ATTACHED

By loistulangow

445K 44K 1K

Buku Kedua dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mencuri de... More

...Note...
1. Penyusup
2. Kutukan
4. Kesepakatan
5. Mimpi Buruk
6. Hantu
7. Jaga Jarak
8. Uji Kelayakan
9. Wasiat
10. Sesuatu Yang Salah
11. Ujian Kenaikan Tingkat
12. Buku Segel
13. Piknik
14. Ruang Penyimpanan
15. Buku Harian
16. Sakit
17. Asal Muasal Mimpi
18. Penawar Racun
19. Tindakan Gila
20. Perubahan DNA
21. Renggang
22. Kilasan Ingatan
23. Perubahan Positif
24. Bayangan Pengikut
25. Penyimpan Ingatan
26. Pengganti
27. Mengamuk
28. Takdir Shadow-Hand
29. Portal Tak Terduga
30. Ular Tangga
31. Ketakutan Terbesar
32. Ruang Makan di Pemakaman
33. Pengakuan
34. Para Penjaga Baru

3. Kamar Terlarang

13.4K 1.5K 28
By loistulangow

Keesokan paginya, Faenish terbangun dengan suara berisik di kamar perawatannya.

"...jadi, berhentilah berputar-putar seperti itu."

Faenish bisa mengenali suara Rexel yang menggerutu, disusul suara Sarashalom. "Shhh. Pelankan suaramu, kau bisa membangunkan kakakmu."

"Oh bukankah itu lebih baik?" balas Rexel. "Jadi mama tak perlu mondar-mandir seperti orang tolol."

"Rex—Faenish kau sudah bangun?" Teguran Sarashalom terhenti saat ia mendapati Faenish telah membuka mata.

"Ada apa?" tanya Faenish bingung.

"Apa kau tahu tentang pemuda di Kamar Terlarang?" tanya Sarashalom.

"Kamar Terlarang? Ada yang masuk ke sana?" Faenish mencoba berdiri, nyeri di punggungnya tidak separah kemarin sehingga kali ini ia bisa memaksa diri untuk duduk bersandar.

"Semalam polisi menemukan seorang pemuda di sana."

"Siapa?" tanya Faenish.

"Entahlah, mama juga tidak tahu. Pemuda itu sepertinya pingsan dan sampai saat ini ia belum sadar."

"Apa mungkin dia komplotan orang yang menyerang Nenek Magda?" tebak Faenish.

"Mama rasa tidak, pemuda itu begitu mirip dengan si Tampan."

Rexel mendengus dan tertawa mengejek, tetapi tidak berkomentar lebih dan terus memainkan ponselnya. Jadi Faenish mengabaikan adiknya itu.

"Si Tampan?" Faenish tak begitu paham.

"Kau tidak ingat dengan lukisan pria yang kau juluki Si Tampan di Kamar Terlarang?" Sarashalom balas bertanya.

Faenish tidak mungkin lupa. Hari di mana ia melihat lukisan itu adalah hari yang sama saat ia melihat sosok Magda yang murka. Nenek Magda memang tidak terkenal ramah, bahkan setelah beberapa tahun tinggal bersamanya pun Faenish tak pernah benar-benar dekat dengan Nenek Magda. Namun hari itu Nenek Magda benar-benar emosi, bahkan sampai mengeluarkan kemampuannya dalam mengendalikan elemen.

Saat itu Faenish masih duduk di bangku sekolah dasar, ia masih begitu kecil. Ia sering mendengar cerita seram tentang rumah tempat ibunya bekerja, serta tentang penghuninya yang hampir menyerupai nenek sihir. Semakin hari Faenish semakin terpengaruh dengan cerita teman-temannya. Ia mulai curiga dengan majikan ibunya, terutama dengan keberadaan berbagai ruangan yang tidak boleh dimasuki siapa pun. Faenish kecil takut Nenek Magda menyembunyikan sesuatu dan mungkin akan membunuh Sarashalom, seperti kata teman-temannya. Jadi ia memutuskan untuk menyelinap masuk ke kamar yang berada di paling ujung kanan bangunan, tempat yang paling terlarang di rumah itu.

Saat mendengar Magda akan melakukan perjalanan jauh, Faenish mencuri kunci dari kamar Nenek Magda dan masuk ke ruangan yang sering disebut Kamar Terlarang oleh para pelayan lainnya.

Faenish yakin ia akan menemukan ruangan berdebu penuh benda aneh, tetapi ia malah menemukan sebuah kamar tidur yang rapi. Seluruh perabotan di tempat itu terlihat sangat tua, tetapi tidak ada debu di sana. Hal yang paling diingat Faenish dari tempat itu adalah sebuah lukisan yang digantung dekat tempat tidur. Itu adalah lukisan seorang pria yang paling tampan yang pernah dilihat Faenish. Sayangnya ia tidak lagi mengingat detail wajah pria itu sekarang.

Saat itu, Faenish belum satu menit berada di kamar terlarang ketika tiba-tiba saja pintu terbuka dan Nenek Magda melangkah masuk dengan tatapan ingin menelannya hidup-hidup. Embusan angin kencang tiba-tiba muncul dan berputar-putar di kamar sehingga membuat berbagai benda bergoncang serta beterbangan dalam pusaraan yang seperti puting beliung.

Bukannya takut, Faenish justru memandang kagum ke arah sekelilingnya. Ia tidak pernah melihat hal seperti itu terjadi. "Apa Anda yang melakukan ini Nyonya Nenek? Keren."

"APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN DI SINI?" tuntut Nenek Magda murka.

"Maaf Nyonya Nenek, Ica bilang Nyonya Nenek punya kuali raksasa dan ulat. Nish tidak mau mama dimasak untuk makan malam—"

"KELUAR DARI SINI DAN JANGAN BERANI KEMBALI MASUK KE RUANGAN INI."

"Maaf Nyonya Nenek, Nish tidak akan masuk ke—"

"KELUAR SEKARANG JUGA."

"Maaf." Faenish buru-buru pergi. Namun saat mencapai pintu, ia berhenti dan berbalik. "Nyonya Nenek sangat keren. Apa Nyonya Nenek adalah seorang peri?"

"Kau ingat?" Pertanyaan Sarashalom membuat Faenish kembali dari lamunannya.

"Ya, tetapi aku tak tahu soal pemuda itu," jawab Faenish. "Nenek Magda tidak mengatakan apa pun. Apa mungkin dia anggota keluarga Nenek Magda?"

"Mama rasa begitu. Ini benar-benar aneh, tidak mungkin Nyonya Magda mengurus pemuda itu sendiri."

"Mungkin itu simpanannya," sambung Rexel. "Atau anak dari selingkuhannya, at—"

"Jaga bicaramu Rexel," tegur Sarashalom.

"Baiklah, baiklah," jawab Rexel, "tetapi bisakah mama langsung memberitahu Faenish bahwa para polisi itu ingin mengintrogasinya lagi? Aku butuh tempat tenang untuk menyelesaikan permainan ini."

"Bagaimana mama bisa memberitahu kakakmu jika kau sudah memberitahunya lebih dahulu?" Sarashalom mengulurkan tangan untuk mengusap rambut Rexel.

"Oh hentikan Ma," celetuk Rexel.

Sarashalom hanya tersenyum sebelum mengalihkan perhatiannya kembali pada Faenish. "Apa kau mau sarapan dulu atau...."

"Kurasa para polisi itu sudah menunggu, bukan begitu?" tanya Faenish.

"Yah mereka menunggumu di luar." Sarashalom menjawab.

"Sebaiknya kau segera pergi sebelum mereka menyeretmu," sambung Rexel tanpa mengalihkan mata dari ponselnya.

"Pergi?" tanya Faenish bingung.

"Ya. Mereka ingin bertanya padamu di ruangan lain," jawab Sarashalom.

***

Kedua polisi yang menunggu di depan kamar perawatan Faenish adalah Rico dan Yudi. Mereka tetap saja melakukan basa-basi sebelum menuntun Faenish yang masih harus menggunakan kursi roda, hingga memasuki sebuah kamar perawatan lain.

Begitu melihat sosok yang terbaring di tempat tidur, Faenish tersentak.

"Anda mengenalnya?" tanya Rico.

"Dia ... mirip dengan lukisan di kamar terlarang," ujar Faenish terbata-bata. Ia sama sekali tak mengerti apa yang sedang terjadi. Di depannya terbaring seorang pemuda berwajah sama persis dengan sosok transparan yang sekarang mengikutinya ke mana pun.

"Ya. Apa Anda tahu sesuatu tentang pemuda ini?" Rico balas bertanya.

Faenish tidak menjawab. Sekarang ia ingat siapa pemuda yang memakai jubah dan menyusup ke rumah Nenek Magda tiga hari lalu. Semalam ia hanya mengenali wajah pemuda itu, tetapi tak bisa mengingat di mana ia pernah melihatnya.

Faenish melirik ke belakang, tempat pemuda transparan itu berdiri tak jauh darinya. Faenish lalu menatap tubuh yang sedang terbaring di atas tempat tidur.

Ya, pemuda itu mirip dengan pria dalam lukisan. Tidak benar-benar mirip seperti seseorang dengan fotonya, tetapi lebih seperti melihat dua saudara kandung yang mirip atau seakan pria dalam lukisan adalah sosok ayah dan pemuda di depan Faenish sekarang adalah anaknya.

"Aku masih hidup?" Terdengar suara seorang pemuda.

Faenish kembali melirik ke arah sosok transparan berjubah yang kini berjalan mendekati tubuhnya dengan tatapan tidak percaya.

"Faenish? Apa ada masalah?" tanya Yudi.

"Ah Tidak. Tidak ada masalah. Maafkan aku. Aku tidak tahu apa pun tentang dia." Faenish balas memperhatikan kedua polisi di sampingnya. Mereka sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda mendengar perkataan sosok transparan itu, apalagi menyadari keberadaannya.

"Dia sadar," seru Yudi tiba-tiba.

Benar saja, pemuda yang terbaring di depan mereka mulai bergerak.

Ketika dokter dan beberapa perawat datang, Faenish dibawa menepi ke salah satu pojok ruangan agar para dokter dapat melakukan tugas mereka.

Faenish tidak begitu memperhatikan sekitar, pikirannya terlalu sibuk memikirkan apa yang sedang terjadi.

Apakah mungkin tubuh dan jiwa bisa dipisahkan begitu? Pikir Faenish. Sosok transparan yang selama ini berada di dekatnya jelas adalah jiwa atau roh atau apa pun istilahnya dari pemuda yang sekarang berada di atas tempat tidur.

"...YANG BENAR SAJA," seru Rico cukup keras sehingga kini semua pandangan tertuju padanya dan pada dokter yang sedang berbicara dengannya. "Anda pikir ini sinetron?"

"Amnesia merupakan sebuah kondisi yang mungkin terjadi—"

"Apa kami bisa mengintrogasinya?" potong Rico.

"Mohon untuk tidak terlalu keras kepada pasien." Sang dokter memberikan tatapan yang seakan memperingatkan sebelum pamit dan meninggalkan ruangan. Para perawat menyusul tepat di belakangnya.

"Apa hubunganmu dengan Magda?" tuntut Rico begitu ia berdiri di samping tempat tidur.

"Magda?" Sang pemuda balas bertanya, ekspresinya terlihat bingung.

"Apa yang kau lakukan di rumah itu?" Rico mengganti pertanyaannya.

Kali ini butuh waktu beberapa saat untuk si pemuda berpikir. Namun jelas dari wajahnya, ia tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan Rico.

"Sudahlah Rico." Yudi berusaha menenangkan rekan sekerjanya. "Lebih baik kau istirahat dulu, bagaimana kalau kau minum kopi?"

Rico tidak menjawab, ia justru memejamkan mata dan memijit-mijit kepalanya.

Faenish memandang pemuda di atas tempat tidur. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun ia juga agak meragukan kalau pemuda itu mengalami lupa ingatan.

"Faenish apa kau ingin diantar ke ruanganmu atau kau masih ingin di sini?" tanya Rico tiba-tiba, membuyarkan tatapan Faenish.

"Eh. Aku ingin kembali ke kamarku," jawab Faenish kelagapan.

Yudi tertawa melihat respons Faenish. "Dasar anak muda." Ia lalu menatap Faenish dengan senyuman aneh.

"Maaf kami sudah mengganggu, sebaiknya kau istirahat saja dahulu. Kita lanjutkan nanti." Rico memaksakan sebuah senyuman ramah ke arah si pemuda dan berusaha bersikap sopan. Namun itu tidak cukup untuk menyembunyikan wajah kesalnya. "Kau berjagalah di sini Yudi."

"Aku juga ingin minum kopi—ah, baiklah, baiklah." Yudi menghindari tatapan menyeramkan dari Rico dengan mencari tempat duduk.

Tanpa berkata apa pun lagi, Rico mendorong kursi roda Faenish keluar ruangan. Sebelum pintu ditutup, Faenish melirik sekilas ke arah pemuda yang masih menatap mereka dengan bingung dari atas tempat tidur.

Apakah dia benar-benar lupa ingatan? Faenish tak yakin. Yang jelas pemuda itu hidup dan Faenish tidak melihat sosok transparannya di mana pun.

"Apa Anda baik-baik saja Faenish?" tanya Rico.

"Ah—yah. Tentu saja."

"Lalu kenapa Anda terlihat gugup? Apakah ada sesuatu?"

"Tidak. Tidak ada apa-apa."

"Kau justru terlihat sebaliknya."

"Er—aku ... aku hanya berpikir dia tampan." Faenish berbisik hingga hampir tak terdengar. Ia tidak sepenuhnya berbohong, pemuda itu memang tampan, tetapi bukan berarti Faenish tergila-gila padanya seperti kesan yang sedang ia tunjukan di depan Rico. Ia harus mengarang cerita agar polisi di belakangnya ini tidak curiga. Faenish sudah terlanjur mengaku tidak melihat wajah orang yang menyusup ke rumahnya malam itu, dan itu benar, ia tak tahu sampai tadi malam. Tak mungkin Faenish tiba-tiba berkata kalau pemuda itu pelakunya. Ia tidak memiliki bukti yang kuat.

"Benarkah? Ta—"

Pertanyaan Rico disela oleh sebuah teriakan dari Yudi. Tanpa menyelesaikan kalimatnya, Rico langsung berlari dan kembali masuk ke kamar perawatan. Polisi itu meninggalkan Faenish bersusah payah mendorong kursi rodanya sendiri untuk menyusul.

"Dia ... dia tiba-tiba saja jatuh," kata Yudi panik.

"Jatuh?" tanya Rico seraya membantu Yudi mengangkat tubuh si pemuda yang tersungkur di lantai.

"Aku sedang berbicara dengannya dan dia tiba-tiba saja kehilangan kesadaran di tengah kalimat."

Pandangan Faenish tertuju pada sosok transparan yang benar-benar mirip dengan pemuda yang sedang dibaringkan di atas tempat tidur. Sosok itu sedang memandang bingung ke arah tubuhnya sebelum melirik Faenish. "Lima meter?"

Tak ada seorang pun di ruangan itu yang terlihat mendengar perkataan si sosok transparan. Beberapa perawat bahkan berjalan menembus sosok transparan itu tanpa merasakan apa pun.

"Lima meter," gumam Faenish samar. Tampaknya si pemuda serius saat mengatakan bahwa ia tidak bisa menjauh lebih dari lima meter dari Faenish. Sekarang, roh pemuda itu tertarik begitu saja dari tubuhnya hanya karena jarak di antara mereka sudah lebih dari lima meter.

"Ada apa Faenish?"

Faenish tersentak, ia tidak menyadari sosok Rico yang sudah berada di sampingnya.

"Ah tidak. Aku hanya berpikir bahwa kita baru berjalan sekitar lima meter saat terdengar teriakan."

Rico menatap Faenish dengan tatapan menyelidik selama beberapa detik sebelum mengajaknya kembali ke kamar.

Continue Reading

You'll Also Like

10.6M 1.7M 71
Cakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sampai pada akhirnya kepura-puraannya untuk...
293K 44.9K 31
Ada satu kesempatan yang membuat keduanya bertemu. Satu membekas, yang lainnya hilang tersapu masa. Bertahun kemudian takdir membawa mereka untuk jad...
30.9M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...
8.3K 2.3K 46
🏷BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA🏷 Emely Cathwill, seorang gadis cantik yang harus menerima nasib yang buruk. Dicap sebagai orang yang terkena kutukan...