38. don't leave me

3.2K 152 15
                                        

Azra sudah menjual dua tas Izora dengan harga yang untungnya tidak terlalu rendah. Dia berhasil menjual dengan harga yang sedikit murah dari harga aslinya. Dan uang yang kini sudah dia pegang bisa dia gunakan untuk menutupi kebutuhan keluarganya sebelum nanti dapat uang lagi dari freelance-nya.

Tidak dia duga, kebodohannya itu sampai harus merugikan dirinya sendiri dan menyusahkan orang lain.

Meysi sedang Azra ajak berenang seperti janjinya waktu itu. Sedangkan Izora memilih untuk pulang ke rumah Ayah saja. Dia sudah merindukan orangtuanya dan juga ingin terlepas sejenak dari Meysi dan juga Azra. Biarkanlah Meysi menghabiskan waktunya dengan Ayahnya karena Izora pun ingin melakukan hal yang sama.

"Vel, kita jalan-jalan, yuk?" Izora yang sedang rebahan di sofa langsung menurunkan ponselnya saat melihat Ayah yang turun dari tangga dengan pakaian yang Izora yakin baru saja diganti.

"Ayo! Kemana, Yah?"

"Ke mall aja. Kamu 'kan sukanya belanja."

Izora tersenyum dan mengangguk. Dia tiba-tiba merasa sangat senang karena mungkin ini kali pertama dia akan jalan-jalan bersama Ayah lagi. "Mama ikut gak, Yah?"

"Gak. Mama mau arisan katanya."

"Oh ..." Izora mengangguk-anggukan kepalanya. "Aku ganti baju dulu kalau gitu, tunggu bentar, Yah."

Ayah ikut tersenyum melihat Izora yang bersemangat seperti itu. Sejak dulu, Izora selalu suka jika diajak ke mall dan berbelanja. Kalau waktu libur sekolah tiba, dibanding pergi ke kebun binatang atau tempat wisata lain yang jauh dari hiruk pikuk kota seperti kebanyakan orang, Izora malah ingin pergi ke mall dan menggunakan uang Ayah untuk membeli semua hal yang dia inginkan. Boneka, baju, sepatu dan segala jenis barang yang bisa dia gunakan untuk memenuhi kamar dan lemarinya.

Makannya, saat Izora terpuruk, Ayah sengaja membelikan barang-barang yang Izora sukai itu walaupun ternyata tidak ada hasilnya.

"Yah, tapi semua biaya ditanggung Ayah, kan?" tanya Izora yang baru turun. Sudah berganti dengan pakaian yang lebih pantas.

"Enggak lah, udah nikah mah biaya tanggung sendiri."

Izora menghentikan langkahnya. "Ih, Ayah! Kok gitu? Aku 'kan anak Ayah. Emang kalau udah nikah, Ayah gak mau lagi ngasih uang sama aku?"

Ayah tertawa mendengarnya, tangannya dia gunakan untuk menggandeng bahu Izora.

"Bercanda. Kamu masih boleh kok kalau mau habisin uang Ayah."

"Emang harusnya gitu! Kalau bukan aku, memang siapa lagi yang mau ngabisin ya, kan?"

"Iyaa, terserah kamu, Vel." Ayah mulai menjalankan mobilnya. "Gimana nikah sama Naka, dia gak ada jahatin kamu?"

"Enggak dong, Ayah. Dia baik banget kok." Walau ada monyet-monyetnya sedikit. Tapi, tidak mungkin 'kan Izora menjelekan suaminya sendiri, kalau tidak salah baca, aib suami adalah aib istri juga.

Lagian, masalah rumah tangga itu tidak boleh diberitahukan pada siapapun.

"Bahagia gak kamu?"

Mata Izora tiba-tiba berkaca-kaca. Pertanyaan seperti itu, kenapa terdengar sangat melankolis? Hanya Ayah yang pernah bertanya seperti ini padanya.

"Bahagia, Ayah," jawab Izora yang sedang berusaha tidak menunjukan suara sedihnya. "Ternyata, buat di titik ini prosesnya lama banget ya, Yah."

"Iya pasti," timpal Ayah setuju. "Proses pendewasaan kamu juga lebih rumit dari yang Ayah alami. Keren loh kamu, bisa lewati semuanya dan kembali baik-baik aja setelah ngalamin banyak hal yang menurut Ayah juga berat."

GARIS BATAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang