Sebenarnya, Izora ingin belajar banyak dari Azra yang bisa merajut emosinya dengan baik. Entah karena kesabaran yang memang sudah terlahir dari jiwanya atau hanya sebuah usaha agar bisa terlihat seperti itu. Yang pasti, sikap lembut dan tenang laki-laki itu ketika marah, benar-benar menjadi cermin yang ingin Izora teladani. Tidak menaikan suara, wajah dan geraknya tetap tenang, dan mengutarakan semua langsung ke point. Hingga Izora tidak susah untuk menebak salahnya apa.
Tadi, Izora sudah berusaha mencobanya. Tapi ketika Azra mengatakan kata yang mampu menyulut amarahnya, semuanya langsung blunder.
Mari kita lewati bagian gagal itu. Karena selain ingin meniru sikap Azra ketika marah, Izora juga ingin meniru sikap Azra yang mudah memaafkan. Izora ingin marah lebih lama, tapi setelah dia pikirkan, entah hal apa yang akan dia dapatkan jika melanjutkan marahnya. Menerima maaf, tidak membesarkan masalah, dan memperbaiki yang salah. Rasanya hal itu lebih berguna untuk hubungan yang sudah lebih dari pacaran ini. Biasanya Izora ingin dibujuk sampai rasa marahnya hilang, tapi sekarang tidak lagi. Cukup Azra tahu apa kesalahannya dan menyesalinya, itu sudah cukup.
Izora jadi kagum pada orang-orang yang bisa menikah sampai puluhan tahun, entah butuh berapa juta kali mereka memaafkan untuk bisa bertahan di kehidupan pernikahan yang banyak masalah dan kesalahpahaman ini.
"Naka, kamunya diem dulu dong jangan gerak!"
"Loh, gak mau. Enak di kamu kalau aku gak gerak."
"Sama istri sendiri kok gak mau ngalah?!"
"Ya ini beda, Ra. Coba, kamu diem. Aku aja yang gerak."
"Ih, gak mau dong!"
"Tuh kan, kamu sama aja. Udah kita gerak aja berdua, main yang adil. Lupain status, sekarang kita jadi rival dulu bentar," balas Azra dengan mata fokus pada televisi di depannya.
Kini mereka berdua tengah memainkan play station milik Azra yang sengaja dibawa dari rumah sejak pindah. Tapi, baru sempat dimainkan sekarang. Sebenarnya game yang mereka mainkan cukup mudah bagi Azra, hanya permainan tekken. Permainan yang sejak dulu sering dia mainkan dengan Izora.
Ingin beralih pada game yang lebih menantang, tapi yang perempuan ini bisa hanya tekken, downhill dan guitar hero.
Tapi tentu saja tidak apa, karena memainkan game yang menurutnya mudah ini tetap saja seru. Yang membuatnya seru ternyata bukan game nya tapi lebih ke dengan siapa dia main. Dalam setiap babak Izora tidak pernah menang, maka hal itu pasti membuat sang empu bersungut-sungut. Dan tentu saja melihat wajah kesal Izora adalah hal yang membuat ini seru.
Seperti sekarang, Izora yang sengaja duduk di depan Azra tinggi-tinggi agar pandangan Azra tertutupi. Yang sayangnya, tetap saja Izora kalah.
Izora membanting stick dengan kesal. "Kamu beneran masih gak mau ngalah sama aku?!"
"Iya, gak mau. Kamu usaha lebih keras dong gimana caranya biar aku kalah," jawab Azra songong.
"Dari tadi usaha tapi tetep aja kalah," balas Izora. "Suka rela sekaliii aja biarin aku menang, gak mau?!"
"Nanti aku pikirin, kalau sekarang masih enggak mau."
"Padahal kalau kamu mau ngalah sekarang, aku kasih jaminan surga."
Tawa Azra langung menguar. "Tiba-tiba banget surga?"
"Surga dunia," jawab Izora langsung. "Tapi karena tadi kamu masih gak mau, yaudah. Gak akan aku kasih!"
Sadar yang Izora maksud, Azra langsung mengambil stick yang tadi Izora lempar dan menyerahkannya terburu. "Ayo main lagi. Kamu mau menang lima puluh kalipun bakal aku kasih."

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...