1k untuk next besok🔥
Selamat membaca, semoga sukaa Aamiin❤️ tandai typo yah Bor<3
51. ANGKASA DAN SEKALA
Seseorang bijak pernah berkata:
Hati-hatilah dengan orang yang kamu biarkan naik ke kapalmu, karena beberapa orang dapat menenggelamkan kapal hanya karena mereka tidak bisa menjadi kapten.
...
**
Sesampai di rumah, Aurora melangkah pelan menuju kamarnya, hari ini benar-benar melelahkan baginya, seluruh tubuhnya terasa sakit dan ngilu hingga ke tulang-tulang, tetapi untungnya kepalanya tidak begitu berat jadi ia masih bisa menahan dirinya.
"Jangan sakit lagi, gue bosan kalau ke rumah sakit terus," kata Aurora pada dirinya, memberi semangat.
Perempuan itu merebahkan tubuhnya di atas kasur king sizenya tanpa membuka seragam dan kaos kakinya, karena ia benar-benar sudah merasa lemah sekarang.
Sekala Bumi Sagarmatha is calling you
Aurora menatap sayu handphonenya, kenapa Sekala menelfonnya? Tetapi sesaat sebelum ia akan mengangkat panggilan itu, deringnya lebih dulu berhenti tanda panggilan telah selesai.
Selain tubuh Aurora yang sakit, hatinya juga sangat sakit sekarang. Ia tidak menyangka jika Angkasa dengan teganya menjadikannya pelampiasan untuk kedua kalinya. Angkasa pikir dirinya adalah mainan hah?
Aurelani Aurora: Vana, gue mau cerita
Aurelani Aurora: Lo mau tahu kenapa gue nangis?
Aurora menimbang-nimbang keputusannya, sebelum akhirnya perempuan itu meneruskan voice note yang Sekala kirim kepadanya. Rekaman suara biasa, tetapi menyakitkan karena ia tidak tahu faktanya.
Aurelani Aurora: 🎙️Audio
Aurelani Aurora: Gue cpek Va, capek sama Angkasa kalau ternyata dia cuman mainin gue.
Aurelani Aurora: Vana Bu Dira masuk gk?
Aurelani Aurora: Jgn blg sama Angkasa kalau gue skit ya. Plisss
Setelah mengirimkan Vana hal yang menganggu pikiran dan hati Aurora, ia sedikit cukup lega sekarang, setelah menghela napas panjang, Aurora memejamkan matanya.
Tetapi getaran handphonenya kembali membuat Aurora membuka matanya.
Vana Imut: Siapa yg ngirim rkmn itu?
Vana Imut: Knp lo gk mau blg?
Biasanya jika Aurora curhat seperti ini, Vana tidak akan membalas pesannya sesingkat ini. Biasanya perempuan itu paling aktif mengetik panjang lebar, kalau perlu, perempuan itu tidak akan segan-segan menggunakan voice note jika merasa kekuatan jarinya untuk mengetik kurang.
Aurelani Aurora: Sekala
Aurelani Aurora: Galak, gue takut.
Vana Imut is calling you
Panggilan tersambung.
"Bu Dira nggak masuk ya? Sampai lo nelfon gue?" buka Aurora, tentunya dengan suara lemah.
Tetapi tidak ada jawaban, di sebrang sana terdengar hening.
"Va, lo udah denger kan Vn itu?" tanya Aurora lagi.
Tetap saja, tidak ada suara.
"Jangan bilang kalau lo kepencet," tebak Aurora. Karena memang tidak ada tanda-tanda jika ada orang yang ia ajak bicara.
Panggilan tersambung, tanpa suara Vana, hanya Aurora.
"Gue matiin, gue mau istirahat," kata Aurora final.
Sebelum Aurora menekan tombol yang mengakhiri panggilan itu, suara seseorang lalu terdengar.
"Oh, jadi karena ini lo diemin gue tadi pagi?"
"Karena ini lo block gue juga?"
"Karena ini lo suruh Vana bohong tentang kondisi lo?"
