2. Kenyataan

326 177 193
                                    

Happy reading !

"Kehilangan orang tua memang tidak pernah sesederhana kedengarannya. Patah hati yang nyata-nyata nya sangat patah."

——————————————————————————

Saat aku sudah sampai rumah benar saja dugaan ku sedari tadi. Ayahku pasti marah dan jika tidak ada aku dia akan melampiaskan nya kepada adik-adik ku.

Aku meringis melihat mereka yang diperlukan seperti itu. Lebih baik aku saja yang diperlukan seperti itu, aku tak apa. Mereka masih sangat kecil untuk menerima perlakuan seperti itu. Apalagi yang memperlakukan mereka adalah Ayah mereka sendiri. Aku yakin hati mereka sangat terluka.

Aku yang melihat Ayahku memukul Sion--adik ku yang pertama-- dengan segera berlari menghampiri mereka. Cukup sudah adik-adik ku terluka seperti itu. Melihat mereka seperti itu membuat ku sangat merasa bersalah, kehidupan masa kecil mereka harus seperti ini. Berbeda dengan anak-anak lainnya yang sedang dalam masa bahagia-bahagianya.

"Ayah! Cukup!" Teriakku lalu dengan segera menarik adik-adik ku untuk menjauh dari ayahku.

"Ck! Anak ini lagi. Dari mana saja kamu hah?!" Tanya ayahku kesal.

Aku hanya diam menunduk dengan tubuhku yang berusaha melindungi adik-adik ku.

"Ditanya bukannya menjawab malah diam saja! Bisu kamu? Perasaan tadi kamu dengan beraninya membentak saya!"

Perlahan aku mendongak, menatap wajah ayahku yang kini sedang menatap ku tajam. "A-aku gak bermaksud membentak ayah."

"Cih. Saya tanya darimana saja kamu?"

"Dari pemakaman bunda, Yah."

"Ngapain aja kamu di sana? Mau bangunin bunda kamu yang sudah mati hah? Atau tadi kamu gali lagi kuburannya? Sadar bocah! Dia sudah mat––"

Aku tak tahan lagi dengan perkataan ayahku mengenai ibuku. "Stop! Yah, stop!" Dadaku sesak rasanya.

"Bunda manusia, Yah. Dia meninggal bukan mati. Ayah gak bisa samain bunda sama hewan! Ayah kenapa sih selalu saja seperti itu sama bunda? Apa salah bunda yah?"

"Salah bunda kamu? Banyak!"

"Ayah kenapa sih. Selama ini ayah yang selalu menyakiti bunda. Ayah yang––"

Plakk!

Kepalaku sampai menoleh karena ditampar ayahku. Aku memegang pipiku yang terasa panas. Sudah biasa aku mendapat perlakuan seperti ini. Tidak hanya satu atau dua kali tetapi lebih. Inilah kehidupan ku sesungguhnya.

Katanya keluarga tempat berkeluh kesah. Tapi pada kenyataannya keluarga tempat memberi luka.

Kalau kalian tanya bagaimana perasaan ku saat diperlukan seperti ini, pasti kalian tahu jawabannya. Aku sakit! Sungguh sangat sakit. Tapi aku bisa apa?

Jika orang-orang menganggap ayah mereka adalah cinta pertama mereka. Tapi tidak dengan aku. Menurut ku ayahku adalah laki-laki yang memberikan ku luka. Luka ku sudah sangat dalam. Entahlah bisa disembuhkan atau tidak.

Sudut bibirku mengeluarkan darah segar akibat tamparan ayah yang sangat keras. Menurut ku ini perlakuan ayahku yang masih biasa saja.

Jika kalian bertanya bagaimana bisa aku ditampar oleh ayahku tapi menganggap ini perbuatan biasa saja? Jawabannya nanti kalian lihat sendiri.

INARA [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang