anjay update tiap hari ternyata bisa jugaa sksksk
o0o
"Sini masuk." Izora membuka pintu rumahnya lebar, membiarkan Azra yang kini datang dengan jaket tebal itu masuk. Di luar sedang hujan, dan pasti itu dingin. Tapi untungnya jalanan sepi karena kini sudah hampir masuk waktu subuh.
"Hai, Mey." Azra mengelus kepala Meysi lembut. "Hai, Izora." Dan dia melakukan hal yang sama pada Izora, mengelus kepalanya. Azra membuka jaketnya yang sedikit basah dan menyisakan kaos lengan pendek yang pria itu pakai.
"Jadi, mana yang pengin ketemu aku. Meysi atau Bundanya?"
Izora mendelik sinis. "Gue izinin lo ketemu Meysi lagi karena dia nangis kenceng banget pengen ketemu lo, jadi awas aja kalo sampe buat dia sakit sekali lagi. Gak akan pernah gue izinin lagi." Azra mengangguk, tangannya terulur untuk mengambil Meysi yang berada di gendongan Izora. Sekarang anaknya sedang anteng, tidak menangis seperti saat ditelepon tadi.
"Mau minum coklat panas, gak? Gue lagi pengen minum itu, biar sekalian dibikin."
"Boleh, bikinin yang enak ya. Air nya jangan kebanyakan kaya buat renang."
Izora mendengus mendengarnya, jadi Azra masih ingat kejadian itu? Kejadian dimana Azra memintanya untuk membuatkan kopi satu gelas tapi yang datang malah KOPI SATU GELAS. Alias, Izora memakai cangkir segede gaban yang biasanya diisi oleh dua sampai tiga bubuk meniman kemasan dan Izora hanya memakainya satu, jadi tentu saja rasa kopi yang harusnya manis itu malah hambar.
"Jangan remehin gue, gue udah jago masak! Kalo cuma buat minuman ya gampang."
"Oh gitu, bagus dong. Jadi kalo nanti kita nikah, kamu bisa kasih aku masakan buatan kamu ya."
"Gue gak mau nikah sama lo!"
Azra terkekeh. "Iya, iya. Biasa aja kenapa sih, Ra. Udah mau subuh gini masih bisa aja marah-marah?"
"Ya, gara-gara lo!" Izora melengos menuju dapur. Lama-lama dengan Azra membuatnya semakin emosi saja. Entah apa alasannya.
"Mey, sini coba Ayah liat jarinya," Azra menarik tangan Meysi lembut. Pria itu mengelusnya pelan. "Maafin Ayah yang gak bener jaga kamu ya, Mey." Meysi mengangguk, gadis dengan pereda panas di dahinya itu sedang bersandar di dada Azra. Sepertinya, spot kesukaan bayi itu memang dada bidang ayahnya. Selanjutnya, yang dilakukan Azra adalah diam sambil mencium-cium puncak kepala Meysi yang berkeringat dan panas.
"Nih minuman lo." Izora menyimpan satu gelas berisi coklat panas di depan Azra.
"Minuman kamu mana, katanya mau?"
"Gak jadi. Udah gak mood." Izora berdehem, mengalihkan perhatian Azra yang tengah senyum-senyum sendiri. "Tadi begitu ditelepon langsung ngangkat, gak tidur?"
"Enggak, Ra."
"Enak ya pasti lagi begadang main game, gue di sini gak tidur karena harus gendong Mey terus-terusan."
"Jangan dimatiin vc-nya ya, kamu nonton drakor aja gak apa-apa, aku temenin sambil main game. Kita bedagang bareng aja, Ra."
"Ayoo, kamu jangan tidur duluan loh, Naka."
"Iya, aku tunggu kamu tidur duluan, Izora."
Azra menatap Izora sendu, guratan lelah di matanya sangat terlihat jelas sekarang. "Kalo demam gini, Mey gak mau tidur ya?"
Dibanding menjawab perkataan fitnah yang Izora lontarkan, Azra lebih memilih mengalihkannya saja. Tidak apa, biarkan asumsi gadis itu tetap begitu terhadapnya. Padahal, pada kenyataannya adalah karena memang Azra selalu kesusahan tidur. Obat insomnia yang tadi dia konsumsi sama sekali tidak membantunya, masalahnya dengan Izora tadi membuat Azra terus kepikiran. Tidak boleh bertemu Meysi lagi — katanya. Azra tidak ingin melakukan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...