47. bad liar

3.1K 185 26
                                        

"Ravel gak cerita apa-apa, tapi katanya emang lagi ada masalah dikit. Yang sabar ya, Naka. Anak Ayah itu, emang suka banget kabur-kaburan. Ayah kira, kalau udah nikah gak akan kabur-kaburan lagi. Ternyata masih sama aja." Ucapan Ayah yang sambil terkekeh tadi, membuat Azra tersenyum.

Kalau dulu, Azra akan menjadi tempat persinggahan ketika Izora tengah kabur dari rumah Ayah. Kalau sekarang, Azra menjadi alasan Izora kabur ke rumah Ayah.

Tapi kini, Azra sedikit bersyukur karena Izora tidak menceritakan masalahnya pada orang tuanya. Sebenarnya, Azra bukan bermaksud ingin membiarkan Izora memendam perasaannya sendiri, tapi masalah rumah tangga itu memang tidak boleh bocor pada siapapun, kan. Toh, jika masalah lain, yang akan mendengarkan keluhan Izora adalah Azra.

Di atas tubuhnya kini, ada Meysi yang sejak tadi memeluknya erat. Berhari-hari tidak bertemu ayahnya, membuat Meysi sangat merindukannya. Meysi yang baru berulang tahun ke-4 sudah lebih berat dan lebih tinggi, giginya pun tumbuh lebih banyak, dan sudah tidak cadel lagi. Walaupun sudah tidak cadel, tapi cara Meysi ngomong itu ... alay banget!

"Ayah, akoh mau bersyekolah syama abang Io."

Lihat, kan? Cara bicaranya itu sangat formal dan centil sekali! Sampai sekarang Izora masih tidak memberikan Meysi tontonan apapun di televisi atau gadget, dan Meysi yang tiba-tiba bisa berbicara seperti Syahrini itu membuat Izora bingung. Dari mana anak kecil ini menirunya?

"Boleh, nanti ya kalau Mey udah lebih besar." Azra mengelus kepala Meysi penuh sayang. "Bunda marah-marah gak kemarin?"

Meysi mengangguk. "Iyes. Akoh meminta jejong, tidak Bunda belikan dan dimarahi oleh Bunda, Ayah."

Jejong itu artinya jajan. Azra sudah sangat hafal kata yang sering diucapkan Meysi ini. Walaupun sampai saat ini masih sering meringis jika mendengarnya, alay banget, Mey!

"Mey minta jajannya kapan?" tanya Azra yang sudah tahu tabiat anaknya yang sering minta jajan di waktu yang tidak tepat.

"Syebelum sleep, Bunda bilang, Mey jejong teryusshhh, padahal tidak begitu kok, Ayah." Meysi cemberut tapi tangannya bergeliya di wajah sang Ayah, mengelusnya. "Mey syuka Ayah, Ayah syelalu baik terhadap Mey."

"Bunda juga selalu baik 'kan sama Mey?"

Mey menggeleng. "Bunda syelalu marahin Mey, Bunda tidak love pada Mey. Mey tidak syuka Bunda."

"Nggak gitu, Bunda marahin Mey karena sayangggg banget sama Mey. Bunda gak mau kalau Mey jadi anak nakal dan keras kepala, jadi Bunda memberi tahu Mey. Tapi caranya aja yang kadang kelihatan galak, Bunda baik kok aslinya. Mey juga tau, kan?" Azra berusaha memberikan pengertian. Padahal Azra tahu kalau Izora tidak pernah memarahinya, Mey saja yang selalu menganggap begitu.

"Kalau Bunda gak sayang sama Mey, gak mungkin Bunda mau mandiin Mey setiap hari, gak mungkin Bunda masakin makanan buat Mey sehari tiga kali. Semua yang Mey mau juga selalu Bunda beliin, kan. Bunda itu baik banget loh sama Mey, masa Mey gak suka Bunda, sih?"

Dahi Meysi mengkerut, tengah berpikir dan mengingat-ingat kebaikan sang bunda. "Oke, Mey syuka Bunda kok, Ayah. Bunda syelalu baik-baik trulala pada Mey."

"Aku emang baik, Mey. Kamunya aja yang sering nyebelin!" timpal Izora yang baru pulang bermain itu masuk ke dalam kamarnya, di bawah tadi Mama sudah memberitahukan bahwa Azra datang ke rumahnya. Perempuan dengan setelan rok jeans se paha dan crop top yang membuat sedikit perutnya terlihat itu menghampiri Azra yang kini sudah duduk bersandar pada head board.

"Mau jemput aku sama Mey?"

"Aku gak suka baju kamu kayak gitu," beo Azra mengacuhkan pertanyaan Izora. Selama ini, Izora tidak pernah keluar dengan pakaian seperti itu. Tidak bertemu beberapa hari saja, pakaian istrinya itu sudah berubah lebih terbuka dan membuat Azra menahan kesal.

GARIS BATAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang