41. cheering you on

2.5K 138 2
                                    

update senin pagii, semoga di hari kesukaan nabi ini kita dapat kabar gembira yang ditunggu-tunggu yaa. semangat menjalani hariiii semuanyaaa!!💗

btw cmiiw ya plis. part ini akan ada materi hukum yang sebenernya udah aku riset, tapi takutnya salah😞

o0o

Izora menangis. Menangis sekerasnya.

Air mengalir deras dari matanya dan darah mengalir dari hidungnya. Semua itu karena ulah Meysi yang tadi melemparkan ponsel pada Izora yang sedang berbaring. Azra dengan sigap mendudukan Izora untuk menyeka darah yang mengalir dari hidungnya dan tidak memperdulikan Meysi yang ikutan menangis. Istrinya lebih membutuhkannya sekarang.

"Udah, jangan nangis lagi. Gak apa-apa, kok."

"G-gak apa-apa karna kamu gak di-didurhakai anaknya!" protes Izora dengan suara terpotong-potong karena tangisnya semakin kencang. Bukan karena sakit di hidungnya — walaupun itu juga sakit sih. Tapi, lebih sakit hatinya karena Meysi melakukan ini padanya. Padahal yang salah Azra, tapi Meysi beraninya hanya pada Izora.

"Ayah!!!" Meysi menangis lebih kencang untuk menarik perhatian orang dewasa itu dan membuat Azra membuang nafasnya kasar. Satu tangan dia gunakan untuk memeluk Meysi dan satu tangan lagi dia gunakan untuk mengusap-usap punggung Izora.

"Mey, Ayah gak suka loh kalau kamu kayak tadi. Kasihan istri Ayah, hidungnya berdarah."

Diberitahu seperti itu, membuat Meysi tambah menangis.

"Ra, udah dulu nangisnya." Telinga Azra benar-benar pengang, satu tangisan Meysi saja sudah cukup membuat telinganya hampir budek, ini malah ditambah induknya yang ternyata malah lebih parah.

Izora menghapus jejak air matanya lalu melipat tangan di depan dada dan menatap Meysi sinis. Sedangkan yang ditatap hanya menunjukan wajah bingung. "Minta maaf sama aku cepet!" suruh Izora dengan sisa-sisa isakan.

Meysi tidak mempedulikannya dan malah membalikan badan untuk menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang Ayah.

"Tuh, kan! Dia nyebelin banget, Nakaa!" Izora merengek sambil menendang-nendang udara.

Azra menggelengkan kepalanya. Dia menjauhkan Meysi dari tubuhnya. Dia tatap mata yang kini kembali berkaca-kaca itu. "Mey, tadi Mey nyakitin hidung Bunda—"

"Sama hati aku juga!"

"Nah, iya. Mey nyakitin hidung dan hati Bunda. Kalau Mey nyakiti seseorang, Mey harus minta maaf dan janji gak boleh gitu lagi," tutur Azra dengan nada rendahnya. "Mey, ngerti Ayah ngomong apa?"

Bayi berusia hampir 3 tahun itu mengangguk. Ucapan Azra tadi termasuk mudah untuk ia dimengerti.

"Mey, kalau punya keinginan itu harus sabar dan berusaha. Jangan langsung marah kayak tadi, ya?"

Lagi-lagi Meysi mengangguk. Di tengah malam begini, Meysi si bayi ikan itu menangis ingin berenang. Dan karena Azra bilang tidak boleh, bayi itu kesal dan sengaja melemparkan ponsel yang sedang Azra pegang ke wajah Izora yang sedang diam berbaring memperhatikan kedua orang itu.

Ponsel tidak sengaja jatuh saat rebahan saja sudah sakit, apalagi Izora yang sengaja dilempari sampai mimisan.

"Mey, kasihan gak lihat Bunda yang nangis dan hidungnya berdarah?" tanya Azra yang ingin tahu apakah Meysi memiliki empati atau tidak, dan ternyata iya. Karena Meysi mengangguk.

"Kacian, Ayah."

Azra tersenyum. "Iya, kasihan Bunda Mey dan istri Ayah itu. Nah, karena Mey berbuat salah, Mey harus apa sekarang?"

GARIS BATAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang