31. pent-up anger

3.2K 170 2
                                    

Hari sabtu ini Izora benar-benar menghabiskan waktunya di rumah. Dia bangun dari pagi untuk menyuci baju, menyuci piring, sampai melakukan pekerjaan rumah yang tidak dia sukai, menyetrika. Walaupun tidak suka, tapi tetap dia lakukan. Ya karena kalau bukan dia, siapa lagi. Sebenarnya bisa saja kalau dia me-laundry tapi kalau terus malas seperti itu ya kapan akan terbiasa.

Siang hari yang bisa dia lakukan hanya tidur lalu terbangun dan lanjut bermain bersama Meysi sambil menunggu Azra pulang. Benar-benar monoton.

Kemarin Azra dan dirinya masih berkegiatan di kampus. Izora pulang sore sedangkan Azra pulang malam seperti biasa. Dan hari ini, Azra keluar dari rumah sejak pagi, katanya ingin main futsal bersama teman-teman SMA. Lalu tadi Azra kembali mengabari, dia sedang ada di Bogor sehabis motoran bersama teman-temannya dan berniat menginap saja karena sudah terlalu malam untuk pulang. Dan tahu apa reaksi Izora? Dia marah. Izora bahkan mengamuk di chat, menyuruh Azra pulang saat ini juga. Tidak peduli apapun, yang Izora inginkan sekarang hanyalah Azra pulang secepatnya.

Walaupun menyuruh Azra pulang tapi Izora tidak berniat menunggunya. Wanita itu memilih tidur dekat tembok dan menyimpan Meysi di tengah. Sengaja, agar Azra tidak bisa mendekatinya. Ini adalah salah satu bentuk kekesalannya pada laki-laki itu.

Jadi, ketika Azra sampai dengan tangan dingin dan jaket tebalnya di kamar, dia menemukan Izora yang sudah benar-benar terlelap sambil memeluk Meysi. Azra menggelengkan kepala, padahal dia sudah menyiapkan diri takut-takut Izora akan marah. Ya, walaupun rasanya memang terlalu melelahkan. Sudah tengah malam begini, energinya sudah habis.

Memilih membersihkan badan dan menggeserkan Meysi ke ujung. Azra merebahkan dirinya diantara dua perempuan kesayangannya. Dia memiringkan tubuhnya agar menghadap Izora, kini insomnianya sudah tidak separah dulu. Kehadiran Izora mulai merubah kebiasaan tidur buruknya. Mencium wangi dari rambutnya, wangi dari badannya, dan itu membuatnya lebih rileks.

"Baru pulang?" Izora yang merasakan tangan dingin melingkar di pinggangnya menggeliat dan membalikan badannya agar menghadap Azra. "Jam berapa ini?"

"Jam setengah dua malam," jawab Azra santai, tidak merasa ada yang berbeda dari Izora yang marah-marah di chat karena kini perempuan itu malah membalas memeluk dan menyembunyikan wajah di ceruk lehernya.

"Ayo tidur," suruh Izora yang sudah memejamkan matanya kembali.

Azra tak ambil pusing dan memilih memejamkan matanya karena Izora tengah menusap-usap alisnya, seperti biasa. Hal yang baru Azra ketahui karena selama ini ternyata Izora selalu berusaha membantunya untuk tidur walaupun dengan hal sesederhana ini. Sampai-sampai rasanya baru tidur sebentar, tapi saat terbangun karena tangisan Meysi, Azra sadar kalau kini matahari sudah menampakan dirinya.

"Mey, sinii." Azra membawa Meysi ke atasnya, pria itu masih rebahan sehingga kini Meysi ikut merebahkan dirinya di dada sang Ayah.

"Bundanya lagi beres-beres dulu kayaknya, Mey. Kamu di sini dulu sama Ayah, ya."

Tangan montoknya itu menggapai wajah Azra dan memainkannya. "Aduh, mata Ayah jangan ditusuk gitu dong, Mey." Azra memiringkan tubuhnya hingga Meysi ikutan terjatuh ke kasur. Pria itu menangkap Meysi untuk dia peluk dan cium-cium hingga Meysi tertawa. "Bunda Mey masih sibuk di depan, Mey mau Ayah mandiin?" tanya Azra dan langsung dapat anggukan dari Meysi.

Azra beranjak untuk menyiapkan air hangat dan saat mulai mengguyurkan air dari atas kepala, Meysi malah menangis kencang. "Loh, kenapa, Mey? Biasanya kalau dimandiin Bunda suka ketawa-ketawa." Azra bingung karena tangisan bayinya tidak berhenti hingga Izora yang entah sejak kapan sudah berdiri di pintu sambil berkacak pinggang.

"Mey malah nangis, Ra," ujar Azra dengan wajah yang kini terlihat bingung.

"Ya gimana gak nangis kalau kamu langsung guyur gitu aja," celetuk Izora sambil mendekat. Izora mengusap wajah Meysi yang basah. "Mey, kepalanya ke belakang." Dan Meysi langsung nurut, dia sedikit mendongak agar Izora bisa mengguyurkan air tanpa membasahi wajahnya.

GARIS BATAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang