Chapter 2. Confession

55 7 0
                                    

Sequel of Redamancy.

Di sebuah tempat yang cukup luas, terdapat beberapa orang berkumpul dan berlatih pedang. Yang tak lama kemudian telah berakhir dan menyisakan dua orang pria berjubah putih dan hitam.

Pria berjubah hitam itu adalah Song Lan yang menemani Xiao Xing Chen, pria berjubah putih.

Menuangkan teh untuk sahabatnya, Song Lan berdeham rendah setelah memberikan cangkir itu.

"Ada apa Zichen?"

Kehilangan penglihatannya membuat pendengaran Xiao Xing Chen menajam, dan dia menoleh menghadap Song Lan sambil memiringkan kepalanya.

"Aku.. ada yang ingin aku katakan."

Entah kenapa Song Lan merasa bersyukur sahabatnya tidak bisa melihat penampilannya yang gugup. Namun dia segera menepis pemikiran bodoh itu. Yang terbaik adalah sama-sama bisa melihat. Tegurnya untuk dirinya sendiri dalam hati.

"Kita sudah sedekat ini, kenapa masih harus menjadi sopan. Katakan saja Zichen." Ucap Xiao Xing Chen setelah terkekeh kecil mendengar suara sahabatnya yang tampak gugup.

Setelah hening beberapa saat yang hampir membuat Xiao Xing Chen bertanya lagi, Song Lan meraih tangan pria dihadapannya dan menggenggamnya erat.

"Xingchen, Saat kamu tertawa, menghangatkan hatiku.. sehingga aku jatuh cinta padamu." Ucap Song Lan sambil menatap dalam pada Xiao Xing Chen. Dan ketika ada darah yang mengalir, pria tinggi berjubah hitam itu menjadi panik dan segera menyesali perkataannya.

"Xingchen.. Xingchen abaikan saja perkataanku. Kamu.. kamu berdarah. Aku.. aku akan mengambil kain baru."

"Tidak! Berhenti."

Xiao Xing Chen menahan tangan Song Lan dan menarik pria itu untuk duduk disampingnya.

"Apakah Zichen serius? Maksudku cinta yang Zichen sampaikan.." tanyanya sambil menggenggam erat tangan Song Lan.

Song Lan segera kembali fokus. Dan berkata dengan tegas.

"Aku serius Xingchen. Cinta ini, aku ingin terus bersamamu. membuatmu bahagia dan.. menciummu.." suaranya menjadi lebih lirih karena merasa malu. Bagaimana mungkin dia menyentuh sahabatnya yang bersih dari nafsu. Namun dia ingin berkata jujur, tidak masalah jika penolakan yang dia dapatkan, dia dapat menenangkan hatinya setelah itu dan bersikap seperti biasanya.

"Zichen, aku tidak mendengar bagian terakhir dengan jelas, katakan lagi."

Terkejut dengan perkataan Xiao Xing Chen, Song Lan berdeham pelan dan berkata dengan rendah.

"Aku ingin menciummu."

"Aku pikir Zichen serius, tapi ternyata Zichen masih menyembunyikan sesuatu. Katakan lagi Zichen, aku tidak mendengarnya terlalu jelas."

Ujar Xiao Xing Chen dengan ekspresi tegas. Wajahnya yang ternoda sedikit darah tidak menutupi pesona rembulannya.

Song Lan menarik nafas dalam-dalam dan berkata dengan lebih keras daripada sebelumnya.

"Aku ingin menciummu, Xingchen."

"Aku juga Zichen."

Tubuh Song Lan menjadi kaku dan matanya tampak tidak percaya mengetahui sahabatnya baru saja mengecupnya tepat di bibir. Dan segera berbagai emosi bercampur di dalam hatinya mendengar ucapan Xiao Xing Chen.

Tidak mendapatkan respon Song Lan beberapa saat, Xiao Xing Chen mengeluh pelan.

"Aku pikir Zichen serius, tapi.."

Perkataannya belum selesai dan sudah terbungkam oleh sesuatu yang hangat. Dia tertegun sejenak dan kemudian mengulurkan tangannya untuk melingkari leher Song Lan.

Mendapatkan respon positif dari Xiao Xing Chen, Song Lan merasa sangat bahagia. Dia mulai melumat bibir merah itu pelan dan berniat berhenti sebelum mendapatkan balasan dari Xiao Xing Chen.

Belajar di tempat suci bukan berarti Xiao Xing Chen tidak mengerti bagaimana perbuatan orang yang saling mencintai.

Dia segera balik melumat bibir sahabatnya dan menggigitnya ringan, membuat seseorang menjadi ganas dan menciumnya keras.

Song Lan mengakhiri ciuman itu dengan menjilat bibir manis yang membuatnya sedikit candu.

Pemuda tinggi itu berkata sambil menatap Xiao Xing Chen lekat-lekat.

"Aku sangat mencintaimu Xingchen. Mencintaimu lebih dari sekedar sahabat, lebih dari sekedar saudara sesumpah. Aku mencintaimu selayaknya seorang pasangan. Aku harap Xingchen tidak keberatan, dan menerimaku menjadi mitra kultivasi mu."

"Aku tidak keberatan. Aku sangat senang, aku juga mencintai Zichen. Menjadi sahabat, saudara sesumpah ataupun mitra tidak masalah bagiku, asal bisa selalu bersama Zichen dalam situasi dan kondisi seperti apapun." Balas Xiao Xing Chen setelah menggelengkan kepalanya.

Kedua kultivator itupun berpelukan, dan Xiao Xing Chen tertawa kecil dengan Song Lan tersenyum lebih dalam.

Penderitaan bukanlah akhir. Itu dapat menjadi awal untuk memulai lembaran baru. Kesusahan dan musibah juga kesedihan ataupun kemurkaan adalah hal-hal yang menghiasi hidup. Yang terpenting adalah memiliki seseorang yang dapat menemani untuk melalui segalanya.

Hargailah orang yang menyayangi dan bersedia membantu disaat sulit serta menghimpit, jangan biarkan masalah memecah, dan memutus sebuah hubungan. Sesungguhnya perpisahan adalah hal paling berat. Dan walaupun tidak dapat disangkal, setidaknya buat hal-hal baik dan indah ketika saat itu akan tiba.

.

The End Of The Story

No More RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang