Tiga hari kemarin adalah hari yang sangat melelahkan karena siapapun pasti merasa kurang tidur. Tidur di jam 11 malam— itupun kalau bisa langsung tidur. Lalu bangun subuh untuk salat berjamaah dan dilanjut dengan bergantian menunggu kamar mandi kosong. Butuh waktu yang lama, bahkan banyak orang yang memilih untuk tidak mandi karena malas mengantre dan membiarkan tubuhnya lengket — Izora salah satunya. Pokoknya, rasanya kemarin itu seperti hidup di awang-awang, tidak jelas.
Maka, ketika pagi tadi tiba di Jakarta, dibanding menjemput Meysi, Izora dan Azra memilih pulang ke rumah mereka terlebih dahulu dan tidur. Walaupun rasa kangen Izora sangat besar, tapi yang sekarang dia butuhkan adalah berendam dan tidur lama tanpa gangguan apapun. Membawa Meysi pulang dalam kondisi seperti ini, rasanya dia tidak sanggup. Putrinya itu pasti ingin diajak bermain. Jadi, biarkanlah perempuan yang saat ini tengah Azra pandangi itu tetap tertidur sampai lupa waktu.
Tubuh Azra pun sama lelahnya, tapi tetap saja dia merasa susah tidur. Dibanding memaksa menutup mata, Azra memilih untuk membuka matanya dan menatap Izora dalam-dalam.
Alis lebat yang biasanya sering menukik, bulu mata lentik yang tengah menutupi tatapan tajam, hidung kecil dan mancung, bibir tipis berwarna pink yang selalu menjadi candunya.
Izora, perempuan cantik yang sangat dia sayangi lebih dari apapun.
Izora yang kemarin menangis karena satu hari berpisah dengan Meysi cukup untuk membuat perasaan bersalah Azra kembali menampakan diri ke permukaan, berpisah sehari saja Izora menangis, lalu bagaimana bisa Azra berpikir untuk memisahkan mereka selamanya bahkan tanpa pernah bertemu.
Tangan besar dan sedikit kasar itu mengelus-elus pipi Izora. Mungkin ada lebih banyak luka yang dia torehkan pada perempuan ini dan Azra belum tahu itu apa.
"Kok gak tidur?" Mata yang sejak tadi tertutup itu terbuka perlahan. "Sekarang jam berapa?" tanyanya dengan suara serak dan mata merah.
"Tidur lagi aja, kamu baru tidur tiga jam."
Izora melingkarkan tangannya di leher Azra dan mengelus-elus alis laki-laki itu. "Kamu juga tidur, jangan malah liatin aku."
"Kamu cantik, cantik banget. Gak ada yang lebih cantik dari kamu."
"Sama Meira cantikan mana?"
"Sayang ... Masih aja?" Perlakuan Azra kemarin apakah masih kurang?
"Ayo tidur lagi," Azra menarik tubuh Izora yang menurutnya sangat ringan itu untuk lebih rapat dengannya, tangannya masuk ke dalam tanktop yang Izora pakai dan mengelus punggung halusnya.
Mata Azra yang sejak tadi sudah terasa berat, kini mulai terpejam. Menikmati elusan tangan Izora di alisnya dan juga tangannya yang mengelus punggung Izora. Sampai tidak sadar bahwa dia tertidur cukup lama hingga matahari mulai turun.
Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa tidur senyenyak ini?
Tanpa terbangun karena mimpi buruknya, tanpa terbangun karena rasa khawatirnya?
Tidak dia dapati Izora di sebelahnya, tapi suara gemercik air menjadi jawaban dari pertanyaan di kepalanya. Mengucek matanya dan Azra terduduk di kasur. Tubuhnya terasa lebih rileks, sakit di kepalanya sudah hilang, mual di dadanya juga kian membaik. Semua ini, apakah karena keberadaan Izora di sisinya? Tapi, kenapa bisa? Azra tahu kalau menikah dapat menjadi salah satu obat untuk penderita Insomnia, tapi kenapa setelah beberapa hari tidur dengan Izora, trik ini tidak berhasil?
Tapi apakah kini, pengobatan alami ini sudah mulai bekerja?
"Naka, akhirnya kamu bangun." Izora keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang menutupi dada sampai pahanya saja. Mata Azra yang tadi masih sedikit terasa berat langsung berbinar.

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...