02. Oh Tuhan! Gina Gila!

Mulai dari awal
                                    

Entah berapa kali ia menghabiskan tisu wajah untuk mengelap dahinya yang penuh keringat. Apa lagi, Arga sudah merasa jenuh dan lapar.

"Bagaimana, Mas Arga? Sudah paham, toh?''

"Sudah, Pak. Tapi, maaf ... apa kita bisa pulang sekarang, Pak?"

"Wah! Iya, ya! Saking asyiknya mengobrol dengan Mas Arga, saya sampai lupa hampir lewat jam makan siang, ya?"

Hampir? Bahkan ini sudah lewat jam makan siangnya. Arga tersenyum kaku. Mengesampingkan rasa jengkelnya.

"Baik kalau begitu, mari kita pulang sama-sama, Mas."

"Oh, terima kasih. Bapak duluan saja ...," tolak Arga.

Tak bicara panjang lebar lagi, Pak Wiro pun berjalan pulang ke rumah lebih dulu. Sementara Arga, ia masih di sana. Ia ingin beristirahat sejenak.

Arga menghela napas berat. Sungguh melelahkan hari ini. Berkeliling kebun selepas sarapan hingga siang hari. Arga sebenarnya tak menyangka, kalau kebun milik Omanya sangat luas. Pantas saja pekerja di sini begitu banyak, dia sampai tak hafal nama-nama mereka.

Jujur saja, dia bisa memperhitungkan, jikalau membangun sebuah restoran di sini pasti sangat megah. Mengingat lokasinya sangat luas. Mungkin juga tak hanya sebuah restoran, tapi kedai kopi sekaligus.

Arga menggeleng lemah. Ternyata, meski beberapa hari ini dia sibuk, masih ada terbesit keinginannya untuk membangun restoran.

"Duh ... panas!" racaunya seraya mengibaskan kakinya yang terasa pegal. "Mana bau keringat lagi. Ya ampun, baru beberapa hari di sini kulit gue jadi kecokelatan!"

Arga melirik jam tangan yang selalu melingkar manis di pergelangan kanannya. Sudah hampir jam dua belas. Tak ingin berlama-lama lagi, ia pun angkat kaki dari kebun cabai, melewati area persawahan hingga sampai di sebuah jalanan umum yang biasa dilalui warga.

Arga bersiul kecil menikmati perjalanannya. Tanpa diduga, ia berpapasan dengan Gina, gadis barbar yang sangat menjengkelkan.

Beberapa hari nggak pernah lihat si sapi rabies. Ke mana aja dia? Ha? Kenapa gue harus peduli dia selama ini ke mana!

"Oi! Apa lihat-lihat!" hardik Gina. Kini, jarak antara dia dan Arga hanya satu langkah.

Arga yang merasa terganggu pun langsung berhenti di tempat. Ia memasang wajah aneh keheranan. "Lo ngomong sama siapa? Sama kambing?"

"Iya! Kambingnya itu kamu!" jawab Gina enteng. "Bawa ini."

Arga melirik karung yang ukurannya tak terlalu besar. Tapi, isinya entah apa. Namun bisa dipastikan, karung itu pasti bukanlah isi beras atau sembako. Dilihat dari warnanya yang hitam pekat dan bau yang menyengat. Tunggu. Bau?

"Kenapa gue harus nuruti perintah lo?"

"Karena kamu harus bantu. Toh, ini juga untuk kebun Oma kamu!"

Arga tak menggubris ucapan Gina. Ia justru sibuk mengendus-endus aroma yang sangat menggangu indra penciumannya. Tak sadar, dia sudah terlalu dekat dengan Gina.

"Oi, Kambing! Kamu mau berbuat mesum, ya?" Cepat-cepat Gina mundur satu langkah dari hadapan Arga.

"Lo yang kambing! Lo bau kambing!"

Lagi. Gina merasa harga dirinya kembali diinjak-injak. Emosinya sudah ke ubun-ubun. Hidungnya kembang-kempis. Dengan gerakan kilat, Gina membuka tali karung dan langsung menyiramkan semua isinya ke tubuh Arga.

"Rasain! Cowok sialan!" Gina tertawa lepas. Tak pernah rasanya dia tertawa begini. Kenapa menyiksa orang yang menyebalkan itu sangat menyenangkan?

"GINA! ELO KETERLALUAN!" teriak Arga yang langsung dapat respons juluran lidah dari Gina.

"Daaah ... aku mau pulang. Selamat berluluran!"

Tap! Arga meraih pergelangan Gina. Jangan sampai sapi rabies itu lepas. Arga harus buat gadis desa ini membayar kesalahannya.

•••

"Lepasin! Lepasin tanganku!" teriakan Gina sangat melengking. Akan tetapi, Arga tak peduli. Ia terus menyeret Gina hingga ke tepi sungai.

"Jangan teriak, Gina! Lo harus tanggung jawab!"

Peluh sudah membanjiri dahi Gina. Ia takut. Apa yang akan diperbuat oleh Arga?

"Sekarang lo diam," pinta Arga mutlak.

Gina menurut, seketika pula ia melotot menyaksikan perbuatan laki-laki di hadapannya itu. Tanpa merasa malu, Arga membuka kaosnya hingga terpampang lah seluruh otot-otot kekar Arga.

"Sumpah demi apa! Ini bau banget tau!" Tak hanya melepas kaosnya. Kini, celana pendeknya juga ia lepas lalu melemparnya tepat di wajah Gina.

"Cukup mengagumi tubuh gue. Sekarang, lo harus cuci bersih baju juga celana itu. Jangan sampai meninggalkan noda juga bau dari kotoran kambing itu. Paham!" Kata-kata Arga penuh penekanan. Mau tak mau, suka tak suka, Gina harus mengerjakannya.

Mengabaikan Gina yang masih terpesona akan bentuk ototnya. Arga melenggang, memasuki sungai yang sangat jernih dan sejuk airnya.

"Lima menit! Gue kasih waktu lima menit buat lo cuci sampai bersih!" teriak Arga memerintah. Tak sedikit pun dia menoleh ke arah Gina yang masih berdiri mematung. Senyap, tak ada jawaban. Terpaksa, Arga teriak kembali. "Mau sampai kapan lo bengong, Gina!"

"I-iya! Aku se-segera cuci!"

Habis sudah. Mengapa Gina gagap? Mengapa pula Gina merasakan panas di sekitar pipinya? Ia menggeleng kuat, menepis segala pikiran yang iya-iya. Ia harus cepat mencuci pakaian cowok brengsek itu!

"Rasain. Jangan harap lo bisa menang dari gue. Lo juga salah udah ngatain gue banci, Gina. Mulai sekarang, lo harus tau betapa indahnya tubuh cowok yang lo sebut banci ini," ucap Arga bermonolog sendiri.

Beberapa menit kemudian. Arga telah selesai membersihkan diri. Ia segera naik ke daratan dan mencari sesuatu untuk menutupi tubuhnya.

Saat berjalan menaiki undakan tanah, Arga menoleh ke arah Gina. Arga berpikir, ternyata, cewek itu lumayan bertanggung jawab dan ahli jika jadi babunya di kota.

"Ingat! Jangan sampai tertinggal noda sedikit pun dan bau makhluk kembaran lo!"

"Maksud kamu kambing? Kurang ajar! Sialan!"

Umpatan demi umpatan keluar dari bibir ranum Gina. Sambil sesekali ia mencuri-curi pandang. Penasaran mau ke mana cowok itu.

"Hah! Sial! Kenapa aku harus peduli! Kenapa juga aku bisa terjebak di sini!" Sekuat tenaga Gina mengucek pakaian Arga di atas batu. Hingga terlintas dipikirannya. Lari. Dia harus lari!

Tak pusing-pusing, Gina lari dari sana serta-merta membawa pakaian Arga. Dia berlari melalui jalan yang berbeda dari Arga, jadi tak usah khawatir akan ketahuan.

"Selamat berkeliling kampung tanpa busana, Arga sialan!"

***

🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈✨✨✨✨

To Be Bersambung!

GINARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang