Malam hari di kamar bernuansa putih polos dengan lampu temaram, Meysi terbaring di antara kedua orangtuanya. Tinggal di rumah yang Azra bayar dengan hasil kerja kerasnya, tidur di kasur yang Azra beli dan membawa Meysi tidur di antara keduanya membuat mata Izora berkaca-kaca. Akhirnya, keinginannya untuk memberikan Meysi hal sederhana ini terkabul. "Coba Mey, yang ini apa tadi?"
"A."
"Betull! Mey pinter, kalo yang ini?"
"B."
"Kalo ini?"
"Ndak tau, Ayah." Azra tertawa, ternyata alfabet yang Meysi tahu baru 2 huruf saja. Saat ini, di tangan pria itu terdapat satu kertas yang yang sengaja Azra beli di jalan tadi. Azra membeli beberapa, ada kertas alfabet, kertas angka dan huruf hijaiyah yang memilki gambar-gambar lucu yang akan menarik minat anak untuk belajar.
"Yaudah, besok kita belajar lagi, ya .." Azra mencolek-colek hidung mancung dan kecil milik Meysi. "Ini namanya apa, Mey?"
"Idung."
"Betull, kalo mulut Mey yang mana?" Meysi memonyongkan bibirnya membuat Azra gemas melihatnya. "Kok lucu banget sih bayiii." Azra menenggelamkan wajahnya di perut bulat Meysi dan menggerak-gerakannya membuat putrinya itu tertawa kegelian.
"Bunda kok diem aja ya, Mey?" Azra yang sedari tadi fokus pada Meysi mendongak menatap Izora. "Loh, nangis?"
Meysi ikut melirik Izora, tangan kecilnya refleks menghapus air mata yang mengalir di pipi sang Bunda. "Kenapa, Sayang? Tiba-tiba banget nangis."
"Ya mau lah! Emang gak boleh?"
"Tiba-tiba juga marah-marah," gumam Azra sambil mendekat dan terduduk di dekat Izora. "Kenapa?"
"Orang lagi nangis jangan ditanya gitu!" ketus Izora dengan air mata yang kian mengalir deras. "Tuh kan jadi tambah nangis!" Izora memeluk Meysi yang kini ikutan menangis, melihat Bundanya menangis membuat bayi itu merasa sedih. Ya namanya juga Meysi bocil fomo.
Azra menggaruk tengkuknya, ini ... dia tidak boleh ikutan nangis juga, kan? Tiba-tiba anak dan istrinya menangis dan membuatnya bingung. Tidak ada hal lain yang bisa pria itu lakukan selain mengusap-usap punggung keduanya, membiarkan tenang. Tidak butuh waktu lama, Izora sudah meredakan tangisnya. "Aku tuh sedih!"
"Iya tahu, kamu tadi kan nangis bukan ketawa," balas Azra yang langsung meringis karena Izora mencubitnya. "Kenapa sih? Tiba-tiba nangis, terus marah, terus galak. Kamu gak hamil kan, Ra?"
"Hamil apa?! Diproses aja belum, mana masih mens lagi. Jangan ngada-ngada deh." Izora ikutan duduk sambil membawa Meysi ke pangkuannya. Jadi kini posisinya mereka tengah berhadapan.
"Jadi kenapa nangis? Aku ada salah?"
"Enggak. Lagi pengen aja sih aku," balas Izora tengil. "Udah deh jangan nanya-nanya." Karena kalau harus menjelaskan alasannya, Izora malu. Dia menangis karena terharu dengan keadaan sekarang. Melihat Azra yang ternyata sangat menyayangi Meysi membuat Izora merasa bersalah. Selama ini, Izora sengaja menyembunyikan Meysi dan menjauh dari Azra.
Pikirannya terlalu negatif pada pria itu, tapi ya siapa yang tidak akan begitu jika kejadian yang menimpa mereka dulu malah dapat reaksi menyakitkan dari Azra.
"Mau liburan bertiga gak, Ra?" Di pikiran Azra sekarang, Izora tengah frustasi karena tiba-tiba menangis tanpa mau memberi tahu alasannya. Jadi, ide liburan langsung terbesit di kepalanya sekarang. "Kita belum honeymoon dan belum pernah jalan-jalan bertiga, kan? Yuk?"
"Mau kemana? Emang kamu punya duit?"
Azra terkekeh. Izora pikir Azra ini miskin sekali kah? "Punya kalau buat liburan sekali ini. Kamu mau kemana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...