That Day (prolog)

247 26 22
                                        


She was ordinary girl, and a star come in her life, give a bright light, make her fallin in love with all his little things
- That Winter.

___

Salju turun lebih awal pagi ini. material halus berwarna putih itu mulai menyelimuti bangunan dan pohon-pohon disekitar. kurentangkan payung hitamku setelah turun dari bus, dan melangkahkan kaki dua kali lebih cepat menyusuri tepi jalanan dengan banyak orang berlalu lalang disekitarku.

Seharusnnya hari ini menjadi hari baik, dimana aku bertemu dengan seseorang yang ku anggap istimewa dalam hidupku.

Tidak tahu bisa disebut kencan atau bukan. namun aku tak pernah menghabiskan waktu sebanyak ini dalam berdandan hanya untuk makan bersama seseorang. entahlah, hal semacam ini terlalu formal bagiku, atau memang aku yang belum terbiasa.

Mungkin akan lebih baik hanya dengan jalan kaki, bergandengan tangan menyusuri keindahan sungai Han dan bercerita banyak hal yang kami lalui hari ini.

Fokus ku berhenti pada sebuah bangunan dengan palang bertuliskan caffe di depan sana, menatapnya sedikit gusar. entah mengapa nafasku menjadi berat. kalau bukan karena high heels yang cukup tinggi ini, pasti aku sudah berlari dan segera sampai. karena satu-satu nya yang mengganggu pikiranku sekarang adalah; aku terlambat.

Setelah berdiri tepat di depan bangunan tinggi itu, ku tutup payungku sambil memikirkan kalimat pembuka yang sedari tadi terangkai dalam kepala.

Kuambil banyak napas sebelum melangkah masuk. seketika wajahku memanas seperti sedang berdiri di depan api, bahkan tanganku mulai berkeringat. rasanya selalu mendebarkan setiap kali kami akan bertemu.

Didalam sangat luas, dekorasi pada dindingnya juga bagus. hiasan- hiasan kecil yang bergantung di jendela menjadi nilai tambah. terdapat piano disudut ruangan, dan lilin di beberapa tempat. aku terkejut melihatnya.

Dan tidak ada siapapun disini.

Kubalikkan tubuh, menoleh kekanan dan kekiri berharap menemukan seseorang, namun nihil. apakah sangat terlambat?

Setelahnya kukeluarkan ponsel dari tas, berniat menghubungi seseorang.

Dalam waktu bersamaan, sebuah suara terdengar dari arah belakang. "kau memang tidak pernah disiplin Oh-Jeyna?"

Terdiam. perlahan kepalaku refleks menoleh kebelakang.

Tampak seorang laki-laki dengan postur tubuh tinggi berdiri beberapa langkah dariku. berpakaian rapi, mengenakan kemeja putih, dengan jas dan celana abu-abu. menatap seolah meminta penjelasan.

Wajah yang tidak asing, namun jarang tertangkap oleh indra penglihatanku akhir-akhir ini. tatapan matanya sering kali membuatku kehilangan kata-kata. aku payah dalam mengontrol rasa gugupku.

"maaf, ada naskah yang harus ku revisi dan dikirim hari ini juga" jawabku seadanya.

Ia mengeluarkan tangan dari saku sambil menghela napas.

"duduklah, aku yakin kau lelah berdiri dengan sepatu tinggimu itu" katanya dengan senyum menempel diwajahnya.

Memang benar. entah bagaimana caranya memahami apa yang kurasakan.

"tempat ini sangat sepi, aku pikir kau sudah pergi" ujarku memulai perbincangan kembali.

"tadinya akan begitu. jika kau tidak datang, sia-sia saja aku membooking tempat ini"

That WinterWhere stories live. Discover now