DySam (After Marriage) [Sele...

By DAPU49

1.3M 115K 11.9K

[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung... More

DySam (bacotan author)
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
[Hiatus]
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
πŸ‘‰πŸ‘ˆ
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
Hai
Cerita Baru!!!
Cerita Baru!!!

76

11.4K 1.3K 202
By DAPU49

Part ini isinya Airin!

***

"Hai buna atau bunda nya kakak."

Dyba tersenyum, ia merentangkan tangannya dan Airin langsung masuk ke pelukannya. "Kakak manggil apa aja boleh."

"Bunda aja deh, soalnya buna buat dedek kakak. Adeknya kakak yang selalu ada sama bunda."

Dyba mencium rambut Airin dengan sayang. "Jangan ngomong gitu, kakak anaknya bunda."

"Sebentar ya kakak ngomongnya, bentar lagi ayah datang."

Dyba menatap Airin bingung. "Ayah bisa masuk? Bertiga di sini?"

Airin mengangguk. "Karena hari ini hari yang sangat, sangat spesial untuk kakak, bunda, maupun ayah."

Dyba mengelus pipi Airin. "Apa sih? Jangan buat bunda kepo sayang."

Airin terkekeh senang, ia melepas pelukannya dan ia langsung menubruk Sam yang ada di sampingnya. "Ayah."

Sam mengelus punggung Airin. "Hai anak cantiknya ayah."

Airin melepas pelukannya dari tubuh Sam. Ia kemudian menggenggam tangan Dyba dan Sam. "Ayah, bunda."

Dyba dan Sam bertatapan sebentar kemudian tersenyum. Mereka dengan kompak menoleh ke arah Airin dan menjawab, "Apa sayang?"

Senyum lebar Airin terbentuk, ia memandang dengan kebahagiaan Dyba dan Sam. "Kakak seneng banget akhirnya bisa bertiga. Sebenernya kakak mau minta sama Allah biar bisa sama Ion, tapi gak jadi deh, kakak udah sama ayah bunda aja udah bersyukur banget."

Dyba menarik Airin ke pelukannya. "Kakak gak suka bunda nangis kan? Jangan buat bunda nangis sama kata-kata kakak. Bunda gak mau buat kakak sedih, jadi jangan ngomong gitu sayang."

Airin mengelus pipi Dyba, mengecup pipi itu dengan sayang. "Bunda, jangan nangis ih, kakak gak pengen buat bunda nangis."

Sam merengkuh tubuh keduanya, ah akhirnya ia bisa melihat kedua bidadarinya berpelukan. Tangan mungil Airin ikut memeluk leher Sam.

"Ayah, bunda, kakak mau pamit ya?"

Sam dengan cepat melepas pelukannya, ia menatap tidak percaya ke Airin. "Kakak mau ke mana lagi?"

Airin mengelus pipi Sam, ia tersenyum manis. "Maafin kakak ya, kakak udah gak bisa nemenin ayah sama bunda di dunia, sekarang kakak juga udah gak bisa nemenin ayah sama bunda di mimpi."

Airin ganti menatap Dyba yang tengah menatapnya-- tidak, tatapan bundanya kosong. Airin menggenggam tangan hangat Dyba dengan tangannya yang dingin. "Bunda .... kakak bakalan selalu sama bunda sama ayah, tapi waktu kakak untuk di mimpi ayah sama bunda udah habis, kakak gak bisa ngelawan takdir, nda."

Sam mengulum bibirnya, tangannya merangkul pundak Dyba yang saat ini tengah menunduk. Sam menatap Airin, pandangannya sudah kabur. "Kakak ... kalau tau kakak bakalan ngomong gini mendingan ayah gak tidur tadi, biarin ayah kerja lembur aja tadi."

Airin menatap Sam bersalah, gadis mungil itu bersimpuh di depan Sam. "Ayah, jangan ngomong gitu. Ini semua udah takdir yah, nda, kakak gak bisa ngapa-ngapain."

"Tapi kenapa? Ayah sama bunda masih pengen banget ketemu kamu, walaupun cuma mimpi, tapi semua itu dah berasa sayang."

"Ayah ... kakak harus ngomong apa lagi? Ini takdir, kakak udah gak bisa ketemu ayah sama bunda lagi, waktu kakak udah habis. Kakak masih pengen ketemu ayah bunda, tapi udah gak bisa."

Dyba menghela nafas panjang, ia mendongakkan kepalanya sebentar sambil memejamkan matanya. Setelah tenang, tangannya menangkup pipi dingin Airin. "Kakak, apa ini karena kakak udah mau punya dedek lagi?"

Airin tersenyum. "Mungkin salah satunya itu nda, dedeknya kakak udah ada sama ayah bunda, udah bisa meluk bunda kalau bunda sedih."

"Bunda beneran harus ngerelain kakak kalau gini?"

Airin mengangguk. "Iya nda, biarin kakak liatin bunda dari atas sini. Tenang aja, kakak pasti baik-baik dan bahagia di sini."

Tangan Dyba terlepas dari pipi Airin, ia kemudian menggenggam tangan Sam dan meremas tangan itu, berusaha mengalihkan agar air matanya tidak terjatuh.

Sam menghela nafas panjang. Ia tersenyum tipis sambil menatap Airin. "Kakak ...."

Airin balas tersenyum. "Iya ayah?"

"Sebelum ayah sama bunda gak bakalan ketemu lagi sama kakak, ayah sama bunda cuma mau bilang sama kakak, maafin ayah sama bunda. Maaf dulu ayah sama bunda bahkan gak tau keberadaan kamu di rahim bunda, maaf ayah harus tanda tangan surat untuk gugurin kamu, maaf ka-"

Airin tersenyum manis sambil menutup mulut Sam. "Jangan minta maaf sama kakak, kakak bersyukur banget punya ayah sama bunda kayak kalian. Gak ada yang perlu disalahin karena kakak gak lahir ke dunia, gak perlu ayah minta maaf segitunya. Dengan kakak tumbuh di rahim hangat seorang bunda terhebat kayak bunda Adyba adalah suatu kebahagiaan untuk kakak. Jangan selalu minta maaf sama kakak, ini semua takdir, berapa kali harus kakak bilang ini semua takdir? Kakak gak papa ayah."

Sam mengangguk, ia melepas dengan halus tangan Airin yang tadi menutup mulutnya. "Pokoknya ayah minta maaf aja sama kakak."

Airin mengangguk. Ia ganti berjalan ke hadapan Dyba. "Bunda kakak ... bunda gak pengen ngomong sesuatu gitu ke kakak?"

Tangis Dyba sudah tidak bisa terbendung lagi, ia dengan kasar meraih tubuh Airin agar masuk ke pelukannya. "Bunda gak tau harus ngomong apa, bunda kehabisan kata-kata sayang."

Airin menepuk-nepuk punggung Dyba. "Udah ih jangan nangis, kakak ngerasa bersalah kalau buat air mata bunda tersayang jadi turun gini."

"Bunda minta maaf bunda-"

Airin mengigit pipi bundanya gemas. "Ayah aja kakak larang minta maaf bunda lagi malah mau minta maaf lagi. Udah bunda, udah, kakak gak papa, sumpah demi apapun kakak gak papa. Beneran gak ada yang mau bunda omongin sama kakak? Bunda gak bakalan jumpa kakak lagi loh."

Dyba menggeleng. "Bunda mau peluk kamu sampe puas aja, kalau bisa biar bunda gak bangun-bangun jadi peluk kamu terus."

Airin terkekeh. "Kasihan embul atuh bunda."

Airin menetap Sam dengan kedua alis yang terangkat. "Ayah gak mau ikutan peluk?"

Air mata Sam merembes, tangannya ia lebarkan agar tubuh keduanya bisa masuk ke dalam pelukannya. Rasa hangat langsung membuncah di hatinya.

Airin menatap ayah dan bundanya yang sudah mulai tenang dengan senyuman, waktunya ia pergi dari mimpi mereka berdua. Airin mengecup pipi Sam dan Dyba dari samping secara bergantian. Setelah itu Airin tersenyum lagi sambil mendongak. "Assalamu'alaikum ayah bundanya kakak yang paling kakak sayang. Kakak pergi, semoga di kasih waktu berjumpa di lain kesempatan."

***

"Yayah, buna."

Airin terkekeh saat melihat adiknya yang kebingungan. "Hai embul!"

Mata Rion mengerjap bingung. Tapi, satu kata yang spontan ia ucapkan. "Cantik."

Airin tersenyum sambil mencubit pipi Rion. "Iya dong, kakak kamu mah memang cantik."

"Kakak?"

Airin mengangguk. "Iya, iya sih kakak belum pernah ke mimpi kamu makannya kamu belum tau ya?"

Rion mengangguk. Mata Rion mengelilingi sekitar kemudian menatap kakak cantik di depannya lagi. "Yon di mana?"

"Di rumah kakak."

"Ha? Ndak di lumah yayah cama buna?"

"Kakak punya takdir sendiri sayang. Kakak boleh meluk kamu?"

"T- tapi kata buna ndak boleh di peluk sembarangan orang."

Airin tersenyum gemas.  Ia menarik Rion ke pelukannya. "Kakak itu kakak kamu embul. Sebelum kakak gak bisa berhubungan sama kalian kakak cuma mau ngomong sama kamu."

Jari-jari Rion bergerak membuat pola abstrak di punggung Airin yang terbalut dress putih. "Ngomong apa?"

"Jagain yayah sama buna ya, embul gak boleh buat yayah sama buna kecewa. Kalau embul liat buna atau yayah nangis bilang gini aja, kakak Airin gak suka liat buna atau ayah nangis, nanti kak Airin marah loh."

"Ailin?"

Airin terkekeh, ia menggoyangkan tubuh Rion dengan gemas. "Iya embul, jangan lupa bilang gitu pokoknya."

"Iya kakak."

Airin melepas pelukannya, ia menatap wajah Rion. "Ah pipi kamu pengen kakak makan."

Rion langsung memegangi pipinya. "Ndak boleh ih! Yayah mau makan bulung Yon, kakak mau makan pipi Yon, bunda pengen makan pelut Yon. Ih, Yon kan bukan makanan!"

Tawa Airin keluar. "Ya kamu lucu habisnya."

Rion langsung tersenyum lebar. "Ganteng ndak?"

"Astaghfirullah, PD banget kamu kayak yayah."

"Iya dong, anak yayah." Rion kembali menatap sekitar, matanya tertuju kepada anak-anak kecil yang bermain tidak jauh darinya. "Kakak, main ke cana boleh?"

Airin menarik tangan Rion dengan kuat saat bocah itu bersiap-siap akan lari. "Enggak, jangan!"

Bibir Rion mengerucut. "Kenapa? Banyak kakak lain di cana, Yon kan mau ikut main."

Airin menangkup pipi embul Rion. "Itu rumahnya kakak, kamu gak boleh ke sana."

"Nah kan lumahnya kakak, masa Yon gak boleh main?"

"Enggak embul, di sana banyak kecoak tau."

"Gak percaya, bagus kayak gitu maca banyak kecoak? Yon ke cana ya?"

Airin mengigit pipi Rion. "Nakal ih, dibilangin gak boleh."

Rion mengusap-usap pipinya. "Ih pipi Yon bukan bakpao kakak!"

"Ya makannya gak boleh nakal."

"Oke."

"Embul ...."

"Ih kakak cama kayak buna, Yon di cini padahal tapi dipanggil telus. Apa kakak?"

Airin menangkup pipi Rion. "Mau janji sama kakak?"

Tangan mungil Rion menangkup tangan Airin yang ada di pipinya. "Kok tangan kakak dingin?"

Airin tersenyum. "Gak papa. Kakak tanya sama kamu, mau janji sama kakak?"

Mata Rion menatap lekat Airin. "Apa?"

"Bahagiain buna sama yayah. Inget, kalau buna atau yayah nangis kamu harus bilang sama mereka kakak gak suka liat mereka nangis. Kakak tau kamu anak pinter, kamu pasti inget ini terus. Kalau dedek kamu lahir, sayangi dia, jangan buat dedek nya nangis. Kakak cuma bisa sekali ini aja datang ke mimpi kamu. Oke embul?"

Mata Rion mengerjap lucu. Ia dengan perlahan mengangguk. Jujur, otaknya masih mencerna perkataan panjang kakak cantik di depannya ini.

Airin mencium pipi Rion. "Kakak gak ada dendam sama sekali sama kamu, kakak gak peduli walaupun kakak gak lahir ke dunia, tapi setidaknya kamu bisa ngegantiin kakak di sana sama yayah sama buna."

Airin mengecup sekilas bibir Rion yang membuat bocah itu langsung membulatkan matanya. Melihat respon Rion membuat Airin tersenyum geli. "Kakak sayang sama kamu. Jaga yayah sama buna baik-baik di sana, kakak cuma bisa liatin mereka dari sini."

"Yon cayang juga cama kakak walaupun Yon ndak pelnah tau kakak."

"Assalamu'alaikum adek kakak Airin yang ganteng, semoga kamu bisa jadi kebahagiaan yang berarti untuk yayah sama buna. Maaf kakak pernah muncul di hidup kamu."

***

Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁'◡'❁)

Jangan lupa vote dan comment
Terima kasih yang udah baca, vote, dan comment cerita ku ♡♡

09 Februari 2021

***

Yang kangen DySam sama embul di tunda dulu ya, kakak Airin mau pamit sama kalian dulu.

Besok, InsyaAllah kalau gak ada hambatan bakalan up lagi untuk keluarga kecebong.

Bye bye 👋🏻

Continue Reading

You'll Also Like

ALVASKA By Ay

Teen Fiction

31.5M 2.2M 49
Β©2021
19.7M 1.4M 58
Young adult romance (sudah terbit bisa beli bukunya di shopee : De gibadesta) #1 fiksi || "Mereka aneh, mereka memaksa, dan mereka menginginkanku. T...
3.1M 316K 95
[ BEBERAPA CHAPTER DI PRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ] - Kembalinya pertemuan menyebabkan luka - Ini tentang Shaquille Samudera Manggala. Ketu...
8.8M 864K 50
[BEBERAPA PART DI PRIVATE, FOLLOW SEBELUM BACA] 'Sequel MY ANNOYING HUSBAND' Note: sebelum baca COLD KETOS, baca terlebih dahulu cerita MY ANNOYING H...