Benda kecil panjang yang memilki dua garis berwarna merah baru saja terlempar ke tangannya. Sang pelaku adalah Izora yang kini menatapnya dengan mata yang sudah memerah. Menahan tangis.
Azra langsung kelimpungan sendiri setelah sadar apa yang Izora lemparkan padanya. Dia, melakukan kesalahan yang sama ...
Menghamili Izora tanpa persetujuan sang empu.
"Gara-gara kamu keras kepala gak mau pake pengaman, lihat, sekarang jadinya gini!" Izora murka.
Rasa bersalah langsung mengerubungi hatinya saat mendengar deretan kalimat Izora yang penuh emosi tadi. Dengan tangan bergetar, Azra menarik Izora agar duduk di sampingnya. "Ra, aku bakal tanggung jawab. Aku gak akan pernah nyuruh kamu hilangin dia kayak dulu, aku bakal nemenin kamu." Azra pikir, kalimat itu akan membuat Izora tenang.
Tapi tidak, karena ternyata ...
"Aku gak mau hamil sekarang, Naka!" bentak Izora. "Aku belum siap!"
Izora marah. Sangat marah.
Azra sudah pernah mendengar Izora mengucapkan kalimat itu yang juga sudah Azra setujui. Tapi, karena keegoisannya ingin mendapat pelepasan yang lebih nikmat tanpa terhalang apapun, dia malah membuat Izora bersedih seperti ini. Azra kira, pill moring after akan membantunya, tapi sekarang dirinya malah kecolongan lagi.
"Sekarang udah gini gimana, Naka? Harus aku lagi yang berkorban? Harus aku yang cuti kuliah dan gak lulus-lulus?!" teriaknya dengan air mata yang sudah mulai luruh.
Azra tidak bisa menjawabnya. Dan hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah membawa Izora ke pelukannya dan menggumamkan kata maaf berkali-kali. Azra egois, Azra tidak berpikir panjang, Azra membuat Izora sedih dan mungkin akan membuat Izora kesusahan lagi.
"Sekarang aku harus gimana?!" Izora memberontak, tangannya dia kepalkan dan memukul tubuh depan Azra dengan brutal. "Aku gak mau hamil, Naka! Dan aku juga gak bisa kalau harus gugurin anak ini. Aku harus gimana? Naka anjing! Kenapa kamu selalu nyusahin aku?! Kenapa harus selalu aku yang tanggung semua keegoisan kamu?!"
Tubuh Azra semakin bergetar, bingung harus melakukan apa dan takut akan kemarahan Izora sekarang.
"Izora ... aku harus gimana?" Mata Azra juga ikutan memerah, menahan semua gejolak dalam dirinya. Marah pada diri sendiri, sedih melihat keadaan Izora sekarang dan berbagai perasaan yang tidak bisa dia jelaskan.
"Pergi! Aku gak mau lihat kamu!" Izora menyentak tangan Azra yang sejak tadi melingkari pinggangnya.
Kalimat itu ... membuatnya dejavu.
Azra yang menghamilinya dan Izora yang mengusirnya. Haruskan seperti ini lagi?
"Ra, jangan gini," lirih Azra. "Jangan gini, tolong. Ayo kita cari jalan keluarnya. Tolong jangan nyuruh aku pergi lagi." Tubuhnya merosot, dengan tangan memegang lutut Izora, wajah Azra yang kini sudah dihiasi air mata dia tenggelamkan di sana.
"Jangan nyuruh aku pergi, jangan, Ra." Isakan kerasnya mulai memenuhi kamar.
Izora memejamkan matanya. "Kamu gak mau pergi? Yaudah, biar aku aja yang pergi." Izora menghempaskan Azra dan langsung berdiri yang tentu saja langsung Azra susul.
"Izora ... tolong jangan gini. Aku atau kamu yang pergi, gak akan nyelesaiin masalah yang ada," bujuknya sambil memeluk Izora dari belakang.
Izora menghapus air matanya yang sejak tadi menentes. Tubuhnya akhir-akhir ini sering lemas dan mual, Izora pikir dia hanya kecapekan, tapi saat dia sadar jadwal haidnya terlewat dua bulan, dia mulai khawatir. Dan ternyata benar dugaannya, dia mengandung lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...