih ketika Windy menghampirinya dan membisikkan sesuatu.

"Aku ketemu Kak Dery kemarin di bandara, dia nitip ucapan selamat atas lahiran bayinya Kak Kira," cerita Windy.

"Dery mau kemana?" tanya Heya begitu penasaran.

"Dia mau pindah ke Bandung. Karena ngikutin pekerjaannya," jelas Windy.

Heya mengangguk menerima informasi tersebut. Keduanya beralih menuju meja makan, Heya memberikan adiknya segelas minuman.

"Ngelihat Leo, aku jadi inget Bang Tara," sahut Windy.

Heya sejenak terdiam hingga ia mengangguk dan tersenyum pelan. Ia memandangi Leo yang saat ini tengah berada di dalam gendongan Mark di hadapan papa dan mamanya.

"Aku jadi inget papa, Win," imbuh Heya.

"Papa bakal seneng banget kalo dia udah punya cucu sekarang. Tuh 'kan... aku jadi kangen papa."

"Kamu sendiri kapan nyusul?"

"Uhuuk!"

Bagian tepatnya adalah pertanyaan Heya cukup menohok untuk Windy.

"Nyusul apa?"

"Jangan pura-pura nggak tahu."

"Nikah?"

"Itu."

"Please lah, aku masih terlalu muda untuk nikah sebagai seorang dokter."

"Apa salahnya?"

"Aku belum jadi dokter, Kak Kira! Aku bahkan belum ujian profesi, masih jauh jalannya."

"Nggak masalah. Dasar kamu aja yang nggak punya calon."

Windy merengut tapi apa yang dikatakan kakaknya itu ada benarnya juga.

Selama seharian ini semua keluarga berkumpul dengan begitu senang. Heya mendapatkan banyak dukungan dan nasihat dari orang tua mereka dalam mengasuh Leo. Mama Mark begitu senang melabeli dirinya sebagai seorang Oma, sedangkan mama cukup senang atas kelahiran Leo tersebut dan masih belum mempercayai jika dirinya telah menjadi seorang nenek.

Satu hari yang menyenangkan melihat keluarga besar berkumpul kembali.

□□□□□

"Masih ada pasien lagi nggak sudah ini?"

"Nggak ada, dok. Tapi ada satu orang yang mau nemuin dokter di luar."

"Oke. Oh ya, yang tadi tolong dibersihin lagi ya. Tolong stok kapasnya juga."

"Baik, dok."

Di sisi lain, di salah satu ruangan dokter di rumah sakit besar. Seorang wanita baru selesai dari praktiknya hari ini, ia sedang sibuk membereskan beberapa berkas milik pasiennya barusan. Berkas-berkas tersebut akan ia serahkan kepada petugas yang mengurusnya.

Sekarang sudah jam setengah sembilan malam. Saatnya ia pulang setelah sibuk dari siang tadi.

TOK TOK

"Masuk."

CKLEK

Tanpa perlu menoleh, ia membiarkan orang lain masuk ke ruangannya.

"Hai, Liv."

Sebenarnya itu bukan benar-benar orang lain. Tepatnya itu adalah temannya yang telah membuat janji kepadanya untuk bertemu malam ini.

"Sibuk?"

"Nggak juga. Barusan selesai kok. Duduk gih."

"Dokter Olivia sibuk banget ya."

"Gimana kabar kamu, Cas?"

"Baik bu dokter."

Perempuan tadi, Olivia, dia tertawa atas ucapan Lucas itu. Saat ini kedua teman lama itu bertemu lagi setelah berpisah dalam waktu yang cukup lama karena kesibukan masing-masing. Lucas menyempatkan diri untuk bertemu Olivia karena kebetulan ia sedang berada satu kota bersamanya.

"Udah lama kerja?" tanya Lucas membuka obrolan baru mereka.

"Lumayan, tapi sebenarnya masih baru. Aku baru lulus ujian profesi sebulan lalu dan baru ditempatin di sini dua minggu yang  lalu," jelas Olivia. Kini ia sudah selesai dengan urusan berkas tadi dan siap mendengarkan cerita lebih lagi.

Lucas menatap sekali lagi Olivia yang tampak bekerja begitu keras seharian ini.

"Udah denger kabar dia?" Lucas melemparkan pertanyaan baru dan sebisa mungkin berhati-hati.

Olivia mengangguk, "Aku ketemu—nggak sengaja nabrak beberapa waktu lalu. Lupa kapan," jelasnya.

"Mark udah punya bayi."

Sekali lagi ia mengangguk mengerti. Ia telah menyadari saat melihat tas bayi yang dia genggam waktu mereka tak sengaja bertemu saat itu. Lalu Olivia hanyut di dalam pikirannya.

"Bahkan aku nggak tahu kalau Mark udah nikah."

Kening Lucas mengernyit. Olivia menatapnya.

"Aku telat pas tahu kabar dia menikah. Setahun kemudian baru denger kabar dia."

"Kamu kemana aja selama ini, Liv?!"

"Aku sibuk, Cas. Aku sibuk di Cina, aku sekolah di sana."

"Dasar. Pinter banget."

Olivia terkekeh mendengarkan ucapan Lucas tersebut. Ada hal lain yang tengah ia pikirkan saat ini.

"Cas," panggilnya. Lalu ia mengangkat satu tangannya pada temannya itu.

"Apa?" Lucas kebingung melihat posisi tangannya itu.

"Mari berdamai. Untuk apapun yang terjadi di masa lalu."

□□□□□

TBC

Papa muda biar kalian ambyar

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 119K 25
[SUDAH TERBIT] Freya memang menyukai Gerald. Namun, dia tidak pernah berekspektasi tinggi, apalagi sampai bermimpi untuk menikah dengan Gerald sepert...
3.4M 291K 53
"Masak jatoh aja dinikahin sih sama cowok songong kek Alaska, ogah banget gue!" -Aleanka Dara Anderson "Beruntung banget gue jatuh diatas lo, jadi k...
6.2M 569K 55
Karena dekrit dari Raja mereka berdua terikat dalam pernikahan. Bagi Yeonhee, yang terpenting adalah menikmati hidupnya dengan santai. Karena i...
53.6M 3.1M 50
SUDAH DIFILMKAN🎬 SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS DAN RINCINYA ONLY NOVEL! #03~Fiksi remaja (19 maret 2021) Argantara the me movie season 1 -Ketika tawam...