Menurut Izora yang pernah beberapa kali ikut organisasi, kehadiran alumni yang datang dan sengaja meluangkan waktu ditengah kesibukannya (katanya) adalah hal menyebalkan. Datang dan membandingkan ini itu dengan saat kepengurusannya. Bilangnya sih silaturahmi, tapi orang yang didatanginya terlihat tidak senang. Apa gak ada kegiatan yang lebih penting untuk dia datangi? Maksudnya, masa lo udah habis dan lo gak dibutuhin lagi. Dan sekarang, ternyata kejadian itu memang masih menyebalkan — bahkan sangat menyebalkan.
Bukan karena Izora ikut himpunan dan dia jadi merasa ini menyebalkan. Bukan, bukan itu karena Izora tidak berniat ikut organisasi apapun.
Menyebalkannya adalah, alumni HIMA yang datang itu lumayan banyak. Dan tahu apa? Meira atau Mei-Mei atau siapapun itu, dia ikut datang dan ada di sana! Jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung, buat apaa?!!
Melihat penampilan dirinya sekarang yang sudah buluk dan penuh keringat karena sudah menyelesaikan beberapa tugas yang panitia berikan, mulai dari loncat-loncat sampai melewati jalan-jalan penuh lubang. Pokoknya kegiatan yang menurut Izora gak ada gunanya sama sekali selain untuk balas dendam para kating. Sadar penampilannya saat ini, Izora jadi takut Azra akan membandingkannya dengan Meira yang kini terlihat cantik walau hanya memakai rok jeans sampai lutut dan kaos putih. Tidak lupa, rambut curly digerai yang katanya Azra suka.
Sialan!
Rambut Izora juga panjang dan wangi, tapi entah kenapa rambut Meira terlihat lebih bagus. Panjang, lebat dan sangat hitam.
Sejak tadi, matanya berfokus pada Meira. Tadi, panitia sudah memperkenalkan mereka dan saat gadis itu berbicara, suaranya memang selembut sutra dan sangat murah senyum. Berbeda dengan dirinya yang sering kali ketus dan prengat-prengut seperti sekarang.
"Kak, itu sayurannya gak dimakan? Buat aku aja boleh, gak?" suara Haura membuat Izora mengalihkan pandangannya dari Meira.
"Nih lo sekalian aja makan sama nasi dan lauknya. Gue kenyang."
"Loh, baru juga beberapa suap?"
"Gue emang gampang kenyang. Lo makan aja."
"Oke deh, makasih." Haura memasukan lauk-laukan yang ada di nasi kotak Izora ke miliknya. "Kak, daritadi Kak Azra ngelihatin Kak Izora terus deh. Gak disamperin aja?"
Izora mengedikan bahunya. "Nunggu dia nyamperin aja, lagian lagi sibuk juga orangnya." Beberapa kali Izora melihat Azra bulak-balik membawa barang. Kadang dus botol minum, karung, tali, bahkan tadi laki-laki itu yang membagikan nasi kotak untuk para mahasiswa baru ini.
Selain karena laki-laki itu tengah sibuk, Izora juga tiba-tiba bete dan kesal dengannya. Apakah karena kehadiran Meira? Jawabannya adalah iya. Walaupun tidak terlihat interaksi antara keduanya, entah kenapa Izora tetap bete. Sudah sebisa mungkin dia tahan karena ingat perkataan Azra kemarin, tapi harus berubah dalam waktu sesingkat itu tidak mudah, kan? Apalagi saat ini Izora sedang merasa disaingi.
"Kak Izora tuh tipe istri durhaka gitu, ya?" tanya Haura tiba-tiba dengan raut lempengnya.
"Hah? Maksud lo?!"
Haura meringis melihat Izora melotot padanya. "Ya itu, tiap ngomongin Kak Azra kayak males terus sering ketus gitu. Waktu itu juga Kakak bilang dia bego."
Ah ... Waktu itu? Saat Izora belum menikah bahkan enggan untuk mengobrol dengan Azra? Bukankah itu respon yang sangat wajar? Tapi, karena Haura tidak tahu yang sebenarnya jadi ya sudahlah tidak usah dijelaskan karena kalau harus menjelaskan bukankah itu akan sangat panjang?
Biarlah Haura menyebut istri durhaka, walaupun rasanya ingin Izora comot mulut yang seenaknya mengatakan dirinya durhaka. Gini-gini juga Izora sebenarnya berusaha untuk menjadi istri yang baik calon penghuni surga.

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...