45. where are you, ayah?

2.5K 142 21
                                    

siap menghadapi chapter ini gak?!😀😀😀

kata ak harus siap dan biar lebih DEG ke hatinya teh mending baca ulang part sebelumnya. terus sebelum mulai, ak mau minta maaf diatas materai dulu kpd semua pembaca HEHEHEHE lopyu ol🫰🫰🫰

sekian dulu pembukaannya, pencet dulu bintangnya juseyoooo🫨🫨🫨

o0o

Saat seseorang meninggal dan dia mengeluarkan darah, maka satu darah itu akan menghapus satu dosanya. Itu adalah kata-kata yang tadi ustadz beri tahu padanya. Haruskah Izora senang karena kini, di beberapa titik, kain kafan berwarna putih itu menjadi merah? Saking banyaknya darah Azra yang terus menerus keluar sampai rembes. Atau kah dia harus tetap sedih karena tubuh yang biasanya memeluknya itu, hancur dipenuhi luka.

Di ruang tamu yang sudah lebih sepi dibanding sore tadi, Izora dan Meysi tengah berbaring di sebelah Azra, mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya mereka tidur bertiga. Biasanya, Azra akan memeluk Meysi sampai tertidur lalu beralih pada Izora dan Izora dengan senang hati akan balas memeluknya. Tapi kini tidak lagi, karena Azra hanya terbujur kaku yang membuat hanya Izora dan Meysi yang bisa memeluknya.

Meysi, anak itu tidak takut sama sekali. Tadi, Meysi menangis begitu keras saat pertama kali melihat wajah Azra dan membuat orang-orang di sana ikut merasakan kesedihan itu. Tapi kini tidak, Meysi terlihat biasa saja karena sudah tahu bahwa wajah mengerikan yang tadi dia lihat itu adalah wajah Azra yang tidak perlu ditakuti karena Azra baginya, adalah, manusia paling baik.

Bahkan sekarang, Meysi sudah tertidur dengan tangan kecilnya yang melingkari tubuh kaku sang ayah.

Keluarga Naradhipta turut hadir disana, duduk di sofa yang jauh dari Azra dan membiarkan anak dan istri Azra menghabiskan waktu untuk terakhir kalinya.

"Naka, setelah ini aku harus gimana?" bisik Izora seolah tengah menatap Azra, yang padahal wajahnya sudah ditutupi oleh kain kafan.

"Kata kamu, mau nambah anak. Aku bilang kamu harus panjang umur, gak boleh ngerokok. Kamu nurut, tapi kenapa malah gini?" Tangan Izora mengelus-elus tubuh yang tertutup kain itu.

"Naka, aku gak mau sendirian ..."

Setelahnya, Izora terisak lagi, tapi dengan tertahan karena tidak mau membangunkan manusia lain walaupun rasanya dia ingin berteriak sekerasnya, bertanya kenapa takdir buruk ini harus dia yang alami!

"Maafin aku gak bisa ngapa-ngapain selain peluk kamu kayak gini. Aku bingung harus bilang apa karena aku gak tahu apa yang kamu rasain."

Itu adalah kalimat yang pernah Azra katakan saat ospek jurusan dan Izora merindukan Meysi. Azra tidak bisa memberi kalimat penenang tapi hanya bisa mendengarkan kesedihan Izora dan memeluknya. Demi apapun, itu sudah cukup dan Izora benar-benar membutuhkannya sekarang.

Andai saja Azra tahu sudah sebanyak apa Izora menangis hari ini, pasti laki-laki itu dengan senang hati akan memeluknya sampai Izora merasa tenang.

Sekarang Azra masih ada di sebelahnya, tapi Izora sudah sangat merindukannya. Azra ada di sebelahnya, tapi sudah terasa jauh. Jika bisa, Izora ingin bercerita betapa sedihnya dia hari ini. Jika bisa, Izora ingin bercerita betapa bingungnya dia menghadapi hari-hari setelah ini.

Senyuman Azra sebelum berangkat tadi masih jelas dalam ingatannya. Juga, bagaimana wangi tubuh laki-laki itu yang kini sudah tidak tercium lagi. Izora yang sedari tadi berbaring menghadap Azra tiba-tiba duduk.

GARIS BATAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang