maapiiinn baru update soalnya minggu ini ak baru selesai uas (maklum swasta bang)🙏🏻
o0o
"Naka, kalau sekarang aku ngizinin kamu pergi ke Jepang, kamu bakal pergi gak?"
Azra tidak langsung memberi jawaban, dia sedang memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Izora barusan. "Dan kalau kamu tiba-tiba ngizinin itu, alasannya kenapa?" Dan Azra, lebih ingin tahu alasan Izora sebenarnya.
"Ya ... aku ngerasa kasihan aja, sih? Atau enggak? Tapi, akutuh pengin buat kamu senang dan gak mau kita berantem terus?" jawab Izora ragu.
"Kalau aku seneng, kamu seneng juga gak? Mey seneng juga gak?" tanya Azra.
Izora memutar bola matanya ke atas, dia tengah berpikir. "Aku mau nyoba dulu sih, toh setelah aku pikirin ucapan kamu waktu itu, gak salah juga. Kalau kamu pergi dalam keadaan kita baik-baik aja, mungkin lama-kelamaan aku bakal bisa nerima dan terbiasa. Kalau Mey sih, pasti sedih dan bakal sering nanyain kamu. Makannya aku mau kalau nanti, kamu harus selalu hubungin kita sekalipun kamu lagi sibuk," terang Izora panjang lebar.
Azra mengangguk-anggukan kepalanya. "Kamu mau ngorbanin perasaan juga buat aku?"
"Gak tau sih, tapi kita gak akan saling menyakiti 'kan, Naka?Setelah aku pikir, waktu dua tahun saat aku ngejauh dari kamu, gak ada komunikasi apapun selain kamu yang kirimin chat tiap hari, keadaan kita gak baik-baik aja dan aku masih bisa bertahan walaupun mati-matian banget. Dan kayaknya, kalau kita udah punya ikatan sah gini, kita baik-baik aja, kita bakal komunikasi tiap hari. Aku kira, aku bakal sanggup lewatin semua. Maksud aku, keadaan ini lebih baik dari dulu. Lagian, kamu pergi buat belajar, kan? Bukan buat nyari ani-ani di Jepang— eh atau nyari?!"
"Enggakkkk." Azra buru-buru menampiknya. "Enak aja nyari yang lain. Udah dapet kamu aja bersyukur banget, gak mau rakus aku. Satu aja cukup."
Izora mendelik, idih-idih si buaya!
"Tapi kamu bakal sendiri di rumah. Dan ngurus Mey juga sendirian," lanjut Azra yang masih ingin memastikan kesanggupan Izora.
"Iya memang. Tapi, aku udah mikirin sesuatu sih tentang itu." Izora menghela nafasnya. "Kayak ... mungkin, pihak yang paling dirugiin di sini itu aku gak sih? Aku yang hamil, ngelahirin, nyusuin, terus sekarang harus ngurus sendirian, tapi ... aku juga mikir kalau inituh kodrat sebagai wanita? Maksud aku, setelah nikah apalagi punya anak, kita perempuan itu gaakan sebebas kalian para laki-laki. Apalagi, laki-laki 'kan bakal terus pergi dari rumah kayak buat kerja, atau apapun lah."
"Apalagi kamu yang masih muda, masih banyak yang harus dikejar dan pasti gak cuma mikirin anak dan istri aja. Jadi, ya yaudah gak apa-apa biar aku lagi yang ngasuh Mey. Intinya gitu deh. Aku gak apa-apa, toh banyak juga perempuan yang ditinggalin suaminya kerja jauh tanpa komunikasi mereka tetap bisa hidup. Dan aku juga pasti bisa, kan?" tanya Izora sambil mengambil tangan Azra untuk dia tautkan di jemarinya.
Azra mengangguk. "Para perempuan itu emang keren dan kuat-kuat banget," timpalnya setuju. "Jadi, aku boleh pergi?"
"Boleh," jawab Izora langsung. "Aku gak akan halangi keinginan kamu selama itu bukan hal negatif. Nanti juga kalau kamu berhasil dapet gelar lain, yang bakal bangga juga 'kan aku sama Mey."
"Beneran, Ra?" Mata Azra berbinar antusias. "Aku beneran boleh kuliah di Jepang?"
Izora mengangguk. "Ayo kita tetep gapai cita-cita dan keinginan yang sejak dulu kita impi-impikan. Aku juga berharap, kalau pernikahan itu gak akan jadi penghalang buat kita."

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...