Angkasa. Bagaimana cowok itu bisa mengambil handphone Vana?
Aurora tiba-tiba bangun, perempuan itu menggigit bibirnya. Bagaimana ini? Aurora yakin Sekala akan 'habis' setelah ini. Angkasa tidak main-main jika sudah marah, apalagi mengingat kejadian tadi pagi di lapangan membuat Aurora ingin ke sekolah kembali sebelum cowok itu bertindak di luar dari kontrolnya lagi.
"Sa? gue nggak marah kok. Gue hari ini me-mang ca-pek, ya, gue capek, jadi gue nggak mood bicara," kata Aurora berusaha tenang, menenangkan dirinya, juga Angkasa.
"Nggak marah?"
Suara cowok itu terdengar meledeknya.
"Kalau lo nggak marah, nggak mungkin lo cuekin gue, nggak mungkin lo block gue juga,"
Demi apapun, Aurora sangat takut sekarang. Suara Angkasa memang tenang, tetapi itu menyeramkan di pendengaran Aurora.
"Gue buka block lo sekarang," kata Aurora.
Tangannya bergerak jeli membuka aplikasi WhatsApp dan segera membuka blocknya pada Angkasa.
Aurora bisa merasakan tangannya tiba-tiba dingin sekarang. Astaga sekuat itukah pengaruh Angkasa?
Suara kekehan pedih terdengar, membuat Aurora meremas rok sekolahnya.
"Sekala enaknya gue apain, Ra?"
Ini yang Aurora takutkan sejak tadi, Sekala.
"Angkasa ... Sekala nggak salah,"
"Udah ya? Lupain aja masalah ini, Sa," bujuk Aurora.
"Enak aja, lo cuekin gue, lo block gue, lo pikir itu nggak buat gue sakit hati?"
"Gue mati-matian nggak marah di gitu-in, Ra. Gue coba sabar, tapi ternyata nggak guna,"
Roda itu berputar kan? Jika tadi pagi Aurora bebas menyerang Angkasa, sekarang giliran cowok itu yang menyerangnya.
Tetapi pernahkah Angkasa memikirkan perasaan Aurora kemarin? Pernahkah ia menyisakan pikirannya untuknya? Pernahkah cowok itu peduli saat ada Analisa? jawabannya pernah. Aurora yang tidak pernah tahu akan hal itu.
"Pacar lo sebenarnya siapa? Gue apa Sekala?"
Kan? Masalah kecil akan besar jika bersama Angkasa.
"Lo," balas Aurora lagu.
Percayalah, ini kali pertama Aurora mengakui cowok itu sebagai pacarnya. Jangan tanya bagaimana ekspresi wajah cowok itu di sebrang sana, wajah datar yang tadinya mendominasinya, kini berubah tenang, walaupun sedikit.
"Lo apa?"
"Lo Angkasa, pacar gue," sahut Aurora tanpa mempertimbangkan lagi.
Jika ucapannya itu bisa menenangkan cowok itu, why not? Ia akan suka rela mengatakannya.
"Terus kenapa lo percaya sama VN sialan itu?"
"Benar?" tanya Aurora.
"Lo meragukan gue?" sentak Angkasa.
Wajar Aurora ragu, wajar Aurora percaya dengan voice note itu, karena Angkasa belum memberikan pembuktian apapun padanya.
"Nggak masalah, ragu aja."
Aurora terdiam, tidak tahu harus berbicara apa lagi.
"Kepercayaan seseorang bukan urusan gue, itu urusan lo sama penyesalan lo jika seandainya apa yang lo percayai salah,"
"Masih jam pelajaran kan? Lo nggak masuk?" Aurora sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
"Gue bolos,"
"Udah ya, Sa?"
"Apa?"
Aurora menarik napasnya, "Jangan bahas ini lagi, okay?"
"Gue mau istirahat, gue capek," lanjut Aurora.
"Gue mau ke rumah lo,"
"Nggak usah,"
"Okay, kalau gitu gue mau nyari Sekala,"
"Gue mau habisin dia sekalian,"
Sambungan telfon terputus sepihak. Aurora semakin tegang, ucapan Angkasa tidak akan main-main.
Astagfirullah ini salah Aurora, jika seandainya ia tidak curhat melalui chat, semua tidak akan seperti ini.
Sekala sudah sangat baik dengannya selama ini, cowok itu membantunya mengerjakan proposal PENSI, cowok itu menolongnya di gudang. Sekarang gilirannya yang harus menolong cowok itu.
Aurora kembali menelfon Angkasa, tetapi cowok itu tidak mengangkatnya. Bagaimana ini?
**
Sekala.
Nama itu terus terulang-ulang di pikiran Angkasa bersamaan ketika cowok itu memutar voice note yang Aurora kirim.
"Bangsat!" erang Angkasa.
Baru saja Angkasa akan berdiri, segerombolan anak Satrova sudah memasuki WAZEB, itu artinya jam istirahat telah tiba, senyum kecil terbit di bibir Angkasa ketika melihat Sekala berada di tengah-tengah Razi dan Bara.
Lo yang buat gue menyakiti lo, Ska. Batin Angkasa.
Tepat saat cowok itu masuk, Angkasa berdiri.
"Anjing!" sentak Angkasa.
Tangan besar cowok itu yang terkepal kuat langsung mendarat cantik di wajah Sekala. Membuat seisi WAZEB menegang, semua mata menyiratkan tanya, Ada apa?
Sekala mundur beberapa langkah. Ia merasakan darah segar mengalir dari pinggir bibirnya yang robek.
Bugh
Bugh
Angkasa kembali maju, menyerang Sekala dengan sangat brutal. Hingga tidak ada perlawanan yang bisa cowok itu lakukan karena Angkasa lebih dulu melumpuhkannya.
Bugh
"Munafik lo, bangsat!" bentak Angkasa.
Alaska langsung menarik bahu cowok itu, "Lo mau buat di mati hah?!"
Angkasa menoleh menatap Alaska dingin, "Why not?"
Bugh
Bugh
Bogeman berkali-kali melayang, benar-benar Angkasa menjadikan Sekala sebagai samsaknya. Semua yang melihat kejadian itu meringis, tidak bisa membayangkan ngilu yang Sekala rasakan.
"SADAR WOY! LO MAU BUNUH TEMEN LO SENDIRI?!"
Bara menahan tubuh kekar Angkasa, berharap cowok itu tidak maju lagi menyerang Sekala.
"Kalau lo nahan gue, gue nggak segan-segan belokin ke lo, Bar," ujar Angkasa lalu memberikan Bara bogemannya.
Bugh
Bugh
"Teman kayak Sekala? Cih!" Angkasa menatap remeh Sekala.
Cowok itu lalu menarik kerah baju Sekala, kasar, "Kalau mau saingan sama gue, jangan pake cara sampah!"
"Gue jijik ngeliat cara main lo, Ska," lanjut Angkasa.
Bara, Razi, Rama, Alaska, Bobby mengerutkan keningnya, saingan apa?
"GUE NGGAK BAKALAN BIARIN LO NGAMBIL AURORA, SKA!"
Bugh
Semua teman-teman Angkasa, menganga secara bersamaan. Apa? Sekala suka sama Aurora?
Sekala meringis lalu terkekeh pelan di depan Angkasa, "Curang lo, Sa. Gue udah ngasih Analisa buat lo, sekarang harusnya giliran lo yang ngasih Aurora buat gue,"
"Jangan mimpi, bangsat!" timpal Angkasa.
"Gue udah berkorban buat lo, kapan lo mau berkorban buat gue?" tanya Sekala.
Terdengar pedih, terdengar rapuh, Sekala nyatanya memang menyedihkan. Ia selalu melihat kedepan, tanpa peduli pada arah belakang yang ternyata banyak orang yang ingin bersamanya, dan tulus.
"Tapi gue berjuang, Anjing! Nggak kayak lo, main belakang, licik!" semprot Angkasa lalu menghadiahi Sekala bogeman.
Angkasa menarik Sekala untuk bangun, ia lalu mendorong Sekala ke dinding, hingga tubuhnya bersandar.
"Lo kenapa ngasih Aurora rekaman sialan, bangsat?!"
"Supaya Aurora percaya kalau lo brengsek," balas Sekala.
Bugh
Bugh
"Lo berani sama gue hah?! Teman macam apa lo, Anjing!"
Angkasa menarik meja WAZEB lalu mendorongnya ke arah Sekala, hingga mengenai perut Sekala, ya, sebentar lagi Angkasa akan menghabisinya.
Bara dengan cekatan menahan Angkasa sebelum cowok itu melepaskan tendangannya pada Sekala, "Jangan lakuin itu, bangsat! Sahabat jauh lebih berharga di bandingkan cewek!"
Angkasa memberontak, "Lo pintar ngomong! Karena lo nggak pernah ngerasain di posisi gue, anjing!"
Angkasa memajukan langkahnya ke arah Sekala, "Lo bukan temen gue, Ska!"
Tangan Angkasa kembali terkepal, wajah cowok itu sudah memerah sejak tadi, memang seperti itu jika Angkasa marah bukan? Lost control.
"Dari awal cuman lo yang rese, Ska," kata Angkasa, "Kasi gue ucapan terakhir lo!"
Semua mata membulat, Alaska dengan cepatnya menarik Sekala yang tidak berdaya, mereka tahu ucapan Angkasa tidak main-main.
"JANGAN IKUT CAMPUR LO, LAS," tegur Angkasa.
Lalu sebuah tangan menahan langkah Angkasa dari belakang, Aurora.
"Jangan nahan gue!" bentak Angkasa tanpa menoleh.
"Sa?" panggil Aurora lemah.
Sekujur tubuhnya juga menegang, ia melihat sisi iblis dalam diri pacarnya sendiri.
Angkasa berhenti, ia berbalik menatap Aurora intens, dan ia bisa melihat kalau wajah perempuan kesayangannya itu pucat, tanda kalau dia 'nggak baik-baik' saja.
"Lo kenapa ke sini hmm?" Nada yang Angkasa pakai tidak setinggi tadi, mendadak ia melunak dengan Aurora.
Bangsat. Kenapa Aurora datang di waktu ia selangkah lagi akan menghabisi Sekala?
"Gue bawa nasi goreng buat lo," kata Aurora memperlihatkan bawaannya, ia berusaha tersenyum.
Angkasa perlahan mengubur dalam-dalam emosinya, ia tidak ingin marah pada Aurora, selain karena Aurora adalah putri kesayangan Dwipa, Aurora juga perempuan kesayangannya, sekarang.
"Udah ya, Sa?" bujuk Aurora. Ia menarik tangan Angkasa keluar.
Kondisi WAZEB benar-benar berantakan saat ini, membuat Aurora ikut meringis melihat kelakuan Angkasa.
"Gue anter lo pulang," kata Angkasa pada Aurora.
Ia tidak mungkin membiarkan Aurora tinggal disini. Perempuan berbanda biru itu sakit, Angkasa bisa melihat mata sayu yang sejak tadi menatapnya penuh harap.
"Lo kenapa nekad sih ke sekolah, Ra? Lo bahayain diri lo namanya," omel Angkasa, tetapi suara itu lembut.
Razi yang melihat perubahan Angkasa secara drastis, cukup kaget. Aurora benar-benar bisa menenangkan Angkasa.
Sedangkan Bara ia memberikan jempolnya ke arah Aurora, tanda terima kasih dan good job.
"Mulai sekarang, lo bukan anggota Satrova lagi, Ska," sahut Angkasa kepada Sekala dengan menekan kata 'bukan'.
Semua anggota yang mendengarnya tersentak, termasuk Aurora yang berdiri di depan Angkasa.
"Gue nggak mau punya anggota kayak lo," tegas Angkasa lagi.
**
Terimakasih udah baca, spam coment dan vote❤️
Rela nggak kalau Sekala keluar dari Satrova? Pdhl udh sama* sejak dulu hiks:'